Chapter E

573 100 45
                                    

Taehyung menunggu kedua orang tuanya keluar dari kamar sang kakak. Ketika pulang sekolah ia terkejut melihat mobil Ayah dan Bundanya terparkir. Ia senang keduanya pulang. Biasanya mereka jarang di rumah. Di rumah paling ketika Taehyung tidur dan bangun mereka pergi lagi.

Pintu terbuka. Keduanya keluar diikuti Seokjin yang berjalan lemah di belakang. Taehyung menatapnya sendu, Seokjin semakin terlihat pucat bahkan keringat bercucuran.

"Taehyung sudah pulang?" Suara lembut Taeri sambil mendekat dan mencium jidat Taehyung lembut.

"Bunda pulang?"

"Iya. Kak Seokjin sakit jadi Ayah bantu buat kerjain kerjaannya."

"Kamu di rumah sama Taehyung, Ayah pamit."

Yijin menyerahkan tangannya untuk dikecup oleh Taeri lalu pergi dengan Seokjin yang terus menunduk.

Taehyung memandang kepergian keduanya. Ia sedikit khawatir.

"Kak Seokjin mu itu gampang sakit soalnya dia sering dimanjain. Makannya harus di ajak kerja keras supaya gak lemah. Jangan khawatir ya? Mama beliin oleh-oleh buat kamu."

Baru kali ini ia melihat Taehyung tidak besemangat ketika mereka pulang ke rumah. Ia berusaha menghibur Taehyung.






🌹


"Desain besi dan baja ringan yang modern dan terkesan minimalis akan memikat pembeli. Ditambah semakin sedikitnya lahan rumah bisa memudahkan mereka agar tanpa khawatir dalam menata rumah."

Seokjin bercakap di depan publik dengan layar presentasi yang menyala terang. Ia bisa berbicara dengan lancar untungnya walau perlu meminum 8 shot americano. Alhasil perutnya kini terasa perih akibat Taehyungm lambung.

"Lalu bagaimana penggunaannya? Bentuknya cukup rumit," tanya salah satu audien dari meja kanan.

Seokjin tersenyum lalu memencet tombol agar layarnya berganti.

"Disini, terpqsang baut yang bisa mempermudah pengguna untuk mengatur posisi, dengan desain mudah dan fleksibel. Disertai cara pemakaian, maka siapapun bisa melakukannya."

Semua audiens mengangguk paham. Seokjin bukan seorang desainer atau arsitek namun ia mampu menjelaskan secara singkat dan baik mengenai produk baru yang ia buat dari perusahaan mereka. Perusahaan besar dari interior rumah yang sudah terkenal dimana mana.

"Baik kalau begitu saya akan mensuplay logam yang anda butuhkan. Semoga projeknya segera terlaksana dengan lancar."

"Terimakasih banyak," Seokjin menunduk.

Semuanya mengucapkan selamat lalu pergi meninggalkan ruangan.

Yijin mendekat pada Seokjin yang hendak duduk, ia pun menegakkan tubuhnya kembali.

"Bagus. Tunjukkan kalau kamu adalah Putra Ayah. Jangan bersantai dulu §ebelum kamu bisa menyelesaikan projek ini," ucapnya lalu pergi.

Seokjin tersenyum. Baginya ucapan itu adalah sebuah pujian. Ia tidak pernah mendapat kalimat yang lebih baik selain itu.

Ia seketika kembali bersemangat untuk melanjutkan pekerjaan yang ia tinggalkan pada Hoseok. Ia jadi merasa bersalah. Pasti Hoseok bekerja keras selama ia pergi.

Ia pun keluar ruangan menuju ruang kerjanya yang berada tepat di samping ruang pertemuan. Tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk.

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam," jawab Hoseok yang sedang menunduk mengamati dokumen yang ada. Ia mendongak lalu menghampir Seokjin yang berdiri di dekat pintu.

"Jin lo udah sembuh?"

Hoseok pun menarik tangan Seokjin. Untuk duduk di sofa.

"Udah kok. Lo pasti kerepotan ya?"

"Engga, Jin. Gue gabisa bantu banyak. Kemarin Pak Yijin kesini."

"Ayah ngapain?"

"Dia ngelarang gue buat bantu kerjaan lo."

Seokjin menunduk "pasti Ayah bilang 'Cuma Direktur dan pewaris yang harus ngerjain kerjaan penting ini'. Maaf ya Dir jadi--"

"Jangan minta maaf. Ini bukan mau lo juga. Tenang aja gue udah kerjain di rumah, bokap lo gatau kalau gue punya salinannya."

Seokjin tersenyum. Ayahnya memang keras, wajar saja bagi Seokjin karena Yijin sudah membesarkan perusahaan ini untuknya. Ia sangat menaruh harap pada Seokjin.

"Makasih ya Swok. By the way kamu masih simpen obat maag yang biasa engga?"

"Lo kenapa? Bukannya udah dibilangin buat berenti minum kopi dulu?"

"Terpaksa. Tadi abis meeting 2 jam. Kalau ga gitu nanti saya pingsan di tengah jalan."

"Bisa-bisanya lo meeting pas lagi sakit gini. Pasti ulah bokap lo. Tahan dulu biar gue beliin ke bawah."

Seokjin hanya mengangguk membiarkan Hoseok pergi. Ia meremas perutnya yang semakin perih ketika berjalan.

Asam lambung, anemia, juga paru-paru bTaehyungh yang ia derita sejak kecil selalu membuatnya repot. Kalau saja ia memiliki tubuh yang fit, Yijin tidak akan mencemooh dirinya terus menerus. Pikir Seokjin.



🌹


"Bun kenapa Ayah perhatian banget sama Kak Nu? Sedangkan sama Taehyung aja jarang ngomong."

"Seokjin anak pertama, dia laki-laki. Sejak kecil sudah dijadikan pewaris perusahaan Ayah kamu. Jadi Ayah secara langsung ngedidik Seokjin."

"Enak banget Kak Nu. Udh pinter makin pinter mana banyak duit lagi," kesal Taehyung.

Bunda tersenyum mengusap pipi si bungsu "Kamu mau jadi kaya Seokjin pun bisa. Taehyung mau kerja kaya Jin?"

"Gak ah. Taehyung gamau nanti gaada waktu buat main kumpul keluarga. Apalagi kalau sakit harus tetep kerja."

"Itulah kenapa Ayah nuntut Seokjin. Karena dia gamau semua anak-anaknya kerja seperti itu."

"Lah? Ayah korbanin kak Jin dong?"

"Bisa dibilang gitu. Budaya keluarga kita kan seperti itu sayang."

Taehyung bungkam. Ia baru tahu hal ini. Dalam benaknya terpikir bagaimana ia begitu ikhlas menjaani hal yang tidak ia inginkan terjadi. Siapa tahu kalau Seokjin sebenarnya punya cita-cita yang ingin digapai?

"Tapi Bun, Kak Seokjin kerja terus. Apa ga boleh istirahat?"

"Kakakmu dari kecil sudah sakit. Justru dengan ini Bunda sama Ayah berharap bisa bikin dia jadi lebih kuat."

"Bunda yakin?"

Ia mengangguk.

"Kalau Kak Jin makin sakit gimana?"

"Kamu gantiin posisi dia nanti."

Taehyung tidak mau mengerti. Bagaimana bisa orang tua begitu menyepelekan anaknya? Bahkan begitu menganggap sepele kesehatan dan kebahagiaan anak.

"Ma, Taehyung gak tau harus bereaksi apa, tapi Taehyung ngerti kalau Ayah sama Bunda bukan orang tua yang baik buat Kak Jin."

"Kamu ngomong apa sih Tae? Jangan ngelantur sama orang tua."

"Ayah Bunda tahù Kak Seokjin sering sakit tapi malah lebih mentingin perusahaan."

"Taehyung! Ini demi kebaikan keluarga kita. Bunda lahirin kamu bukan buat ngelawan kaya gini. Kalian tumbuh itu buat Ayah sama Bunda, ngerti gak sih!?"

"Cuma Kak Seokjin yang ngerti ego Ayah sama Bunda. Taehyung ga mau ngerti."

Taehyung langsung pergi meninggalkan Bunda sendirian. Ia kecewa. Baru kali ini ia tahu sifat asli keduanya. Selama ini yang Taehyung tahu adalah Aya pekerja keras demi dirinya, dan Bunda yang selalu ada untuknya.

Namun sekarang ia paham bahwa mereka tidak lebih dari seorang peternak yang memeras sapi setiap hari.




To be continued

Not Good EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang