Keadaan Perwija saat ini sangat berbeda, terutama di lapangan basket dekat Lab IPA lama. Disana sudah berdiri kokoh sebuah panggung lengkap dengan properti seperti lampu, mikrofon, spanduk bergambar, dan sebuah keyboard. Pengurus OSIS sudah sibuk bekerja sejak dua jam yang lalu.
Murid yang akan tampil sudah datang sejak setengah jam yang lalu, tepatnya pukul tiga sore. Berhubung acaranya akan dimulai pada pukul empat, mereka bisa berlatih di kelasnya masing-masing. Pentas seni ini tidak wajib, tapi alangkah baiknya ikut meramaikan.
"Nggak nyangka ternyata yang ikut nyanyi cuma kita doang," kata Sinta.
Di ruang kelas 9D hanya ada Sinta, Sena, Nita, Kiki, dan Alisa. Untuk anak laki-laki mereka bilang tidak jadi ikut karena lagunya tidak seperti yang mereka mau. Bodo amat.
"Coba kita latihan sekali lagi," ucap Sena sambil menyalakan lagu yang akan mereka nyanyikan.
Tepuk tangan meriah terdengar dari segala penjuru. Usai Bapak Kepala Sekolah menyampaikan sambutan dan resmi membuka acara ini, anak-anak kelas sembilan berteriak tidak karuan; terutama area kelas 9D. Untuk giliran pentas seni mereka masih lama, jadi mereka masih bisa bergabung dengan teman-teman yang lain.
Kali ini siswa kelas sembilan diperkenankan memakai pakaian bebas rapi. Dengan catatan: anak perempuan alangkah baiknya mengenakan rok.
Yang berbeda dengan Sena kali ini adalah rambutnya kembali dikuncir seperti masa kelas tujuh. Pakaian yang dikenakan pada hari ini juga berbeda dengan dia yang biasanya. Dia memakai dress selutut dengan warna kain yang berbeda; sebelah kiri putih dan kanannya cokelat susu. Kemudian bagian pinggang ia kenakan sabuk putih kecil. Alisa sendiri memakai dress putih dibalut kemeja cokelat. Bisa dibilang dress code mereka adalah cokelat-putih. Bedanya Sena memakai rok selutut, sedangkan yang lain long dress. Hari ini calon bintang 9D feminim semua.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Ketua OSIS memulai pidato singkatnya. Dengan tenang siswa kelas sembilan pun mendengarkan. Yang biasanya ribut, kini mereka sudah tahu caranya menghargai. Walaupun ada beberapa yang masih sibuk dengan dunianya.
"Sukses buat Kakak kelas sembilan! Sekian dari saya, maaf jika banyak tutur kata yang salah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Tepuk tangan kembali terdengar. Acara selanjutnya kini ada beberapa penampilan spesial dari adik-adik kelas. Dimulai dari drama, menyanyi, dan puisi. Sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.30. Beberapa murid dipersilahkan untuk sholat berjamaah di taman baca. Sena kini masih tetap tinggal hanya sana bersama teman-teman non muslim.
Memang hari ini semua murid tampil beda. Banyak yang membuat dirinya lebih istimewa malam ini. Mungkin karena ini terjadi sekali saja, jadi mereka ingin tampil sempurna.
Kegiatan sholat Maghrib berjamaah ternyata langsung dilanjut dengan ceramah sembari menunggu waktu sholat Isya. Saat sedang asik bermain ponsel, ada salah satu anak OSIS yang menghampiri mereka. Katanya minta bantuan untuk membagikan konsumsi di kursi setiap siswa. Tidak salah juga dia meminta tolong, lha wong kursinya saja sebanyak ini. Kalau cuma satu-dua orang ya kewalahan. Karena mereka ini kakak-kakak kelas yang baik hati, snack pun mulai dibagikan.
"Woah, capek juga."
"Makasih banyak ya, Kak. Ini snack buat Kakak-kakak semua."
Antasena menunjuk snack yang ada di kursinya, "Itu sudah kok."
Adik kelas itu menggeleng, "Ambil yang ini aja, Kak."
Baiklah. Mereka semua pun menuruti apa kata adik kelasnya itu. Tak lama kemudian, gerombolan anak-anak yang sudah selesai ibadah kembali menempati kursi kosong mereka. Banyak yang senang ketika melihat kardus snack ada di sana. Sebenarnya tadi Sena melihat ada box lain, warnanya identik merah putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa
Short StoryKita hanya akan berlabuh di jalur yang berbeda, kemudian akan bersua di titik temu yang sama; Jadi, sampai jumpa! © christlaurn | Sampai Jumpa, 2022 note: cerita ini saya persembahkan khususnya untuk sobat putih biru tercinta