__☆☆~~°0°0°~~☆☆__
Happy Readingقراءة سعيدة
Sugeng Maos
Vaza, gadis itu berdiri di depan kost tempatnya, dengan keadaan menunduk masih terisak, mengingat kembali kejadian sewaktu Danio membuatnya sedikit malu, sakit, intinya campur aduk sudah kayak es campur.
Gadis itu nampak ragu untuk masuk, melihat mobil milik Mora sudah terparkir di depan kostnya, pikiran Vaza mulai melayang kemana-mana, membayangkan bagaimana Mora akan mengumpat inya. Oke kali ini gadis itu merasa salah, harusnya dia percaya teman nya Mora bukan Danio si buaya comberan.
Vaza kembali melangkah kakinya mau minggat, boong. Maksudnya masuk, tapi malah keduluan Mora yang membuka pintu.
Vaza mendongak di barengi tarikan ingusnya kedalam, gadis di depan Vaza bergidik ngeri melihat penampilan Vaza.
"Ngapa Lo, abis kerja bersihin selokan?"
Tega emang, tapi sudahlah, itu biasa bagi Vaza. Ya,,, sudah enam tahun sekolah bareng, semua serba bareng, mulai dari nyulik cilok kang Rahmat, sampai ngumpetin sempat milik penunggu gerbang waktu esempe.
Dia udah mengenal banyak tentang Mora, termasuk dalam mencaci mengumpati, walaupun itu Mora lakukan karena kesalahan Vaza sendiri, perhatian tapi pedes gitu kayak sambalado, enak tapi nyakitin lidah.
Tampa menyahuti Mora, Vaza berjalan mendahului gadis itu lalu segera masuk ke dalam kamar membanting tubuh nya dengan kasar di kasur. Eh?
"Kenapa sih lo? nggak biasanya, lo masih ngutang bayar kost? atau lo ngutang beli es krim?"
Vaza menggelengkan kepala lemas, aneh-aneh saja.
"Untuk es krim, gue masih mampu,"
Mora mendengkus, duduk di kursi yang ada kamar gadis itu.
"Abis liatin Danio jalan sama cewek lain?"
Greepp!!
Vaza sudah tegak menghadap lurus ke arah Mora, lalu menghela napasnya kasar. Tebakan yang tepat untuk gadis itu, beri tepuk tangan pada Mora yang hebat bengek.
"Gitu deh." Jawab Vaza susah.
Mora menaikkan sebelahnya memandang Vaza yang kembali berbaring di kasurnya. Tersenyum sumringah karena tebakannya emang bener, dalam hati gadis itu sudah bersorak ria, pada akhirnya Vaza mengetahui kelakuan ular Danio di luar.
"Ya, syukur deh."
Vaza mendengar itu, langsung saja tangannya terangkat lalu menunjukkan jari tengahnya ke arah Mora.
"Dajjal Lo, Ra. Nggak tau gue lagi, huh hah huh hah panas apa!"
Mora terkekeh tersenyum penuh kemenangan, ya gitu, Vaza kalau dikasih tau selalu ngeyel, ngebantah ujung-ujungnya dialah yang tersakiti, sudah berkali-kali dia gagal hal pendekatan dengan laki-laki.
"Bodolah gue, siapa suruh ngeyel terus kalau dibilangin. Sebenarnya gue udah ragu dari awal, kalau Danio itu orang nggak bener."
Vaza mendengkus mengubah posisinya menjadi tengkurap, ingin rasanya memakan Danio sekarang, oke gadis itu sampai menggigit gulit yang berada di bawahnya saking geram. Heran deh, kenapa selalu gagal gitu? padahal kalau dilihat dari segi fisik, Vaza emang cantik, ini Vaza yang kepedean. Cuma nggak bisa make up aja, gitu.
"Bahas yang lain aja, nggak mau dengerin lo bahas Daniourus itu lagi!"
Mora menaikkan sebelah alisnya, lalu merogoh saku mengambil benda pipih miliknya di sana. Saat membuka layar ponsel itu, Mora terkejut bukan game. Sial, kenapa lupa matiin data seluler, bisa-bisa abis kuota nih, kan sayang kuota nya, belinya juga masih pake duit nyokap, biasalah beban orang tua.
"Weees, si Anata hist banget sih, padahal udah mirip cewek ndeso aja masih pengen nyeleb, eh tapi followers nya lumayan."
"Vaza memang cewek ndeso, itukan besti lo!" Vaza yang bangkit dari tengkurap nya lalu terduduk memangku pipinya terlihat susah.
Baru saja Vaza ingin bergerak ke lemari, suara Mora terdengar heboh sendiri di sana.
"Woaaahh, si Angel fosting foto juga, kita kalah hist nih!! gimana dong?"
Vaza melengos, Mora emang gitu, suka dengki dan iri nggak mau kalah saing, apalagi sama Angel, mereka itu kalau ketemu udah kayak temen tapi musuh, kayak musuh tapi temen. Sama aja ya?
"Captionnya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
VinVaza
Spiritual"Bukan cinta yang menciptakan rasa nyaman, namun nyaman lah yang menciptakan rasa cinta" _Vinvaza_ Bukankah cinta itu tercipta karena rasa nyaman? Vaza memang bukan tipikal Gavin, gadis itu jauh berbeda dari dirinya. Gavin yang hidup di kalangan ora...