Chapter A

850 90 19
                                    

Anak seusia 5 tahun biasanya akan menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman-teman sebayanya. Menikmati permainan sederhana yang dilakukan beramai-ramai.

Seokjin tidak demikian. Ia justru kini belajar dengan giat. Di umur 4 tahun ia sudah mengenal huruf dan sekarang ia bisa membaca dengan sempurna ditambah bahasa asing yang harus dipelajari juga.

Postur tubuh yang tegak selalu ia tunjukkan, menulis dengan satu tangan dan buku yang juga lurus horizontal. Ia mendengarkan sosok guru di depannya dengan seksama.

"Do you have any questions before we end the class?"

"No, miss."

Seokjin menjawab dengan lugas. Guru wanita di depannya segera membereskan buku dan alat tulis lalu pamit pergi.

"JIn, ikut Ayah."

Suara bass seorang lelaki memanggilnya dari belakang. Seokjin menoleh langsung mengikuti langkah pria tersebut.

Seorang kepala keluarga Kim yang disegani banyak orang. Dialah ayah dsri Seokjin.

Kakinya membawa mereka ke sebuah ruangan dimana Nyonya Kim duduk menghadap mereka dengan mengusap perut besarnya.

"Kamu akan segera punya adik."

Wajah sumringah Seokjin kini tercetak jelas. Ia sudah lama tidak melihat sang Bunda yang pergi dengan Ayahnya dalam waktu lama. Meninggalkannya dengam pengasuh di rumah sebesar ini.

Seokjin hampir saja berlari menuju sang Bunda.

"Diam Seokjin. Kau mungkin akan menyakiti Bundamu nanti."

Seokjin urung, wajahnya menunduk sedih.

"Ingat baik-baik. Jika adikmu lahir, jaga dia dengan apapun yang kamu punya."

Seokjin mengangguk paham "Jin bakal jaga Adek, Yah."

Kim Yijin tersenyum "Bagus. Memang tujuan ayah seperti itu. Kelak kamu harus menjaga adikmu ketika Ayah Bunda pergi."

"Ayah akan pergi lama lagi?"

Yijin mengangguk "Kau harus menggantikan posisi Ayah nanti. Apa kau keberatan?"

Seokjin tidak menjawab. Dia tidak bisa mendeskripsikan perasaan dalam hati, rasa tidak nyaman yang ia cegah untuk keluar.

"Tidak, Yah," jawabnya lesu.

"Bagus. Jangan sampai lalai menjaga adikmu, kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu ingkar."

Seokjin menunduk takut. Tatapan tajam yijin membuatnya ciut.

🌹

Seokjin pikir ketika sang adik lahir ia tidak akan merasa kesepian lagi. Ia pikir nanti akan melakukan banyak hal bersama sang adik, belajar, menemukan sesuatu yang baru, bermain yang tidak pernah ia lakukan selama hidup.

Sejak ia mengerti, yang Seokjin tahu hanya belajar dan cara bersikap. Hatinya terasa asing jika melihat anak lain bermain bersama dari dalam mobil, betapa bahagianya mereka membuat Seokjin menyadari bahwa ia tidak bisa melakukan hal itu.

Seharusnya sekarang bisa karena ia punya seorang saudara laki-laki yang kini berusia 2 tahun.

Nyatanya, ia hanya memerhatikan bagaimana Bunda mengasuh adiknya dengan penuh kasih.

"Bunda, Jin boleh gendong?" Tanya Seokjin

"Jangan ya, Kakak belum besar lagi. Takut adeknya jatuh. Nanti ya kalau Kakak udah besar?"

Seokjin mengangguk. Ia kecewa tapi mau bagaimana lagi? Daripada nanti adiknya terluka.

🌹

Waktu berlalu begitu cepat. Kim Seokjin kini sudah tumbuh menjadi anak yang ceria. Di usianya yang 5 tahun Taehyung terlihat semakin menggemaskan. Padahal Seokjin jarang menemui sang adik karena ia sibuk bersekolah, dan ketika libur ia masih haru belajar.

Sekarang waktu luangnya tiba. Akhirnya ia bisa libur sekolah dan menghabiskan waktu di rumah bersama Bunda dan Taehyung

"Taehyunggg..." sapanya mendekat pada anak yang kini bermain pasir di dalam bak.

Ia hampir sampai untuk memeluk Asa namun suara Yijim menghentikkan kakinya.

"Seokjin, ikut ayah."

Reflek ia berhenti lalu menoleh pada lelaki yang berdiri tegak menatapnya.

"Sudah jangan ganggu adikmu. Ikut Ayah ada banyak hal yang harus kamu pelajari."

Seokjin menunduk kecewa namun ia tetap menuruti sang ayah. Usianya baru 10 tahun namun Yijin terus saja memberi pelajaran rumit untuk Seokjin

🌹

"Ayah, Jin akan kuliah Hukum."

"Tidak boleh."

Singkat padat dan jelas juga menyakitkan.

Ia pikir semakin dewasa Seokjin akan mendapat kebebasan namun justru ia semakin di kurung dalam sangkar yang Yijin buat khusus untuknya.

"Ayah sudah mendidik kamu untuk jadi penerus perusahaan ini. Apa kamu mau semuanya sia-sia?"

Seokjin tidak bisa melawan apapun. Ia seharusnya tahu ini akan terjadi agar hatinya tak begitu sakit.

"Maaf, Yah."

Seokjin hanya tahu cara berkomunikasi dengan hormat, cara berbahasa dengan baik dan mengerjakan soal sesulit apapun.

Hanya saja Seokjin tidak bisa menuruti kata hatinya, dan selalu mementingkan Revali.







To be continued

Hallo teman teman kembali lagi bersama buku ini wkwkw

Ya maaf ya unpub gabilang bilang. Aku baca komen temen temen banyak yg ngedukung buku ini. Beberapa readers mungkin kecewa karena di ghosting sama saya hehe maaf🙏🏻

Gini aja ya aku revisi castingnya karena emang lebih cocok pake nama Seokjin.

Terus awalnya kan lokal dengan judul berbau saudara tapi nyatanya aku cuma fokus sama Seokjin/Nusa jadi melenceng sama judul makannya aku tiap lanjutin buku tuh jadi males karena dari judul udah salah.

Semoga temen temen mau memaafkanku dan masih bersedia baca buku ini huehehe

Janhan ditunggu ya aku ngerjain dua buku mhehehe

See you guys~

Not Good EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang