03 Greed

38 26 19
                                    

    “Ibunya Cina percaya bahwa… akan ada empat korban lagi.” Ucapan Danti masih terus teringat di pikiranku. Bahkan hal itu terus menggangguku hingga saat jam pelajaran. Aku sempat dimarahi oleh guru karena tidak mendengarkannya. Tapi bagaimana aku bisa tenang. Kami memang mendapatkan sebuah petunjuk dan nama pelaku pembunuhan keji ini, seseorang yang bernama Asnia. Tapi di saat yang bersamaan, kami juga diberitahu bahwa akan ada empat korban lain lagi. Aku harus menemukan Asnia ini, lalu memberitahu polisi. Tapi sebelumnya… aku juga harus mencari tahu keempat korban ini.

    “Danti,” panggilku kepada Danti yang berdiri dan sepertinya hendak bersiap untuk pulang.

    “Hm?”

    “Apa kau sibuk sehabis ini?”

    “Hm… lumayan sih. Kenapa?”

    “Ah, tidak apa-apa, hehe.”

    “Kenapa?” dia mengulangi, sambil tersenyum tapi dengan nada yang mengancam.

    “Aku ingin pergi menemui Kaito, membahas tentang apa yang kita temukan semalam. Dan aku ingin mengajakmu. Tapi jika kau sibuk tidak apa kok.”

    “Hm… baiklah.” Dia berjalan menuju luar kelas. Sepertinya aku hanya akan membahas ini berdua dengan Kaito. “Apa yang sedang kau tunggu?” tanya Danti saat di depan pintu kepadaku. “Bukankah kau tadi mengajakku kencan?”

    “Eh?” Aku tidak percaya dia mengatakan itu dan membuat beberapa murid laki-laki melihatku dengan mata mengancam. Tapi aku menjadi tenang karena dia mau ikut.

    Kaito sudah berada di tempat duduk kesukaannya saat aku dan Danti sampai di perpustakaan daerah, bersama dengan kopi hitam favoritnya. Aku tidak tahu apa enaknya minuman pahit yang biasanya diminum para orang dewasa itu, tapi Kaito bilang itu membantunya berpikir. Dia memang pintar, tapi seharusnya dia juga berperilaku seperti anak smp pada umumnya.

    Setelah kami bertiga duduk. Aku-pun mulai menceritakan tentang apa yang kami temukan di rumah Cina. Tentang catatan dan juga… tentu saja, Asnia.

    “Jadi kalian berhasil menemukan nama pelakunya… kerja bagus. Dan sekarang giliranku mencari tahu orang-orang yang memilki nama itu. Ini mungkin tidak sebentar, tapi aku pastikan jika aku akan menemukannya.”

    Sekarang kami serahkan pencarian orang itu kepada Kaito, dan beralih tentang mencari tahu siapa korban-korban berikutnya.

    “Tujuh Dosa Besar… sepertinya aku tahu apa yang dimaksud.” Kaito mulai mengetik-ngetik laptopnya, lalu memperlihatkannya kepada kami. Dari apa yang kulihat, itu adalah…

    “Anime?”

    “Ya. Ini anime yang seru loh, tentang tujuh pejuang berlambangkan tujuh dosa besar yang menyelamatkan dunia dari serangan para iblis. Pemimpin mereka adalah seorang laki-laki bertubuh kecil bernama Meli—“

    “Ini bukan saatnya membahas anime!” teriakku yang langsung mendapatkan perhatian oleh orang-orang yang berada di dalam perpustakaan, dan ditegur oleh sang penjaga. Kaito membuatku jengkel, dan Danti hanya terkikik pelan melihatku dipermalukan seperti itu.

    “Tenanglah Paris, bukankah ini yang kau temukan? Tujuh Dosa Besar? Dan inilah yang pertama terlihat saat aku menulisnya dalam pencarian.”

    “Tidak mungkin semua ini ada hubungannya dengan anime. Selain itu… aku tidak mungkin bisa tenang mengetahui akan ada empat temanku lain yang akan menjadi korban.”

    “Aku tahu itu… tapi terburu-buru juga tidak akan membuamu menemukan apa yang kau cari. Kadang bersikap tenang merupakan kunci dalam memecahkan masalah.”

Asnia & Tujuh Dosa Besar (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang