Wish List: 5

560 52 26
                                    

Napak tilasku hari ini berakhir sebelum malam tiba.

Sepulang dari lunch, jujur aku udah gak konsen mau ngapa-ngapain. Bahkan diajak Ina ke warung bakso di dekat kantor lama alias tempat aku dan Bhas ketemu lagi pun sama sekali gak bikin aku excited. Pikiranku ketinggalan di meja restoran deh kayaknya. Alias masih kebayang-bayang cerita Luken tadi.

Kupikir hidupku sekarang sempurna. Aku menikahi Bhas, resign dari pekerjaan yang bikin aku dimaki-maki netizen lalu punya toko roti sendiri, tidak perlu membiayai sekolah Luken lagi, dan sederet impian lainnya yang selalu kuselipkan dalam doa, semua satu persatu terkabul. Tapi hidup yang sempurna itu apakah benar-benar ada? Gimana kalau yang aku jalanin sekarang bukan tipikal 'mimpi jadi kenyataan'? Gimana kalau ini justru realita? Gimana kalau... aku gak bisa balik selamanya?

"Bhas, besok masih libur?" tanyaku seraya meletakkan semangkuk semur daging di atas meja makan. Gak masak lagi kok, yang kemarin aja dipanasin.

"Besok Minggu kan? Masih. Kenapa?" mata gemas itu membulat. Hhhh... ngeliat Bhas makan dengan lahap, somehow lumayan berhasil menghiburku. I'm so easy to please.

"Kamu mau ikut.... nginep di rumah Ibu gak?"

Gerakan rahangnya memelan. "Mereka sehat kan?"

"Sehat... sehat kok. Lagi kangen aja," balasku tak ingin ditanya-tanya sesuatu yang aku sendiri kurang yakin. "Sama pengen ketemu Nala."

"Senin pagi aku bisa berangkat ke kantor dari rumah kamu. Tapi kayaknya gak bisa nganterin kamu ke pasar. Gapapa?"

Aduh, tugas apalagi nih? Kok tiba-tiba jadi ke pasar? Pasar apa?? Perasaan di kulkas pasokan makanan masih banyak.

"Oh, gak apa-apa. Aku nanti pergi sama Ina aja."

"Bukannya Ina gak suka diajak belanja bahan buat kue? Kamu pernah cerita. Jadinya kamu selalu pergi sendiri atau sama Cici."

Ooooooh belanja bahan tohhh. Apakah hari Senin adalah jadwalku belanja? Aku harus beli apa aja dong? Belinya di mana? Berapa banyak?

Arghhhhh! Tolong ingatkan aku buat kontak Ina abis ini. Aku benar-benar blank!

"Hmm enggak kok. Ini dia yang request minta diajak. Lagi ngidam kayaknya."

Bhas mengangguk santai, gak mau ambil pusing sama alasanku yang aku sendiri pun dengernya aneh. Bagus, fokus makan aja ya kamu, Sayang.

"Btw, Bhas. Ini aku penasaran aja sih pengen tau. Menurut kamu, aku yang sekarang dan aku yang dulu kamu temuin di warung bakso lebih asik mana?"

Lagi-lagi Bhas menjawab santai. Kayak jawaban itu udah ada di luar kepala. "Sama aja."

"Bukannya aku sekarang jadi lebih sering marah-marah?"

Ayo, Bhas. Jawab.

"Gak ngaruh. Aku gak pernah takut kamu marah. Aku takutnya kalo kamu diemin aku."

Bhas sengaja mengunyah lebih lama selama makan. Pasti sambil menyusun kalimat di kepala.

"Menurut kamu... akhir-akhir ini kita tuh ada masalah apa sih?"

Kesannya kayak ngetest ya. Padahal aku beneran gak tahu.

Kedua alis Bhas terangkat. "Gak ada."

"Serius?"

"Masalah apa lagi? Soal dinner kan kamu udah maafin."

Ingin sekali aku bertanya ya kenapaaa soal dinner aja aku sampe marah??? Tapi yang keluar cuma "Kalo sebelum itu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Test DriveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang