Daniel berjalan dengan senyum yang tidak pernah usai sejak dari taman. Gila saja, dia masih memikirkan kejadian tadi. Setelah ia berucap, bertepatan saat Nara sadar. Gadis itu tiba-tiba mendorong Daniel, lalu berdiri dan berlari pergi.
Sebenarnya Daniel takut Nara marah. Karena Daniel sendiri sadar dengan apa yang ia lakukan tadi terkesan seperti sebuah pelecehan untuk gadis itu. Namun, Daniel akan mencoba beralibi jika gadis itu benar-benar marah. Bilang saja kejadian tadi tidak sengaja. Gampang, kan?
"DANIEL?!"
Daniel menghentikan langkahnya. Senyum manisnya pudar. Berganti wajah masam saat melihat guru yang akhir-akhir ini sudah ia sayangi karena jarang muncul. Eh, kenapa sekarang datang lagi?
"Kamu ngapain di sini di jam pelajaran?" tanya bu Novi ketus.
Daniel mendesah panjang. Ia melirik toilet yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Dari toilet, Bu. Ya kali mau buang air di pojokan kelas."
Bu Novi memindai penampilan Daniel.
"Ikut saya!""Ke mana, Bu?"
"Ke ruang BK!" jawab bu Novi tegas.
"Loh, saya kenapa, Bu? Saya bener-bener dari kamar mandi!" ucap Daniel bingung.
"Ada urusan lain yang harus kamu selesaikan. Sekarang, ikut Ibu!" titah bu Novi melangkah lebih dulu.
Daniel mengerutkan kening, ia bingung kenapa ia harus datang di ruangan itu lagi? Panggilan bu Novi membuatnya tersadar. Karena penasaran, ia pun memilih mengikuti bu Novi ke ruang BK.
Sesampainya di sana, Daniel bertambah bingung dengan keberadaan Nara yang duduk di ujung sofa ruangan itu. Tepukan di pundaknya oleh bu Novi yang meminta Daniel duduk di ujung sofa yang lain membuat Daniel menurut.
"Tunggu sebentar," ucap guru BK laki-laki yang tampak menghela napas panjang.
Seperkian menit kemudian, tita guru datang memasuki ruang BK. Suasana semakin mencekam untuk Nara karena ia tahu siapa guru-guru itu. Tak lain adalah kepala sekolah dan anggota kesiswaan. Lain hal dengan Daniel yang masih kebingungan.
Mereka duduk di sofa yang berhadapan dengan Daniel dan Nara. Sedangkan guru BK duduk di kiri-kanan.
Daniel berdeham, lalu melirik ke semua orang yang ada tanpa rasa takut. "Ada apa, ya?"
Guru BK pria yang diketahui bernama pak Rudi itu mengangsurkan sebuah ponsel di atas meja yang langsung memaparkan sebuah foto.
Daniel sampai menganga melihat hasil jepretan itu. Sedangkan telinganya mendengar tajam isakan lirih Nara.
"Apa maksud ini, Daniel?" tanya pak Rudi sabar.
Daniel mengerjap, ia kembali melirik foto yang menjepret begitu apik adegan beberapa menit yang lalu antara dirinya dan Nara. Sayangnya, posisi Daniel membelakangi kamera. Ah, tukang foto bego.
"Daniel!" panggil pak Rudi lagi.
"Ya?"
"Jelaskan!"
"Itu ciuman, Pak," jawab Daniel santai.
"Saya dan semuanya tau, Daniel. Tapi, apa pantas seorang siswa, apalagi siswa Cakrawala melakukan hal seperti itu di lingkungan sekolah?" ucap salah seorang wanita anggota kesiswaan.
Daniel bungkam. Bukan untuk mengakui kesalahannya, tapi karena ia bingung ingin menjawab apa. Sebab, ada kepala sekolah. Ia takut apa yang akan terucap dari mulutnya tanpa bisa dicegah adalah ucapan kasar.
"Foto itu dari siapa, Pak?" tanya Daniel pada pak Rudi.
"Kalau tidak salah namanya Marisa, anak kelas 10," jawab pak Rudi polos.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel Owns Me
Teen Fiction[Heartbeat] "Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak...