Aqila mendesah kesal saat membuka pintu ruangannya dan melihat Hendra tengah berdiri di depan pintu.
"Lu ... dari tadi kaya gitu?" tanya Aqila heran.
Pasalnya, dia menyuruh Hendra keluar dari ruangannya sejak tengah hari, saat jam istirahat makan siang. Dan sekarang sudah sore, jam pulang kantor. Namun, laki-laki bersetelan serba hitam itu masih saja berdiri tegap di depan pintu.
Hendra yang mendengar pertanyaan Aqila hanya menelengkan kepala. Melihat itu, Aqila membuang napas, lalu memperjelas pertanyaannya. "Lu dari tadi berdiri kaya gitu? Dari siang?"
"Iya. Kan Non yang suruh," jawab Hendra polos.
Aqila geleng-geleng kepala. Tak habis pikir bahwa dia akan bertemu laki-laki seperti ini. Terlebih lagi, lelaki itu akan mengikutinya ke mana pun dia pergi. Argh! Aqila merasa frustasi bahkan hanya dengan memikirkannya.
Tanpa menghiraukan Hendra yang masih saja mematung bak manekin, Aqila melenggang pergi begitu saja. Tubuhnya lelah, otaknya serasa hampir terbakar, ditambah melihat wajah Hendra membuat kobaran emosi Aqila dengan cepat menyeruak.
Melihat nonanya pergi mendahuluinya, Hendra dengan cepat menyusul, berlari-lari kecil di belakang Aqila. Wanita itu menoleh sekilas ke belakang, lalu mengdengkus.
"Bisa-bisanya Papa pilih laki-laki kaya dia buat jadi bodyguard. Gue bahkan nggak yakin dia bisa jaga dirinya sendiri, apalagi jagain gue?" gumam Aqila lirih selama berjalan keluar kantor.
Ponsel Aqila berbunyi sesaat setelah dia sampai di lobi kantor. Dari nada deringnya saja Aqila sudah tau kalau yang meneleponnya adalah Kenzo. Dia menghentikan langkah, meraih ponsel dari dalam tas dengan senyum mengembang, lalu menekan tombol jawab.
"Halo, Sayang ...." Suara bariton Kenzo menyapa pendengaran Aqila begitu panggilan tersambung.
"Halo, Yang." Aqila menjawab sambil melangkah keluar pintu kantor dan berhenti di teras di mana Hendra terlihat menunggunya di depan mobil.
"Kamu udah pulang? Aku jemput ya?" ujar Kenzo.
Aqila menggigit bibir. "Nggak usah, Sayang. Mulai hari ini kamu nggak perlu anter-jemput aku lagi."
"Lho? Kenapa?" Nada suara Kenzo terdengar tak senang saat bertanya begitu.
"Papa udah nyuruh orang buat jadi supir sekaligus bodyguard aku, Yang. Jadi, mulai sekarang aku pergi-pergi bakal dianter dia." Aqila merasa tidak enak saat mengatakan hal itu. Dia takut menyinggung kekasihnya. Dan desah napas Kenzo membuatnya tambah merasa bersalah.
"Papa kamu masih belum restuin hubungan kita?" Kenzo bertanya dengan nada lemah.
"Buat sekarang belum, Yang. Tapi aku yakin, bentar lagi hati papa pasti luluh, kok. Dia pasti bakal ngerti kalo kita bener-bener saling mencintai."
Kenzo kembali mengembuskan napas kasar di seberang sana. "Ya udah, deh. Kamu hati-hati pulangnya."
Lalu, tanpa menunggu jawaban Aqila, panggilan diputus oleh Kenzo begitu saja. Aqila mendengkus kesal. Pasti Kenzo marah, batinnya.
"Siapa, Non?" Tiba-tiba Hendra bertanya. Tangannya masih stand by memegang handle pintu mobil dalam posisi terbuka.
Aqila mendelik. "Bukan urusan lo!"
Gadis itu kemudian bergegas masuk. Setelah memastikan Aqila telah duduk dengan tenang di dalam mobil, Hendra menutup pintu dan berlari menuju belakang kemudi.
Hendra menyalakan mesin mobil, dan perlahan melajukannya meninggalkan halaman kantor. Begitu mobil berjalan, Aqila memejamkan mata. Kepalanya bersandar pada headrest. Ah, hari ini begitu melelahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodyguard Ganteng Jodohku
RomantizmAqila Kaira Khanza merasa kesal dengan permintaan ayahnya yang menginginkan dia menikah di usianya yang baru 22 tahun. Astaga, dia bahkan baru lulus kuliah tahun lalu! Dia juga tidak tahu siapa laki-laki yang akan dijodohkan dengannya itu. Dia hanya...