Bintang yang Dinanti

16 1 1
                                    

"Entahlah, sepertinya ini kali terakhirku berada di kota ini. Jika ia tak datang juga malam ini, kemungkinan aku akan segera berangkat meninggalkan kota ini dan segala kenangan yang ada. Keputusanku untuk pergi bergantung pada kehadiran dan responnya. Aku berharap mendapat jawaban terbaik malam ini." ucap Zyra dalam hati sambil menatap layar ponsel di genggaman tangannya.

"Maukah kamu menemuiku di cafe sore ini?" masih sama seperti beberapa jam yang lalu, pesan yang dikirimnya belum ada laporan terbaca olehnya. Ia masih menunggu di sudut cafe tempat biasa mereka bertemu. Di situ pula ia biasa menyaksikan tenggelamnya matahari dilanjutkan dengan menikmati bintang-bintang yang muncul di gelapnya malam. Zyra memang paling senang melihat bintang karena selalu menjadi inspirasinya untuk membuat puisi. Ya, ia memang sangat suka membuat puisi, sehingga ungkapan hatinya lebih sering tercurah lewat kata-kata di kertas dibanding bercerita kepada orang lain.

Zyra duduk tepat di depan jendela cafe agar memudahkannya melihat tenggelamnya matahari dan cahaya bintang. Bahkan pemilik cafe dan karyawannya sudah hafal dengan kebiasaannya itu, jauh sebelum ia bertemu dengan pria yang saat ini sedang ditunggu kehadirannya. Sudah lebih dari sebulan mereka tak bertemu maupun bercakap melalui media komunikasi. Sore ini ia hanya ingin memastikan kelanjutan hubungannya juga ingin tau apakah ia berarti untuknya. Zyra berencana menunggu hingga malam tiba jika pria itu tak juga datang atau membalas pesannya maka ia akan menerima tawaran atasannya untuk bekerja di kota Bandung. Sepertinya akan lebih mudah dan indah melihat bintang-bintang di sana.

Masih menunggu, kopi susu yang dihidangkan barista cafe di atas mejanya hampir habis, tapi tak kunjung terlihat orang yang sedari tadi ditunggunya. Zyra melihat waktu di jam tangan yang sudah menunjukan pukul 17.45, perlahan muncul cahaya jingga kemerahan di langit menandakan senja akan segera tiba. Di seberang jendela banyak para manusia berlalu lalang yang baru kembali dari aktivitasnya, dengan membawa pikiran mereka masing-masing. Di dalam cafe pun mulai ramai orang-orang singgah melepas penat setelah seharian beraktivitas. Terdengar gurauan dan canda tawa dari para penikmat kopi, ada yang bersama pasangannya, teman-teman kerja maupun genk-genk lainnya. Sepertinya hanya ia yang terlihat duduk sendirian di cafe ini dengan kekhawatiran dan kecemasan dalam menunggu.

"Zyra, dia belum dateng lagi hari ini?" seketika lamunannya tersadar karena pertanyaan seseorang yang ia kenal. Suara yang barusan terdengar adalah suara pemilik cafe ini. Ia adalah Devry, pengusaha muda yang sempat jadi inspirator para anak muda untuk membuka usaha sendiri. Usianya belum mencapai 30 tahun, tapi ilmu dan wawasannya sangat luas. Wajahnya yang cukup tampan dan sikapnya yang ramah membuat cafe miliknya selalu ramai pengunjung setiap hari terutama saat akhir pekan.

"Eh iya Bang,.. Mmm... Belum dateng Bang, kayanya dia masih sibuk." jawab Zyra tak yakin.

"Masa nggak bisa luangin waktu sebentar aja buat ketemu kamu." tegas Devry.

"Hehe.. Nggak ngerti juga deh Bang, udah biarin aja deh, emm.. Oiya by the way, aku mau bilang sesuatu."

"Apa Ra?" Tanya Devry.

"Eh nggak jadi deh Bang, besok aja, nggak penting juga sih hehe..."

"Oh begitu, yaudah.. Itu kopinya mau tambah lagi nggak?" Tanya Devry sambil melirik kopi susu di mejanya yang sudah habis.

"Ga usah deh Bang" jawab Zyra.

"Ok, ditinggal ke pelanggan lain dulu ya."
"Iya nggak apa-apa, Bang."

Devry sering menyapa langsung pelanggan-pelanggannya yang datang ke cafe, sehingga mereka menjadi nyaman dan datang kembali di lain waktu. Ia pun mengenal Zyra karena ia selalu memilih tempat duduk di sudut cafe tepat menghadap keluar jalan. Saat pertama kali datang ke cafe ini pun Zyra sendiri dan Devry menghampiri mejanya. Awalnya Zyra bersikap cuek padanya, tapi ternyata sikapnya sangat baik kepada para pelanggan dan sampai saat ini mereka menjadi akrab dan sering mengobrol jika Devry senggang.
Benar dugaan Zyra, pria yang ditunggu sedari tadi tak datang sampai pengunjung cafe tersisa beberapa orang. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan bergegas untuk pulang ke rumah karena orang yang ditunggu tak kunjung datang.

"Udah mau pulang Ra?" tanya Devry menghampirinya.

"Eh, iya Bang." Sahut Zyra sambil tersenyum.

"Tadi katanya ada yang mau diomongin, mau ngomong apa?" ternyata Devry mengingat yang Zyra ucapkan sore tadi.

"Emm... Begini Bang, sebenernya Zyra mau bilang kalau besok mau terima tawaran pekerjaan di Bandung. Kemungkinan akan berangkat 3 hari lagi ke Bandung, jadi Zyra nggak akan datang ke cafe ini lagi beberapa waktu ke depan kecuali libur panjang." Jelasnya.

"Jadi kamu mau pindah kerja di Bandung dan akan menetap di sana?" tanya Devry untuk menyakinkan lagi penjelasan dari Zyra.

"Betul Bang. Doain semoga lancar pekerjaan di sana."

"Terus gimana hubungan kamu sama dia, kamu udah kabarin kalau kamu mau menetap di Bandung?"

"Hmm... Belum sih Bang, kan hari ini nunggu dia buat kasih tau itu tapi ternyata nggak dateng dan nggak bisa dihubungi." Jawabnya sambil berpura-pura tersenyum.

"Oh begitu, ya sudah kalau itu keputusan terbaik untuk masa depan kamu, semoga kamu berhasil di sana."

"Aaamiin, terimakasih Bang Devry. Nanti kalau libur panjang pasti langsung dateng ke cafe ini." ujarnya sambil tertawa diikuti oleh Devry.

"Hati-hati ya, kalau perlu nanti Abang antar ke Bandara kalau mau berangkat."

"Nggak usah Bang, pasti Abang juga sibuk sama bisnis Abang."

Melepas BelengguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang