Selamat Membaca ❤️✨
Tetap semangat dalam berusaha, jangan sampai putus harapan! ✨
“Ay, lu pulang duluan aja,” kata Kiki saat Aya datang ke ekskul musik membawakan tas dua sahabatnya yang sempat tertinggal di kelas di jam pelajaran terakhir dimana guru sedang rapat sekolah.
Kiki dan Bianca bolos jam pelajaran terakhir setelah mengerjakan tugas yang diberi guru setelah menyontek dari Aya. Sangat tidak patut dicontoh karena jiwa-jiwa menyontek mereka gak berkurang dari lama.
“Lah? Kenapa? Kalian emang ekskul sampe jam berapa? Gue bakal nunggu kalian.”
“Gak usah... Bakal lama...” tolak Kiki.
“Gak papa, elah. Soalnya ekskul teater masih latihan untuk drama acara ulang tahun sekolah,” kata Aya.
Kiki yang menerima tasnya dan Bianca menatap Aya.
“Lo... Dari kelas satu sampe sekarang masih belum dapat peran, Ay? Minimal jadi batu atau pohon, gitu? Gak pernah dapat?” tanya Aya heran.
Masa tiap ada acara pensi, acara guru, acara ulang tahun sekolah, acara pelepasan senior kelas 12, dan tujuh belasan, Aya gak pernah dapat peran?
Aya menggeleng. Gadis itu hanya murid tak terdeteksi dan biasanya cuma jadi pembuat naskah drama dan tukang print atau fotokopi naskah drama bareng anak-anak pinter lainnya.
Catat.
Anak pinter yang gak good looking pasti kerjaannya jadi tukang fotokopi sama script writer.
Berbeda dengan anak pinter yang good looking dan menarik perhatian. Mereka bakal dapat banyak job dan selalu dapat peran bagus. Peran paling jelek sih, kadang jadi batu juga. Itu kalau apes dan memang gak cocok memerankan tokoh di dalam naskah.
“Tugas gue cuma ngeprint sama buat naskah. Lagian udah selesai dari lama. Kalo pun di teater, paling gue cuma menuh-menuhin orang di ruang latihan.”
Kiki berdecak.
“Ya udah, Lo mending masuk sini aja liatin kita. Daripada di sana. Lo gak dihargai,” kata Kiki menarik tangan sahabatnya untuk segera masuk ke dalam ruang ekskul musik.
“Gue dihargai, kok. Perasaan lu aja, Ki.”
“Ikut aja sama kita. Lu nanti duduk di bangku penonton.”
Aya disambut dengan alat-alat musik berukuran kecil seperti harmonika, suling, alat musik triangle, dan pianika yang tersusun rapi di dalam beberapa lemari. Kadang, anak-anak sekolah meminjam alat musik di ekskul ruang musik untuk pelajaran seni musik ataupun belajar di ekskul seni musik karena alat musik di sana cukup banyak.
Aya melihat angklung-angklung, sebuah harpa, dan beberapa terompet.
Alat musik cukup lengkap. Dari alat musik gesek sampai alat musik pukul.
Aya melangkah memasuki ruang besar dimana ada tribun yang diisi anak-anak musik yang duduk melihat teman-teman mereka latihan.
Ada sebuah panggung besar berwarna gelap dengan lampu-lampu yang menyala. Panggung itu yang biasa digunakan untuk pertunjukan musik ataupun acara sekolah. Berbeda dengan ruang pertunjukan teaternya yang berdinding putih dan biasanya dipasang ornamen-ornamen untuk kebutuhan pertunjukan.
Ya, sekolah Aya memang besar dan super lengkap. Biayanya pun lumayan merogoh kocek orangtuanya.
Aya naik ke atas tribun dan melihat seorang dirigen yang berdiri menghadap stand music book sambil membolak-balik kertas di buku musik.
KAMU SEDANG MEMBACA
💚 Say It, Please! ™ - (Republish)
FanficAya suka sama Arjuna, tapi dia takut ngomong. Aya malu karena Aya cuma remahan rengginang yang suka sama kue mahal kayak Arjuna yang dikelilingi cewek-cewek cantik dan cowok-cowok ganteng. Aya bisa menggapai Arjuna gak, ya? Belum lagi rumor yang te...