[SoTC] 2. First Case

20 6 7
                                    

Langkah kaki menuntun gadis itu untuk terus berlari menuruti insting liar menyelamatkan diri. Masih dengan seragam sekolah, seluruhnya bercampur debu dan peluh di sekujur tubuh. Tangannya mengepal erat sesuatu dalam genggamannya, berharap benda itu tak akan jatuh di tangan yang salah. Derap langkah mengikuti, meyakinkan bahwa orang di belakang sana masih mengejar.

Dengan tubuh terjungkal, ia berusaha berdiri. Tersuruk-suruk menggerakkan persendian sepasang kaki bersepatu untuk terus melangkah lebar-lebar. Menghindar dari pembunuh, atau ... entahlah, siapa sosok itu.

Raut wajah ketakutan tergambar jelas dengan sulur rambut panjang bergelombang membingkai di antara pipi. Bulu kuduk berdiri, merinding, menahan napas untuk berteriak. Bibir pucatnya bergetar diiringi tetes air mata yang berjatuhan.

Langit telah sepenuhnya berganti gulita. Gadis itu terus berlari menyusuri tiap lorong gelap yang dilauinya. Debu kering beterbangan mengiri hentakan kaki. Ubin yang dilewatinya pecah beberapa. Serta dinding bangunan yang mengelupas di beberapa bagian sisi, berbalut jaring laba-laba yang menggantung, menambah kesan menyeramkan tempat itu berada.

Tepat di perpotongan koridor, terdapat tangga tua yang menghubungkan lantai bawah dengan rooftop. Perasaan terintimidasi membuatnya tak dapat berpikir jernih. Hingga hal bodoh dilakukannya dengan menapaki tangga itu, menuju rooftop.

Usai tiba di rooftop, terdapat sebuah lemari usang berukuran besar yang berdiri kokoh di salah satu sudut. Tanpa pikir panjang ia mendekat ke sana, membuka pintu lemari dengan mudah. Lantas menyembunyikan tubuhnya di dalam lemari dengan menutup pintunya kembali.

Dalam sekejap seluruhnya berganti hening. Gelap dengan suasana suram yang mencekam. Ia mengatur napas sebisa mungkin. Menahan gerakan sekecil apa pun agar tidak menimbulkan bunyi yang dapat membuatnya ketahuan tengah bersembunyi.

Beberapa menit waktu telah berotasi. Tidak ada tanda-tanda sosok yang mengejarnya berada di tempatnya berada. Perasaan tenang perlahan tumbuh dalam benaknya. Ditatapnya sebuah benda yang ada di genggamannya. Setetes hujan kecil berhasil lolos dari sudut matanya.

BRAK!

Tidak butuh waktu lama, pintu lemari secara tiba-tiba terbuka. Spontan membuat si gadis terkejut setengah mati. Sebuah senter menyala dengan sorot cahaya yang diarahkan tepat ke mata gadis itu. Refleks tangannya bergerak melindungi matanya yang silau. Ia beringsut mundur ketakutan.

Tawa menggelegar menggema dari sosok itu. Menyiratkan betapa puasnya dia berhasil menemukan gadis incarannya. Tanpa berbasa-basi ia menarik paksa tubuh mungil itu untuk keluar. Si gadis berontak, berusaha melakukan perlawanan. Berteriak, menangis, hingga ia tak mampu mengelak lagi ketika gerakannya kalah cepat dan tenaganya kalah telak dari sosok bertubuh tinggi tegap di depannya.

"Kumohon, jangan!" rintih gadis itu masih berusaha melindungi benda dalam genggamannya.

Sejurus kemudian, tubuh gadis itu ambruk seketika. Benda yang dipegangnya terpental ke lantai. Cairan kental warna merah perlahan merembes dari balik kemeja putih hingga berganti warna serupa darah. Darah mengalir deras menggenangi lantai sampai percikannya mengenai benda berbentuk persegi itu.

Di detik yang sama, harmoni suara secara tiba-tiba mengudara dari benda itu. Frekwensinya menyentuh gendang telinga hingga mengalir ke syaraf otak. Sesaat skenario mengerikan barusan seolah terjeda. Siapa pun yang mendengar nada-nada indah itu bagaikan terhipnotis, termangu, tak kuasa menahan tangis.

Sebilah pisau dengan ujung runcing yang dipenuhi darah terpelanting ke lantai. Kelopak mata si gadis terbuka samar-samar. Menangkap sosok bertubuh tegap itu berjalan perlahan mendekat ke arahnya ... bukan, lebih tepatnya memungut benda bersuara itu. Gadis itu ingin bicara, namun suaranya seperti ditelan udara. Sampai denting napas yang terakhir, kelopak matanya tertutup. Terpejam disusul hembusan angin menyapu sangat keras.

Voice; Song of The Curse [#NumiEuE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang