3

15 2 0
                                    

—Ketakutan—

TIGA hari berlalu semenjak skandal yang menimpa Millo, hingga saat ini skandal itu terus berlanjut karena para pembenci terus-menerus memberi komentar kebencian kepada Millo.

"Rud!" teriak Millo dari dalam kamarnya.

"Kenapa lagi Mil, jangan panggil terus dong, manfaatin aja libur kamu itu." Miko datang dengan wajah bantalnya seperti habis terbangun dari tidurnya.

"Ini bukan waktunya santai, hampir setiap hari kita dapat paket yang isinya tikus mati, burung mati, darah sama poster wajah tampanku yang dirobek-robek," sambil melemparkan bantal ke wajah Miko.

Miko menangkap bantal itu. "Yah mau gimana lagi, mending di kamar aja kalo takut."

"Kamu pikir aku takut?"

"Terus kalau tidak takut kenapa selalu menyuruhku membuka semua paket dan berjalan mendahuluimu bila masuk ruangan," keluh Miko.

"Karena itu sudah tugasmu," sahutnya sambil memalingkan wajahnya. "Kamu itu juga kalau jadi manajer nggak mau bantuin apa-apa untuk menyelesaikan masalah itu."

"Bukannya kamu bilang kemarin sudah punya cara untuk masalah tersebut."

"Iya emang ada," gumamnya tanpa menatap Miko, tapi masih bisa didengar Miko.

"Nah kalau begitu kenapa tidak dilakukan?"

Millo memalingkan wajahnya menatap Miko. "Kamu pikir gampang melakukannya! Aku dari kemaren aja bingung mau buat skandal apa supaya nutupin masalah ini, semuanya berantakan gara-gara wanita kuntil itu," sambil menunjuk wajah Miko.

Miko mengalihkan tangan Millo. "Ya jangan disebut begitu juga kali, siapa tahu kalau dia jodoh," sambil menaikkan turunkan alisnya menggoda Millo.

Satu pukulan guling kena tepat sasaran di wajah Miko. "Siapa juga yang mau dengan wanita setan itu. Yang ada malah bergentayang terus dimana saja," ujarnya sambil merasa merinding memikirkannya.

"Hahaha ... Kau lucu."

"Siapa yang melucu?!" teriak Millo.

Miko memutar matanya dan mendengus pergi meninggalkan Millo yang masih berada di dalam kamarnya. Miko tidak bisa berbuat banyak karena dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan, selama dia menjadi manajer Millo baru kali ini Miko harus mengurus skandal yang terbilang cukup serius.

Miko kembali menyibukkan dirinya dengan membereskan kiriman dari pembenci Millo sekarang. "Ini orang nggak ada lelahnya mengirim beginian. Emang dia psikopat apa yang suka kirim begini?" keluh Miko sambil menggunakan sarung tangan karet, kacamata renang dan jepitan pakaian di hidungnya.

Selama tiga hari Millo mengurung diri di dalam kamar tanpa melihat media sosial atau pemberitaan negatif tentang dirinya. Terpaksa, karena Miko mencoba menahannya agar tidak melihat media sosial lagi karena setiap amarahnya pasti jatuh ke Miko. Millo berusaha menenangkan diri sambil membuat lagu dengan gitar kesayangannya, karena kejadian ini lagu yang seharusnya dikeluarkan terhambat.

"Apa yang harus aku lakukan, semuanya terasa berantakan." Millo mulai gundah dengan perasaannya. "Aku nggak bisa nunggu lagi, ini sudah terlalu lama." Millo berdiri membuka pintu kamarnya.

"Rud! Nurud! dimana ponselku?"

Miko tersentak, dia berpaling ke arah Millo sambil menunjuk ke atas meja. "Kamu yakin mau buka media sosial, komentarnya sadis banget dan setajam silet," ujar Miko melebih-lebihkan sambil meneruskan aktivitasnya. Dia teringat sesuatu dan langsung berbalik ke arah Millo. "Tapi tunggu!" Millo menghentikan langkahnya.

First LOVE ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang