Part 5 : Disturb

125 2 0
                                    

Sudah pukul lima sore, waktunya Aqila pulang dari kantor dan mengistirahatkan tubuh dari lelahnya bekerja. Segala kekacauan di atas mejanya segera dia rapikan. Kertas-kertas dokumen, alat tulis, serta apa pun yang berserakan di atas meja dia bereskan.

Blazer hitam yang tergantung di belakang kursi dia raih lalu dengan cepat dikenakan, kemudian jemarinya menyambar tas dan segera melangkah keluar ruangan.

Sembari berjalan, dia meraih ponsel dari dalam tas. Mencari nama seseorang yang begitu dia rindukan, kemudian mengetikkan pesan untuknya.

[Kita ketemu di kafe biasa aja, ya? Aku harus ngehindarin Hendra biar dia nggak lapor sama Papa.]

Pintu lift terbuka tepat saat terdengar denting notifikasi. Aqila tersenyum sembari memasuki lift bersama bodyguard yang senantiasa mengikutinya di belakang.

[Oke, Sayang. Aku tunggu di kafe biasa. Kamu hati-hati di jalan. Love you.]

Ah, baru membaca pesan dari Kenzo saja hati Aqila sudah berdebar tak keruan begini, bagaimana jika dia mendengar langsung Kenzo mengucapkan kata cinta untuknya?

Melihat Aqila sedang tersenyum sambil memandangi ponsel, Hendra menjadi penasaran. Dicondongkannya badan, lalu diliriknya layar ponsel yang sedang menampilkan chat itu untuk melihat nama seseorang di sana. Namun, belum sempat Hendra melihat nama orang yang sedang berkirim pesan dengan Aqila, gadis itu telah terlebih dulu mengetahui niat Hendra dan dengan cepat mengalihkan layar ponsel menjauh dari lelaki itu.

"Apa liat-liat? Mau ngintip lu, ya?" sergahnya.

Hendra hanya tersenyum. "Ngintip gimana, Non? Kan Non lagi nggak di kamar mandi."

"Ck." Aqila hanya mendecih, malas menanggapi lelucon garing bodyguardnya.

"Lagian, saya liat-liat Non Qila dari tadi senyum-senyum sendiri. Chatan sama siapa?"

Aqila keluar dari lift begitu pintu lift terbuka, tanpa berniat menjawab pertanyaan Hendra. Sesampainya di depan kantor, dia melihat Hendra tengah mengambil mobil di parkiran dan membawanya ke teras kantor di mana Aqila sedang berdiri.

"Hendra, lu pulang aja bawa mobil gue ke rumah. Gue harus ketemu temen gue dulu. Bilangin sama Papa, nanti gue pulang naik taksi aja," ujarnya sembari melangkah hendak ke tepi jalan.

Hendra yang mendengar itu buru-buru turun dari mobil dan menahan tangan Aqila. "Non mau ketemu siapa? Saya anterin."

"Nggak usah, lu pulang duluan aja. Deket, kok, tempatnya."

"Saya anterin, Non."

Aqila menarik napas dalam-dalam, lalu menyemburkannya dalam bentuk teriakan, "Gue bilang nggak usah, ya nggak usah!"

Susah sekali bicara baik-baik dengan Hendra!

"Kalo Non nggak mau saya anterin, saya bakal bilang sama Tuan kalau Non ketemuan sama cowok itu."

Aqila terbelalak. Tak menyangka lelaki yang terlihat kalem di depannya ini berani berkata seperti itu. "Lu ngancem gue? Lu berani ngancem gue?!"

"Saya nggak ngancem, Non. Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan."

"Kan gue bilang, gue mau ketemuan sama temen. Nggak percayaan banget, sih!"

"Kalau Non beneran ketemu sama temen seharusnya nggak papa, dong, kalo saya anterin."

Aqila mendesah kesal. Ternyata laki-laki di depannya tidak mudah dikelabuhi. Dia juga tidak takut kepadanya, mungkin karena yang menggajinya adalah Giri, bukan Aqila. Jadi, dia merasa tidak perlu takut pada Aqila.

"Gimana, Non? Saya anterin, atau saya laporin Tuan?" Hendra menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum miring.

Sebenarnya, tanpa Aqila bilang pun Hendra tau kalau wanita itu pasti akan bertemu dengan pacarnya. Untuk apa dia melarang Hendra mengantarkannya jika wanita itu tidak bertemu dengan Kenzo, kan? Hendra juga penasaran, seperti apa tampang lelaki bernama Kenzo itu, hingga membuat Aqila sampai tergila-gila begitu. Apakah lelaki itu akan lebih tampan darinya?

Bodyguard Ganteng JodohkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang