Kau Rubah Senyumnya Menjadi Tangis

3 0 0
                                    

"Well, kamu udah lihat kan kalau kamu cuma salah paham." tegas Zyra seraya hendak berlalu melewati Kaine di hadapannya namun dicegah olehnya.

"Tunggu sebentar Ra," pinta Kaine.

"Apa lagi sih Kaine?" tanyanya dengan sedikit segan namun Kaine hanya terdiam beberapa saat.

"Kenapa kamu tiba-tiba ada di sini, tiba-tiba masuk narik tangan aku terus marah-marah nggak jelas?" Zyra bertanya lagi dengan beberapa pertanyaan. Kaine masih terdiam saat ini sambil menundukkan pandangannya ke bawah.

"Kaine, please, jangan kayak gini. 1 tahun lalu kamu buat aku bingung, saat inipun kamu buat aku bingung lagi dengan sikapmu." Kali ini Zyra berkata dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Maafin aku Ra, aku juga nggak tau kenapa aku begini."

"Apa kamu bilang? Kamu nggak tau? Kamu dulu menjauhiku tanpa kejelasan. Aku terus menunggu kamu sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari kota ini agar bisa melupakanmu Kaine."

"Ra, please, kejadian hari ini udah bikin aku takut kehilangan kamu. Jadi tolong jangan lupakan aku. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi, Ra."

"Udahlah Kaine, aku udah capek dengan sikapmu selama ini." Zyra berjalan cepat menuju pintu yang mereka lewati sebelumnya. Kaine berusaha mengejar namun terhenti saat akan menaiki anak tangga kecil dibawah pintu tersebut. Rupanya Devry berdiri tepat di daun pintu.

"Minggir!" seru Kaine sambil melangkahkan kakinya namun ia tertolak ke belakang karena dorongan dari tangan Devry di dadanya. Devry mulai menuruni anak tangga mendekati Kaine yang ikut mundur secara refleks.

"Jika kehadiranmu di sini hanya membuka luka lama baginya sebaiknya kamu pergi saja dan jangan pernah temui dia lagi." tegas Devry.

"Apa hakmu bicara seperti itu? Sebaiknya kau minggir, aku harus mengejarnya." bantah Kaine yang tidak terima ucapan Devry.

"Tidak bisa, sebaiknya kamu kembali saja. Biarkan dia sendiri dulu memulihkan pikiran dan perasaannya. Jangan kamu ganggu dia lagi."

"Tau apa kamu tentang Zyra, aku yang dekat dengannya." sanggah Kaine.

"Dekat apanya? Selama ini kamu kemana saat dia butuh kamu dan mau ketemu kamu? Sudahlah lebih baik kamu tinggalkan dia dan biarkan aku yang membahagiakannya."

"Haha,, yang benar saja," Kaine tertawa meledek sambil kepalanya menoleh ke arah kanan. "Dia tidak menyukaimu." lanjutnya seraya  mengembalikan tatapannya lurus ke arah Devry dengan sorot mata yang tajam.

Perkataan Kaine memang ada benarnya, hal itu membuat Devry menjadi hilang keyakinan sesaat.

Saat Devry lengah, Kaine sudah melewatinya dan masuk ke dalam ruangan untuk mencari Zyra. Rupanya Zyra tak terlihat di manapun di rumahnya. Seorang ibu menghampiri Kaine, ia adalah Ibu Ressa yang merupakan ibunya Zyra.

"Kaine, buat apa kamu kemari dan membuat kekacauan disini? Sekarang Zyra pun pergi dengan suasana hati yang tidak baik. Apa yang sudah kamu lakukan pada anak saya Kaine?" Ibu Ressa bicara dengan nada yang agak tinggi pada Kaine, terlihat kekesalan di wajahnya yang anggun terbalut makeup.

"Maafin Kaine, Tante. Kaine nggak pernah bermaksud menyakiti Zyra, Kaine sadar kalau salah selama ini pada Zyra. Tolong beri Kaine kesempatan sekali lagi." mohon Kaine pada Bu Ressa.

"Terlambat kamu Kaine, mungkin saja Zyra memaafkanmu tetapi untuk menerimamu kembali Tante ragu."

"Kaine paham itu, Tante." jawab Kaine dengan nada rendah.

"Kalau kamu paham, sebaiknya kamu pergi dari sini karena kamu sudah membuat kekacauan di acara sakral keponakan saya."

"Sekali lagi maafin Kaine, Tante. Kaine nggak bermaksud merusak acara ini, Kaine kira ini pernikahan Zyra."

"Lebih bagus lagi jika begitu, ia pantas mendapat yang lebih baik dari kamu." ucapan Bu Ressa semakin mengecilkan hati Kaine.

"Jangan begitu Tante, Kaine masih mau kembali bersama Zyra lagi."

"Percuma Kaine, kamu hanya menyakitinya terus menerus."

"Tolong beri kesempatan sekali lagi agar bisa memperbaiki ini semua Tante."

"Itu keputusan Zyra, bukan Tante, tapi sebaiknya kamu jangan menghampirinya lagi."

"Kalau boleh tau, Zyra ada dimana, Tante?" tanya Kaine pada Bu Ressa.

"Untuk apa kamu bertanya? Sebaiknya jangan ganggu dia untuk saat ini."

"Baik, Tante. Kaine pamit, Tante." Kaine berpamitan pada Bu Ressa untuk keluar dari rumah Zyra.

"Ya, silahkan." sahut bu Ressa.

Kaine pulang dengan wajah tertunduk lesu diiringi tatapan para tamu yang dibuat kaget oleh kedantangannya tadi.

***

Melepas BelengguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang