Rei duduk di sebuah ruangan gelap dan hanya di terangi oleh cahaya lilin. Pintu fusuma bergeser dan terlihat pemimpin pemburu iblis, Ubayashiki Kagaya masuk ke dalam ruangannya.
"Kibutsuji Rei. Senang bertemu denganmu." Sapa Kagaya dengan senyuman Buddhanya.
"Ya. Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Rei tanpa berlama-lama. Bulu kuduknya sedari tadi merinding merasakan aura permusuhan dari kesembilan Hashira di balik pintu fusuma tersebut.
"Aku ingin kau membantu kami mengalahkan Muzan." Rei yang sedang meminum tehnya tersedak kaget dan menatap Kagaya penuh tanda tanya.
"Kutukan itu membuat kepalamu geger sepertinya." Sarkas Rei menatap jijik Kagaya.
"Sayangnya tidak." Balas Kagaya sambil masih tersenyum. "Apa kau mempunyai ambisi seperti kakakmu?" Tanya Kagaya.
"Menurutmu?"
"Tidak. Kau iblis yang berbeda dengan kakakmu yang penuh dengan ambisi." Jawab Kagaya tanpa sadar membuat Rei tersenyum.
"Jangan terlalu menyimpulkan sesuatu dengan cepat. Hati seseorang tidak ada yang tahu." Ucap Rei sambil menatap lilin yang perlahan meredup.
Kagaya tersenyum simpul dan membuka lembaran tua tepat dihadapan Rei. "Perjanjian darah? Apa yang kau rencanakan, Ubayashiki?" Tajam Rei menatap tak suka lembaran tersebut.
"Hanya untuk berjaga-jaga." Balas Kagaya dan meneteskan darahnya di atas lembaran tersebut. "Giliranmu." Rei melirik Kagaya sebentar dan meneteskan darah di atas lembaran tersebut.
合意に成功
Tulisan tersebut muncul sebentar dan menghilang secara perlahan bersamaan dengan hilangnya lembaran tersebut. "Licik seperti biasa, Ubayashiki."
Kagaya tersenyum dan bangkit berdiri. "Nikmati harimu."
Setelah Kagaya keluar, Rei tersenyum menyeringai dan mengambil sesuatu dari saku celananya. "Licik, tapi tidak cerdik." Monolog Rei dan membakar surat tersebut. "Bersenang-senang sebentar sepertinya bagus."
Rei merapikan pakaiannya dan berjalan keluar dari sana tanpa membalas tatapan tajam para Hashira padanya. Dirinya hanya berjalan sembari bersenandung kecil. "Lihat wajahnya. Tidak ada rasa bersalah sama sekali." Sarkas Sanemi dengan urat-urat menonjol.
"Ada masalah untukmu, Shinazugawa Sanemi?" Ucap Rei sambil tersenyum mengejek membuat amarah Sanemi seakan ingin meledak. "Iblis bajingan!"
"Ajari anak-anakmu tata krama, Kagaya." Ucap Rei dan berjalan pergi dari sana. Kagaya menatap punggung Rei dengan pikiran kosong. "Semoga keputusanku ini benar.."
"Maaf mengganggu kalian, Oyakata-sama, Hashira-sama tachi. Kochou-sama dan Kanroji-sama kembali sambil membawa Tokito-sama yang terluka parah." Ucap kakushi tersebut membuat mereka semua terkejut.
"Bagaimana keadaan Muichiro sekarang?" Tanya Kagaya dengan wajah tenang.
"Lumayan membaik, Oyakata-sama. Tokito-sama hanya perlu beristirahat dengan cukup."
"Wakatta. Arigatō." Setelah kakushi tersebut pergi, hening sejenak disana. "Iblis itu melukai Tokito." Celetuk Kyoujuro.
Kagaya mengangguk. "Walaupun sudah membuat pernjanjian, tetap awasi Rei. Dia licik dan juga cerdik."
Rei yang sedang berjalan-jalan di sekitar markas terkejut dengan sebuah katana yang ditodongkan padanya.
"Woah, santai saja, Kamado Tanjiro."
~
Happy birthday to me!!
•───────•°•❀•°•───────•
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
【𝐄𝐍𝐃】 𝐊𝐢𝐛𝐮𝐭𝐬𝐮𝐣𝐢 𝐒𝐢𝐬𝐭𝐞𝐫 | 𝐊𝐢𝐦𝐞𝐭𝐬𝐮 𝐍𝐨 𝐘𝐚𝐢𝐛𝐚
Fanfiction[THIRD BOOK] Mungkin beberapa orang tidak akan percaya bahwa sang raja iblis memiliki adik perempuan yang sama atau bahkan kejamnya melebihi sang kakak sendiri. Kibutsuji Rei. Adik dari Kibutsuji Muzan yang sudah hidup dan bertemu dengan banyak oran...