Mozarella 1

262 20 8
                                    

Suasana panas dan terik mendominasi bumi di bulan pergantian tahun ini. Para siswa berseragam sekolah terlihat mulai memadati jalan raya. Tidak peduli tentang bagaimana nasib kulit mereka yang mungkin saja bisa terbakar. Anak-anak mulai riang gembira bersorak tidak seperti hari biasanya.

Pengumuman tentang acara Dies Natalis adalah jawabannya.

Ya. Sekolah bertitel elite di kalangan masyarakat ini memiliki agenda tahunan yang selalu digelar setelah liburan semester ganjil selesai.

Agenda yang hanya berisi hiburan untuk setelahnya mereka akan bertingkah serius demi meraih peringkat yang mereka dambakan.

Namun diantara ratusan siswa yang berteeiak gembira, ada salah satu siswa perempuan yang hanya duduk di halte bus dengan raut wajah yang masam.

Bukannya dia tidak peduli dengan agenda meriah itu, tapi dia merasa takut untuk hanya sekedar kembali ke rumah.

Gadis berparas seperti malaikat yang memiliki rambut panjang sebahu itu masih belum siap jika dirinya dipaksa untuk berpisah dengan sang kakak laki-laki. Meski nyatanya, kehidupan mereka sehari-hari diisi oleh teriakan melengking satu sama lain.

"Karin?"

Gadis itu mengangkat kepalanya pelan dan dapat dia lihat ada sebuah motor terparkir tepat di depannya dengan satu pengemudi yang sudah berantakan penampilannya.

"Bentar lagi hujan."

"Gamau pulang." Gadis itu menunduk takut dan berucap sangat pelan. Sampai-sampai si pemuda pengendara motor itu harus turun dan mendekat ke arahnya.

"Ngomong apa tadi?"

"Gamau pulang, Yo."

Ah, rupanya begitu.

Pemuda itu pelan menarik tangan gadis-nya menuju motor yang terparkir tidak rapi di sana.

"Gimana, sih? Gue 'kan gamau pulang, Yoshi!"

"Yang ngajak pulang siapa, deh? Geer banget, dih."

Sang gadis mengerucutkan bibirnya. Sebal. Meski tidak terima, dia sama sekali tidak menolak saat sebuah helm mulai dipasangkan di kepalanya.

"Bohong!"

"What else, Karin?"

"Katanya mau hujan? Mana? Lo liat langitnya coba! Orang terang benderang gini, kok."

Pemuda yang memiliki mata bak harimau itu menghela napas panjang. Lalu tanpa aba-aba, membalikkan badan gadis-nya untuk menatap ke belakang.

"See, Babe?"

Sang gadis mengangguk pelan, walau masih tidak terima.

"Naik."

"Gamau pulang, ih!"

"Emang gue ngajak pulang?"

Raut wajah gadis itu berubah. Dia mengedip-ngedipkan matanya bingung.

"Lucu banget, deh, heran."

"Jangan diacak-acak, dong! Rambut gue natanya susah!"

Bukannya mendengarkan perintah dari gadis-nya, pemuda itu justru kembali mengacak rambut panjang sang gadis. Kali ini lebih tidak beraturan.

"Yoshi!"

Pemuda yang memiliki mata bak harimau itu tertawa puas. Bahkan dia sampai memegang perutnya keras-keras.

"Heh, udah, heh! Nanti kita dikira orang gila."

"Ya bodo, asal masih sama lo, gue mah oke-oke aja."

"Sinting!"

Pemuda yang memiliki mata bak harimau itu kembali tertawa. Kali ini lebih keras dan kencang dari sebelumnya.

"Lo kenapa, sih ketawa mulu? Sawan?"

"Abisnya lo lucu banget, Astaghfirullah."

"Diem!" Gadis itu membentak meski tak dihiraukan oleh kekasih-nya.

"Duh aduhh, anak muda jaman sekarang emang gini, ya kelakuannya."

"Pangeran sama Puteri sekolah kok belum pada pulang, sih?"

"Udah putus?"

Sang gadis mendelik dan langsung menendang sebuah kerikil ke arah seseorang yang tadi bertanya perihal putus.

"Yo, mending lo unfriend mereka aja, deh. Pada nggak punya akhlak, gitu."

"Heh, Wanita! Cermin di mushalla gede, noh."

"Bodo amat."

"Bidi imit."

"Yusron! Lo mau hp boba lo gue baretin!"

"My name is Yunseong, bukan Yusron."

"Apa wajah saya terlihat peduli? Oh, tentu tidak."

Bisa ditebak apa yang terjadi setelahnya?

Yap, keributan.

Maka sebelum keributan itu berakhir menjadi seperti tawuran, pemuda yang memiliki mata bak harimau itu menarik lengan gadis-nya pelan dan mengangkat tubuh itu supaya duduk di jok belakang.

"Gue yakin banget kalian kalau ribut pasti ujung-ujungnya pada lempar sepatu."

Gadis itu tidak menjawab. Kepalanya masih menoleh ke belakang menatap tajam dua dari tiga pemuda yang beradu mulut dengannya. Memang benar. Sepertinya mereka tidak akan pernah akur.

"Bro, jangan bikin lecet sepupu gue, ya!"

"Jungmo diem!"

Motor yang dikendarai oleh sepasang kekasih itu asyik membelah jalanan kota yang tidak terlalu ramai. Sang gadis sibuk bercerita panjang lebar sambil memeluk kekasihnya dari belakang. Sedangkan pemuda yang memiliki mata bak harimau itu menjadi pendengar yang baik dan sesekali tertawa atau balik bertanya sebagai tanggapan.

Setelah lima belas menit mereka menguasai jalanan, motor yang mereka kendarai berhenti di salah satu barber shop langganan si pemuda bermata harimau.

"Temenin gue potong rambut dulu, ya?"

"Kenapa?"

"Hm?" Pemuda itu menaikkan satu alisnya. Bertanya.

"Kenapa dipotong?"

"Lah, lo bilang kemaren itu apa?"

Sang gadis mengumpati kekasihnya dalam hati. "Asal lo nyaman ya jangan dipotong, Bego! Gue mah gapapa yang penting lo nyaman."

"Lah?"

"Lah apa lagi, hah?"

"Udah nyampe sini gimana, dong?"

Sang gadis mengendikkan bahunya acuh. Lalu kembali memasang helm.

"Cari makan, yuk. Laper gue."

"Mau makan apa emang?"

"Di sekitar sini ada warung naspad ga?"

Pemuda yang memiliki mata bak harimau itu terlihat berpikir sambil menatap ke ujung jalan.

"Gatau, tapi cari aja dulu. Mau gak?"

"Pokoknya sama lo, sih."

"Astaga, kenapa lo jadi pinter gombal, Karin?"

"Gara-gara lo, lah!"

"Lah?"









✨Tbc.

MOZARELLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang