our baby

1.3K 103 2
                                    

Cw/ Mpreg

Jeno saat ini sedang duduk di kursi yang tersedia di balkon kamarnya, memandang langit malam yang gelap dengan angin yang berhembus lumayan kencang menandakan hujan mungkin akan segera turun, tapi ia tidak peduli, ia hanya ingin duduk di sini merenungkan semua yang telah terjadi di kehidupannya, memikirkan apa yang harus ia lakukan jika semua telah berakhir.

Pernikahan yang terjadi antara dirinya dan seorang pria bernama Mark Lee, pernikahan atas dasar perjodohan yang di lakukan dua keluarga bermarga sama itu terjadi karna janji yang di buat oleh nenek mereka dimasa lalu. Membuat ia kini terjebak pernikahan yang berbatas waktu satu tahun, waktu yang diberi oleh Mark sebagai batas waktu pernikahan yang tidak ia inginkan karna ia tidak mencintai Jeno, Jeno pun hanya mengiyakan itu, ia tidak mungkin mengatakan tidak karna ia juga tidak bisa memaksa Mark selalu bersamanya, Mark punya kekasih sebelum pernikahan ini terjadi dan mungkin mereka akan menikah setelah mereka bercerai sesuai perjanjian.

Jeno mengusap perutnya yang membuncit, merasakan kehidupan di dalam sana, kehamilannya sudah menginjak usia 6 bulan, dan dua bulan lagi tepat pernikahannya berusia satu tahun, di mana ia harus siap berstatus sebagai single parent.

                                     .
                                     .

Mark memarkirkan mobilnya di garasi, jam menunjukkan pukul 10 malam, ia baru pulang karena pekerjaan yang mengharuskannya untuk lembur. Membuka pintu dan melihat keadaan rumah yang sepi, sepertinya Jeno sudah tidur, pikirnya.

Menaiki tangga menuju kamarnya, Mark tidak sengaja melihat pintu kamar Jeno yang sedikit terbuka, berniat menutupnya sebelum matanya tidak sengaja melihat ke arah kasur yang kosong, karna penasaran Mark memutuskan masuk dan menemukan Jeno yang terduduk di balkon, keadaan di luar sedang hujan, rintikan hujan sedikit membahasi balkon. Mark yang melihat itu berjalan menuju Jeno sebelum langkahnya terhenti karna ucapan Jeno.

" Nanti, kalau semuanya berakhir kita pulang ke Desa ya, ada rumah peninggalan Kakek yang tidak di tempati di situ, kita bisa berkebun di belakang rumah, dedek mau kan hidup berdua sama Mama?"

Jeno mengusap perutnya sambil mengajak sang anak berbicara.

" Maafkan Mama kalau nanti dedek cuma punya Mama, tapi Mama akan mengusahakan segala cara untuk kamu agar bahagia, karena Mama cuma punya kamu, kamu cuma punya Mama. "

Jeno memandang langit yang menjatuhkan air yang membasahi bumi, seolah ikut merasakan kesedihan yang di rasakan nya.

Mark yang mendengar ucapan Jeno merasakan sesak di dadanya, melihat bagaimana Jeno yang mengajak bicara anak yang ada di dalam kandungannya dan mengelus perut buncitnya dengan pandangan kosong ke depan.

Mark tau dirinya telah menyakiti Jeno, membuat pernikahan yang seharusnya bahagia menjadi luka bagi Jeno karna perjanjian yang telah ia buat. Mark sempat berpikir kalau Jeno hanyalah beban bagi dirinya, penghalang kebahagiaannya, seharusnya Mark bisa menikahi kekasihnya jika saja tidak ada perjodohan konyol yang dilakukan Neneknya.

Tapi sekarang Mark sadar, Jeno bukanlah beban baginya, bukan pula penghalang kebahagiaannya. Jeno adalah sumber bahagia yang sebenarnya, pemuda yang selalu mengusahakan terbaik untuknya, melakukan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik, tidak pernah menuntut apapun darinya.

Mark akui ia bodoh jika melepaskan Jeno, titik pusat hidupnya, ia tidak ingin penyesalan menghampirinya.

Mark berjalan menghampiri Jeno, berlutut di depannya dan berhadapan langsung dengan perut buncitnya.

"Kenapa belum tidur? Diluar hujan."

Jeno hanya melirik Mark sekilas lalu menggelengkan kepalanya.

"Aku belum mengantuk, kamu baru pulang?"

"Iya, lebih baik masuk kamar, hujannya semakin deras."

"Aku ingin di sini saja, rasanya dingin."

"Nanti kamu demam, kasian dedek nya Jeno."

"Aku tidak apa-apa, kalau aku sakit nanti aku akan merawat diriku sendiri seperti biasanya."

Mark merasakan hatinya berdenyut sakit mendengar perkataan terakhir Jeno, sebrengsek itukah dirinya hingga Jeno harus melalui semuanya sendirian dan bisa bertahan sampai detik ini.

"Maafkan aku.. Jeno, tolong maafkan aku."

Jeno memandang Mark yang berlutut di hadapannya dengan pandangan bertanya.

"Maafkan aku telah menyakitimu, maafkan aku yang membuatmu menderita dengan pernikahan ini."

"Tidak, ini bukan salahmu, harusnya aku yang minta maaf karna merusak kebahagiaanmu dengan kekasihmu, dua bulan lagi tepat satu tahun seperti perjanjian pernikahan yang kita sepakati, kau akan terbebas dariku, tidak ada lagi yang akan menghalangi kebahagiaanmu."

"Tidak Jeno, jangan pergi. Aku akui diriku memang pria brengsek tapi aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku akan membatalkan perjanjian yang pernah aku buat."

Jeno hanya diam mendengar ucapan Mark, tapi matanya meneteskan air mata yang membuat Mark panik.

"Jangan menangis, tolong jangan tangisi pria sepertiku."

"Apa yang harus kulakukan Mark, aku tidak punya apapun lagi yang tersisa di sini, aku sendirian, aku hancur sendirian."

Mark membawa Jeno ke pelukannya, membiarkan kemejanya basah karna air mata, diam-diam Mark juga menangis menyesali perbuatannya yang telah menyakiti Jeno begitu dalamnya.

"Jangan pergi dariku, aku akan perbaiki semuanya, aku tidak bisa hidup tanpamu Jeno, aku tidak ingin kehilanganmu."

Mark menjauhkan Jeno dari tubuhnya, menangkup wajah pria manis di hadapannya, mengusap air mata yang membasahi pipi berisi istrinya.

"Aku dan Jasmin sudah putus berbulan-bulan yang lalu, aku sudah memutuskan ini cukup lama, aku memilihmu Jeno. Aku memilihmu karna aku mencintaimu, karna kau hidupku. Kau mau kan tetap bersamaku?"

Cukup lama Jeno diam sebelum menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Mark.

Mark yang melihat Jeno mengangguk langsung membawa Jeno ke pelukannya, menangkup wajahnya dan mulai mencium bibir kemerahan milik Jeno, menyalurkan rasa bahagianya.

Jeno menutup matanya merasakan bibirnya yang dilumat begitu lembut oleh Mark, ia harap keputusan yang ia ambil tepat, setidaknya bayinya mempunyai orang tua yang lengkap.

Mark melepaskan pagutan keduanya, membawa Jeno ke dalam gendongan dan membawanya memasuki kamar, menidurkannya di atas kasur milik Jeno.

Mereka terdiam sebelum Mark ingin beranjak dan pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, Jeno menggenggam tangannya.

"Jangan pergi, temani aku tidur."

"Aku hanya ingin mandi dan berganti pakaian, aku akan tidur di sini malam ini." Mark mengecup kening Jeno dan pergi keluar untuk ke kamarnya.

Jeno melihat ke langit-langit kamar, memikirkan kembali keputusannya, apakah Mark serius dengan ucapannya atau hanya sekedar ingin ia menetap untuk anaknya saja, Jeno pusing memikirkannya.

Sekitar 10 menit Mark kembali memasuki kamar Jeno dengan setelan piyama, membaringkan tubuhnya di samping Jeno yang sudah tertidur, memeluknya dari belakang dan mengusap perut yang berisi calon anak mereka.

"Aku mencintaimu Jeno, jangan tinggalkan aku."Mark mengecup bahu Jeno sebelum menyusulnya ke alam mimpi.

Mark dan Jeno berharap hubungan mereka akan membaik setelah ini dan dapat memulai membangun keluarga bahagia dengan calon buah hati mereka.

Semoga kebahagiaan selalu menyertai keluarga kecil ini.




MarkNo One shootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang