BAB 2

10 1 0
                                    

__☆☆~~°0°0°~~☆☆__


Happy Reading

قراءة سعيدة

Sugeng Maos

       Perjodohan? Rasanya telingaku panas mendengar tawaran dari eyang. Di sini aku sekarang, duduk berhadapan dengan kyai Abdullah, yang tidak lain adalah eyang ku.

Berbicara berdua di kamarnya membuat ku sedikit tegang, jarang sekali bertemu dengannya karena dia selalu ada acara pergi keliling safari di setiap daerah. Jikalau ia mengajak ku bertemu secara pribadi, itu berarti ada hal yang amat penting untuk di bicarakan.

Seperti malam ini, aku sudah duduk dengannya dari satu jam yang lalu, dan eyang hanya membicarakan soal perjodohan yang entah kapan keluargaku bicarakan.

"Najwa itu gadis yang cocok untuk kamu, Vin."

Aku hanya terdiam saat eyang kembali memuji-muji gadis itu di hadapanku. Aku tahu, Najwa anak Kyai Wafi memang pintar, sholehah, tipikal setiap laki-laki seperti ku.

Tapi itu tidak berlaku untukku, memandang dari segi fisik dia memang cantik, secara otak dia memang pintar, terlebih dia penghafal Al-Qur'an 30 juz. Tapi aku tidak ingin seperti laki-laki di luar sana yang hanya memandang wanita karena sebuah formalitas. Bukankah pasangan itu saling melengkapi satu sama lain? dan pasangan akan menikah jika saling mencintai. Dan aku? bertemu dengannya memang sudah sering kali, karena bapaknya dan abiku bersahabat sejak dulu.

Tapi aku tidak mencintai nya, hanya kagum, rasa kagum dan rasa cinta itu beda, benar bukan?

"Gimana, Vin?" tanya eyang padaku dan aku masih terdiam.

Sejak mengobrol dengannya, aku lebih banyak diam dan menjawab seadanya jika perlu. Aku yang mulai tampak bingung ingin menjawab apa, perjodohan yang memang sudah terbiasa di kalangan pesantren, tapi tidak bagiku.

Merasa tidak mendapatkan jawaban sama sekali dari cucunya, ku dengar suara helaan napas dari laki-laki tua di samping ku, aku menoleh ketika tangannya menyentuh bahuku.

"Eyang percaya sama kamu, pikirkan baik-baik," eyang bangkit dari duduknya sedikit memperbaiki surban yang melingkar di leher lalu kembali menatapku.

Aku ikut bangkit dan segera meraih tangannya untuk aku cium, "eyang." aku berucap lirih, bukan sebab apa, aku ingin menolak tapi aku takut untuk menolak, semoga saja eyang mengerti seperti biasanya, aku harap begitu.

"Eyang tau bagaimana kamu, tidak ada yang lebih mengenali kamu selain eyang." Iya, itu memang benar, karena segala keluh kesahku selalu aku curahkan padanya.

Aku mendongakan wajahku sedangkan tangannya memegang kedua pundakku, "jangan paksakan sesuatu yang tidak kamu inginkan, menolak saja jika kamu tidak ingin menikah dengan Najwa."

Aku tertegun mendengar itu, "Gavin akan memikirkan itu, maaf jika cucumu ini selalu mengecewakan."

Itu lah aku, selama ini eyang tidak pernah memaksakan aku soal apapun baik itu menuntut ilmu, apalagi menikahi wanita yang tidak aku cintai, karena dia yang selalu membimbingku selama ini. Laki-laki tua itu memang selalu paham tentang aku, cucunya yang tidak ingin dipaksa, kalau dipaksa pasti ujungnya akan berulah.

Seperti dulu, sempat abi ingin mengirim ku mesir untuk menimba ilmu di sana, tiket pesawat sudah disiapkan, bahkan barang-barang ku sudah dipacking oleh Umiku. Mereka sudah memberi tahu aku jauh dari tempo hari aku akan pergi, namun aku menganggap itu hanya bercanda karena mereka tahu anaknya tidak suka dipaksakan.

Saat aku pulang, semua orang sudah menunggu ku untuk ikut mengantarku ke bandara. Seperti yang aku katakan tadi, jika aku tidak mau, maka aku berulah. Aku benar-benar kabur saat itu juga, dan semua keluarga panik mencari aku kemana-mana, sedangkan aku sedang duduk santai di markas bersama temanku di luar pesantren.

VinVazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang