Akhirnya update jugaaa :")Ya.. begitulah para readers setia :""") apakah kalian masih stay di cerita ini??? :""""))
Happy bingung seperti biasa~
▪️▪️▪️
Semalaman aku mencoba untuk memejamkan kedua mataku, memilih untuk segera beralih ke alam mimpi dan melupakan semuanya untuk sementara waktu.
Ku pikir aku bisa lari dari rasa bersalah yang semakin lama semakin membuncah di relung hatiku. Tapi ternyata aku salah, bayangan ekspresi wajah Om Gaven yang kecewa terus menerus menghantuiku seperti sebuah mimpi buruk.
Berbaring ke kanan dan berbering ke kiri, semalaman aku hanya bisa memposisikan tubuhku mencari posisi yang nyaman di atas kasur empuk berukuran queen size itu, sampai-sampai aku tak sadar bahwa langit malam perlahan mulai terang di sinari sang mentari.
Dlinggg dlinggg!!! Dlingg dling!!!
Kedua kelopak mataku yang terasa berat dan lelah terusik suara deringan alarm ponsel yang berbunyi keras.
Oh, tunggu dulu? Apakah aku akhirnya berhasil tidur barang semenit saja??? Sepertinya memang begitu.
Aku terbangun dari tidur singkatku, rasanya tubuhku remuk dan berat sebab kualitas tidur ku yang buruk.
Ku regangkan tubuhku sejenak dan menatap ke sekitar. Itu adalah kamar yang sama, masih kamar bertema biru dongker yang merupakan kamar milik Om Gaven.
Indra penciumanku tak bisa bohong, aku bisa mencium aroma Om Gaven begitu melekat di setiap sudut ruangan. Aroma maskulin yang wangi dan begitu nenenangkan
Aneh, sesuatu di dalam hatiku merasakan perasaan tak menentu saat mengingat satu nama itu.
Ku matikan jam alarm yang terjeda agar tak menyala lagi. Setelah itu aku memilih untuk menyibakkan selimut dan duduk di pinggiran kasur. Terdiam mengumpulkan kesiapan diri untuk kembali menatap pria berjambang itu.
Aku masih kepikiran dengan kesalahanku kemarin. Apa seharusnya aku meminta maaf saja ya?
Mungkin hal itu menjadi salah satu pilihan yang paling tepat, tetapi ego di dalam diriku membuatku mengurungkan satu hal itu.
Ah enggak, aku nanti bilang apa ke Om Gaven? Natap matanya aja masih sungkan begitu,
Aku membatin. Helaan napas ku hembuskan pelan, ku tegapkan posisi dudukku lalu turun dari kasur dan berjalan menuju luar ruangan.
Sepi, tidak ada seorang pun di lantai dua sana. Ku sapukan pandanganku sejenak ke sekitar. Sebuah kamar dengan papan nama Felix ku dapati ada di salah satu sudut ruangan.
Bukankah itu adalah nama dari putra Om Gaven yang baru duduk di bangku tk?
Aku baru menyadari kalau Felix sama sekali tak kelihatan selama aku berada di rumah ini. Bahkan selama acara pernikahan berlangsung, si kecil Felix tak hadir di sana.
Apakah... Om Gaven menyembunyikan Felix dari semua keadaan ini? Ku rasa aku mengerti kenapa Om Gaven melakukan itu, lagipula akan sulit bagi Felix untuk menerima ibu sambung yang bahkan jauh lebih muda dari sang Mama aslinya.
Senyum getir tak ku sangka tertoreh di sudut bibirku, seakan menyalurkan sebuah perasaan sesak yang ada di relung hatiku. Walau begitu aku tetap mencoba untuk tak terlalu memikirkannya.
Sudah jangan di pikirkan, kamu nanti bakalan terus terusan kepikiran dan enggak bisa tidur lagi Nad. Aku membatin, menghempaskan salah satu kebiasaan burukku yang selalu overthinking sana sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Om-Om Sebelah Rumah
RomanceOm Gaven namanya, dia tetanggaku, baik, kalem, dewasa. Setiap kali kami bertemu dia akan selalu menyapaku. Dia duda, anak satu. salut melihatnya setiap hari mengurus Felix, sang anak. Ku pikir hubungan kami baik, hanya sekedar tetangga. Tapi aku ta...