[SoTC] 3. Unsolved Riddle

20 6 18
                                    

Monitor sebuah komputer terlihat menayangkan hasil rekaman CCTV. Di sebuah ruangan, sekerumun orang yang terdiri dari perwakilan murid, beberapa pihak sekolah, serta orang tua dari Adeeva hadir memadati ruangan. Duduk berderet membentuk setengah lingkaran dengan sebuah meja tinggi sebagai pusatnya. Serius menonton reka ulang kejadian di ruang musik. Mereka membisu, dengan otak berkutat pada rantai spekulasi tentang kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi.

Suasana tegang membungkus atmosfer di dalam ruangan. Berbalut kentalnya duka yang masih dirasakan setelah kepergian seorang Adeeva.

Usai tayangan CCTV diputar untuk yang kesekian kali, perbincangan mulai memecah keheningan.

"Dilihat dari hasil rekaman CCTV ini, sebelumnya tidak ada sesuatu yang terjadi dengan Adeeva. Jelas-jelas, dia sendirian di ruang musik, lalu secara tiba-tiba tubuhnya terjatuh begitu saja. Kemudian dinyatakan meninggal." Bu Haruni, selaku Waka Kesiswaan, berujar lantang.

Austin, yang merupakan ayah Adeeva, turut buka suara. "Memang benar demikian. Tapi berdasarkan kesaksian dari sebagian besar murid di sini, sebelum hal itu terjedi, terdengar teriakan minta tolong dari dalam ruang musik."

"Ya, bukankah tidak masuk akal bila teriak minta tolong, jika memang Adeeva tewas karena mengakhiri hidupnya sendiri?" Maria--ibu Adeeva balas beropini. Netranya berkaca-kaca, menyiratkan pilu setelah kematian putri semata wayangnya.

Kedua tangan Austin merangkul pelan bahu Maria. Berusaha menyalurkan ketenangan pada istrinya yang tampak resah dengan bahu naik turun.

"Bukankah akan lebih baik jika kasus ini diselidiki pihak kepolisian?" usul Maria seketika. Kalimatnya spontan menambah ketegangan yang terjadi.

Cempaka, Tigris dan Leon yang juga berada di sana--saling lempar pandang. Seolah berdiskusi melalui manik mata yang beradu.

"Maaf, Bu Maria dan Bapak Austin." Pak Rodriz--Kepala Sekolah, menimpali. "Ini hanya tragedi yang tidak terduga. Kami semua di sini tahu, tidak ada tanda-tanda kekerasan apa pun, yang terlihat di jasad Adeeva." Ia menarik napas sejenak seraya membetulkan posisi duduknya, kemudian melanjutkan. "Adeeva adalah salah satu siswi berprestasi yang berhasil mendapatkan beasiswa di sekolah ini. Kami selaku pihak sekolah, akan memberikan kompensasi kepada keluarga Adeeva, atas kejadian ini. Hanya saja, kami tidak setuju bila kasus ini harus dicampur tangani pihak polisi."

"Kenapa?" Maria bangkit dari duduknya. Deru napas memburu, mukanya merah padam. "Hanya karena tidak ingin reputasi sekolah ini memburuk, karena itu pihak sekolah tidak ingin mengusut kasus ini dalam penyelidikan polisi?"

Austin turut bangkit menyusul istrinya. "Maaf, kami hanya ingin kasus ini diusut dengan jelas. Saya rasa ada sesuatu yang janggal dengan kematian putri kami."

Seluruhnya saling beradu pandang. Embusan napas terasa bagai bisiskan suram yang menghanyutkan pada suasana mencekam. Perdebatan tak dapat terelakkan.

"Sekali lagi saya katakan, selama kasus ini bisa ditangani dengan jalan tengah tanpa melibatkan pihak luar, kami selaku pihak sekolah akan mempertangggung jawabkan semuanya." Pak Rodriz berujar, kalimatnya terdengar penuh penekanan.

"Benar, Bu Maria dan Pak Austin." Bu Haruni menegakkan tubuhnya. "Melibatkan pihak polisi pun percuma, sebab tidak ada bukti kuat yang menyatakan jika kasus ini adalah kasus pembunuhan atau sejenisnya. Meski sebelumnya terdengar teriakan minta tolong, namun seperti yang kita lihat dalam rekaman CCTV, tidak ada hal apa pun yang terjadi pada Adeeva. Tubuhnya jatuh begitu saja!"

"Kami tetap ingin kasus ini ditangani poilisi!" Maria tetap pada pendiriannya.

Suasana bertambah panas. Benteng pertahanan yang dibangun kedua belah pihak sama-sama kuat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Voice; Song of The Curse [#NumiEuE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang