***
Tubuhnya langsing cenderung kurus, rambutnya hanya sebatas bahu dan dibiarkan tergerai. Warnanya pirang, cocok sekali dengan warna kulitnya. Wajar rupawan itu dirias jadi semakin cantik, dengan sebuah terusan selutut berwarna hitam senada dengan blazer dan sepatu boots-nya. Hitam adalah warna favoritnya, ia merasa luar biasa menawan setiap kali mengenakan pakaian hitam, meski dirinya tahu ia tetap cantik dengan warna apapun.
Duduk di atas sofa dengan banyak sorotan lampu, gadis itu tersenyum. Menyapa seorang pembawa acara di sebelahnya, juga semua kamera yang merekamnya. Pembicaraan dimulai dengan bagaimana suasana hatinya sekarang dan ia luar biasa senang sebab penyiksaannya baru saja berakhir. "Proses pembuatan albumku selalu menyakitkan," katanya sembari tersenyum. "Ada banyak hal yang harus aku pikirkan, ada banyak hal yang harus aku urus, kurang makan, kurang tidur, stress, aku tidak bisa makan atau tidur kalau pekerjaanku belum selesai, kalau rekamanku belum sempurna, kalau dance-nya belum sesuai. Sekalipun bisa tidur, tidurku tidak terasa nyenyak, aku merekam banyak sekali lagi, tapi setiap kali mendengarkannya, mereka terdengar sama, jadi aku mengulangnya lagi. Sulit sekali. Tapi akhirnya album itu berhasil dirilis, hari ini. Aku sangat... Sangat senang! Ahh... Akhirnya aku bisa pergi dari studio rekaman, aku bisa tidur, aku bisa makan," ceritanya pada wanita pembawa acara yang menemaninya. Setelah lebih dari dua belas tahun bekerja di industri hiburan, ia tidak lagi gugup di depan kamera. Seolah sudah mendapatkan kepercayaan semua orang yang melihatnya, ia merasa dirinya bisa mengatakan apapun yang ada di kepalanya sekarang.
Mulai dari membicarakan albumnya yang baru saja di rilis— hanya mini album dengan dua buah lagu— sampai jadwalnya selanjutnya, gadis itu terlihat begitu santai. "Apa setelah ini anda juga akan datang ke acara musik?" tanya penasaran sang pembawa acara.
"Tidak," gadis itu menggeleng, kemudian menoleh ke arah sutradara juga penulis naskah acara bincang-bincang itu. "Aku tidak datang ke acara musik. Aku bilang pada managerku kalau aku tidak ingin ikut di acara musik, dan dia langsung mengiyakannya. Hm... Tidak perlu datang, biarkan pendatang baru saja yang datang ke sana— begitu katanya, santai sekali. Bahkan CEO agensiku terkejut mendengarnya," ceritanya, tidak peduli kalau cerita itu akan dipotong atau ditayangkan nantinya.
"Wah... Managermu keren," komentar pembawa acara tadi. "Aku dengar dia juga punya fansnya sendiri?"
"Hm..." Sang bintang mengangguk. "Aku bahkan merasa fansnya lebih banyak daripada fansku. Saat aku pergi ke Jepang bersamanya, ada segerombolan anak sekolah menghampiri kami. Dua anak meminta tanda tanganku dan tiga lainnya meminta tanda tangannya. Saat itu aku sadar kalau aku harus bekerja lebih keras lagi."
Pembicaraan berlangsung lebih dari sembilan puluh menit, tanpa di jeda, tanpa di potong, tanpa di sela. Sang bintang dan pembaca acaranya berbincang begitu akrab seolah mereka adalah teman dekat yang baru bertemu setelah beberapa tahun tidak melihat satu sama lain. Pembicaraan itu berakhir setelah sutradara dan penulis pertanyaannya mendapatkan semua jawaban dari daftar mereka.
"Cut!" setelah sutradara berkata begitu, Lalisa Kim— sang bintang— juga Jennie Kim si pembawa acaranya, berterimakasih pada staf lainnya.
"Terimakasih banyak, kalian sudah bekerja keras," sapa lembut keduanya, membungkuk beberapa kali kemudian melangkah menuju ruang tunggu masing-masing. Mereka berpisah di lorong, Jennie pergi bersama manager, assistant manager juga para penatanya, sedang Lisa melangkah tanpa managernya.
Assistant managernya— Park Jihoon— membukakan pintu ruang tunggu untuknya, juga untuk para penata yang membawa beberapa barang. Di dalam ruang tunggu itu, hanya ada seorang pria yang berbaring di sofa. Ia tutup wajahnya dengan sebelah lengannya, terlelap dengan nafas berat khas seseorang yang kelelahan. Melihatnya membuat Lisa menghela nafas, ia lepas blazernya kemudian menatap kesal pada semua orang di dalam ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story - The Manager
FanfictionMy first love doesn't work, how about yours?