Karena bingung terbitlah part ini :")
Saya harap kalian suka
Happy bingung juga
▪️▪️▪️
"Masuk ajalah Nadia ayo jangan gagu mulu."
Aku bermonolog mencoba meyakinkan diriku saat kedua kaki beralaskan sandal japit ini sampai di depan pintu kayu mahoni kediaman rumah Om Gaven.
Di sana, suasana masih lumayan ramai. Ada para tukang yang masih beraktivitas membongkar terop dan ada yang mulai mengusung satu per satu kerangka ke dalam bak mobil cerry di luar halaman sana.
Menurut informasi yang ku dengar dari salah satu pak tukang mengenai Om Gaven yang tak tau kapan kira-kira dia akan kembali ke rumah. Aku memutuskan untuk masuk terlebih dahulu.
Awalnya aku berniat untuk langsung saja masuk ke sana. Tapi sebuah keraguan di dalam hatiku membuatku menghentikan aksi barbarku satu itu.
Bukankah aku dan Om Gaven tak lagi seakrab dulu? Apakah kira-kira pria itu tak akan marah kalau aku langsung masuk ke rumahnya tanpa seizinnya?
Aku ragu dengan keputusanku, aku takut dia mengaggapku lancang karena masuk sembarangan ke rumah yang sudah bertahun-tahun lamanya tak pernah ku kunjungi lagi.
Alhasil aku memutuskan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu. Barangkali ada orang lain yang tinggal di rumah itu.
Ku letakkan sejenak tas berisi pakaianku ke samping kanan kakiku. Mataku menatap pintu itu sejenak lalu segera tergerak mengetuknya pelan.
Oke oke, aku bakalan ketuk sekarang. Batinku.
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu terdengar begitu pelan.
Tok tok tok...
Sekali lagi aku kembali mengetuknya seraya celingak celinguk melihat apakah ada respon dari dalam sana.
Sampai suara bariton seseorang tiba-tiba terdengar begitu jelas di gendang telingaku membuatku terlonjat kaget bukan main.
"Masuk saja, pintunya tidak di kunci."
Aku menoleh secara spontan ke belakang dan mendapati Om Gaven dengan senyum tipisnya menatapku yang ketakutan seperti habis melihat hantu.
Salah satu alis Om Gaven terangkat. Mungkin dia merasa aneh melihat reaksiku yang memojok dengan satu kaki terangkat.
"Kenapa? Kamu seperti habis melihat hantu saja." Ucapnya terdengar sebagai guyonan formal.
Dengan jarak yang begitu dekat, aku terasa tercekat. Awalnya aku tak ingin percaya jika itu adalah Om Gaven sungguhan. Sampai aku tersadar saat pria itu melambaikan tangannya di depan wajahku, membuatku tersadar sepenuhnya.
Glup
Aku menelan salivaku kasar merasakan adrenalinku teruji, tanpa membuang waktu aku segera membenarkan sikapku, berdiri tegap namun masih saja menunduk menghindari kontak mata dengan pria dewasa itu.
Entahlah, aku merasa kalau aku menatap secara langsung manik mata biru laut itu, maka aku yakin bahwa nantinya aku akan menjadi semakin gagu. Apalagi di tambah posisi Om Gaven sedekat ini denganku.
Om Gaven hanya memerhatikanku yang terdiam seraya tertunduk.
"Sini biar saya saja yang membawakan." Tiba-tiba ia memecah keheningan di antara kami, mencairkan suasana dengan mengambil tas berisi pakaianku dan membantu membawakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Om-Om Sebelah Rumah
RomanceOm Gaven namanya, dia tetanggaku, baik, kalem, dewasa. Setiap kali kami bertemu dia akan selalu menyapaku. Dia duda, anak satu. salut melihatnya setiap hari mengurus Felix, sang anak. Ku pikir hubungan kami baik, hanya sekedar tetangga. Tapi aku ta...