***
Lalisa tengah dirias ketika Jiyong datang. Begitu tiba, Jihoon lah yang pertama kali pria itu hampiri. Memberikan beberapa pertanyaan kepada pria itu, memastikan semua yang mereka butuhkan terpenuhi. Lantas, kakinya melangkah menghampiri meja rias, berdiri di belakang gadis yang sedang dirias kemudian bertukar tatap dengannya melalui cermin.
Mereka ada di salon sekarang, satu jam sebelum pameran yang harus Lisa hadiri di mulai. Gadis itu tidak perlu berias di salon sebenarnya, pamerannya bukan acara resmi yang akan terang-terangan menghasilkan uang. Pameran itu hanya sebuah pameran yang diadakan teman sesama artist-nya. Lisa di undang karena kenal dekat dengan sang artist. Tapi semalaman Lalisa tidak bisa tidur, ia perlu menyembunyikan kantung mata dan wajah kusamnya, karena itu ia ada di salon sekarang. Salon yang dikelola penata riasnya.
"Kenapa terlambat?" tanya Lisa.
"Aku seharusnya bersama Rose sekarang," susulnya, membicarakan artist yang mengadakan pameran hari ini. "Kenapa kau memintaku datang?" susulnya, dengan sebelah tangan yang santai mengusap bahu gadis itu. "Sesuatu terjadi semalam?" tanyanya, kali ini sembari menarik kursi untuk duduk di sebelah gadis yang sedang di rias itu.
Merasakan tangan Jiyong di bahunya, Lisa membeku. Tubuhnya terasa kaku, dingin seperti baru saja dibekukan. Pelan, gadis itu menggerakan tangannya, mengatakan tidak dengan gerak tubuhnya menggantikan sebuah gelengan kecil. "Bisa tinggalkan kami sebenarnya?" pinta Jiyong, menoleh pada wanita yang sedang merias artist-nya.
Di ruang besar yang punya beberapa set kursi dan cermin itu mereka berada. Meski tidak bisa benar-benar memberikan privasi kepada Lisa dan managernya, para pekerja di sana bergerak menjauh. Mengerjakan hal lain yang jauh dari sudut ruangan tempat Lisa duduk. Sekali, Jiyong melirik mengecek keadaan, memastikan tidak ada yang terang-terangan menguping pembicaraan mereka di sana.
"Kau bisa bicara sekarang, ada apa?" tanya Jiyong, dengan suaranya yang pelan juga kedengaran lembut. "Kenapa kau datang ke rumahku lalu pergi lagi? Tidak seperti dirimu yang biasanya," tanya Jiyong, sebab biasanya Lisa tidak akan sudi repot-repot meninggalkan rumahnya hanya untuk menemui managernya. Lisa akan meminta Jiyong datang, cenderung memaksa, kalau gadis itu punya sesuatu untuk dibicarakan.
"Hanya bosan," Lisa menjawab, kemudian mengulurkan sebuah brush make up-nya pada Jiyong, meminta pria itu untuk membantunya menyelesaikan riasannya. "Setelah merilis album semua orang sibuk mengecek jumlah streaming-nya, chart-nya, tidak ada yang bisa aku ajak bermain, jadi aku bosan," katanya, sementara sang manager mulai membantu menyelesaikan riasannya.
"Lalu kenapa kau langsung pergi?"
"Oppa kelihatan sibuk," santainya. "Kekasihmu pindah ke rumahmu?" tanyanya kemudian, berlaga kalau ia tidak peduli meski sebenarnya sangat penasaran.
"Tidak," pria itu memperhatikan wajah cantik gadis di depannya, kemudian menoleh untuk melihat-lihat warna lipstik yang ada di meja rias di sebelah mereka. "Temanku pindah rumah, ke sebrang rumahku," katanya, tanpa memberikan detail lainnya. Detail kalau teman yang ia bicarakan sebelumnya tinggal serumah dengannya.
"Oh, dia temanmu?" hanya itu reaksinya, tapi senyumnya mengembang, membuat Jiyong menautkan alisnya, heran dengan senyuman yang tiba-tiba muncul itu. "Lalu pria yang ada bersama kalian, siapa itu? Wajahnya familiar."
"Kang Daesung, dulu dia juniorku di kampus," kata Jiyong. "Diam dulu," susulnya sembari menyentuh bibir gadis di depannya, memastikan lipstik yang dipakaikannya menempel sempurna ke bibir artist-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story - The Manager
FanfictionMy first love doesn't work, how about yours?