Setelah acara tanam menanam bunga selesai, ketiga pelayan Arwena plus sang ksatria bergegas menggiring Arwena untuk membersihkan diri. Mengganti bajunya dengan baju yang baru. Terlebih, saat Feya tidak sengaja mendengar berita bahwa Countess Abbe akan datang menemui majikan kecilnya.
Arwena —yang tengah sibuk di dandani, tidak bisa lagi menahan diri untuk bertanya. Kepalanya sudah berdenyut melihat ketiga pelayannya itu mondar mandir di depannya, sibuk mengurusi pakaian atau riasan seperti apa yang hendak di pakainya.
Satu kata untuk mereka, rusuh.
"Astaga. Ada yang bisa jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"
Mendengar suara nyaring dari Arwena, sontak membuat ketiga pelayannya -Feya, Mela, dan Siena berhenti. Saling pandang seperti sedang telepati. Arwena yang melihat itu, kembali bertanya. "Kenapa kalian mendandani ku seperti ini? Aku.. tidak sedang bersiap untuk pergi ke pesta, kan?"
Sekilas, Arwena dapat melihat aksi saling melempar jawaban seperti yang pernah Arwena lakukan di kehidupannya dulu saat ia masih duduk di bangku sekolah, sebelum akhirnya Feya terlihat kalah. Memilih untuk menjawab, "Mohon maaf atas kelancangan saya, nona. Tapi saya mendengar Countess Abbe hari ini berkunjung, ia berniat untuk mengunjungi Duke Sliamor untuk membahas kesepakatan sekaligus menemui anda."
Begitu, ya.
"Apa beliau sudah meminta izin pada Papa?"
"Kalau itu, saya tidak tahu. Mungkin sudah. Sebentar lagi beliau mungkin—" ucapan Feya terpotong dengan ketukan pelan, namun terasa keras dari pintu mengalihkan seluruh atensi empat pasang mata sekaligus.
"Ayo, nona. Sebaiknya anda bersiap." kata Mela yang lebih dulu sadar, mengangkat tubuh mungil Arwena -yang sudah selesai di mandikan itu ke atas kursi meja rias. Siap untuk di dandani oleh mereka.
Siena yang terakhir sadar, beranjak untuk pergi keluar. "Biar saya yang akan menemui Countess lebih dulu, nona. Anda silahkan bersiap."
Arwena terlihat mengangguk tanpa bisa melakukan apa pun, selain menurut saat Feya memintanya untuk menatap ke depan. Ke arah cermin. Membiarkan dua orang pelayannya yang lain.
Meski dalam hati, Arwena merapal ciri ciri yang pernah ia bayangkan saat menggambarkan sosok dari Melle Abbe —Countess Abbe yang terkenal lembut serta tegas bersamaan hingga membuatnya penasaran bagaimana rupa wanita itu yang sebenarnya.
•°•°•
Satu jam —waktu tersingkat menurut kedua pelayannya untuk berdandan, Arwena akhirnya selesai dengan gaun putih pink berenda miliknya. Tentunya minus topi —seperti di mulmed. Karena dari pada topi yang menurutnya ribet itu, Arwena lebih memilih rambutnya di beri hiasan bunganya saja.
Dan.. jadilah tampilan bocah berusia empat tahun itu bak boneka berjalan.
"Bagaimana, nona? Apa anda menyukainya?" tanya Mela dengan semangat saat gadis kecil itu di perbolehlan membuka matanya —kata Mela biar kejutan makanya di tutup.
Arwena sendiri terlihat speechless. Sedikit menyesali dirinya yang bisa bisanya menciptakan hampir seluruh tokoh di novel ini —termasuk pelayan, bahkan budak dengan paras rupawan.
Tidak pernah terpikirkan dalam mimpinya sekalipun, ia akan masuk menjadi bagian dari mereka. Lebih lebih menjadi Arwena —keluarga bangsawan yang seluruh anak perempuannya cenderung memiliki mata yang besar. Kalau tau begini, ia buat sosok wajah Arwena jadi buruk rupa atau punya kutukan di wajahnya saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince Obsession
Fantasy[Cover ilustrasi Kian] The Crown, Diamond, and Beauty adalah novel paling laris yang pernah Valen buat. Banyak yang suka dengan adegan dimana Kian -sang Male lead begitu menyayangi Vika sampai mungkin rela terjun ke Jurang kalau Vika yang suruh. Pad...