Mozarella 2

192 15 15
                                    

Sesuai dengan dugaan Karina, saat dia tiba di rumah pasti dia akan mendapat semburan kasih sayang dari kedua kakaknya. Dan benar saja, belum sampai kakinya memasuki gerbang rumah, telinganya sudah menjadi korban dari tindak kekerasan. Tidak hanya itu, karena rambut panjang yang selalu ia banggakan juga menjadi salah satu korban.

"Aaaaahhhh!!! Ada orang balik rumah, tuh harusnya disambut, bukan dianiaya kayak gini!"

"Disambut disambut, mau lo gue sambit sekalian?"

"Kan, aslinya lo tuh emang gak sayang sama gue."

"Beneran mau disambit, nih anak."

Karina menutup mata dan telinganya rapat-rapat. Pertama karena malas melihat sang kakak, kedua karena dia sebenarnya sudah ingin menangis.

"Jangan digituin atuh, Bang. Lo galiat dia udah mau nangis."

Sang kakak kembali melirik Karina. Dapat dia lihat jika wajah cantik utu sudah sembab. Pandangan matanya pun berubah sendu.

"Kayiinn!" Panggilan dari suara cempreng milik anak berusia empat tahun mengalihkan atensi mereka.

Badan kecil yang berlari riang gembira itu berhasil ditangkap oleh Karina. Demi melihat keponakannya yang menyambut kedatangannya dengan riang, air mata yang sedari tadi sudah berusaha ia tahan akhirnya bisa kembali naik dan bersembunyi di balik bola matanya yang indah.

"Jagoannya Kayin mau ke mana? Tumben rapi amat."

"Mau ke lumah pecawat yang guede banget."

Karina mengerjabkan matanya, "Rumah pesawat?"

"Ke bandara, mau nganterin gue."

"Aaaaaa... Jangan pegi ke Jepang, dong!" Karina merengek seperti anak kecil sambil mengayunkan lengan sang kakak yang menatapnya jengah.

"Cuman dua tahun, adikku sayang. Trus gue juga bakal bolak-balik ke sini. Bentar lagi 'kan juga udah puasaan, gue pasti pulang." Nada suara itu melembut seiring dengan ekspresi Karina yang terus-menerus merengek tidak mau ditinggal.

Karena permintaannya diabaikan, Karina kembali mendekati keponakannya yang sudah berada di gendongan Yoshi.

"Beomha, mau ditinggal Omdo pergi jauh?"

Anak kecil itu mengedip-ngedipkan matanya bingung. Jelas untuk urusan dewasa dia mana mau mengerti?

"Beomha, nanti kalau Omdo udah pergi jauh, Beomha gabakal dapet eskrim lagi, lho. Mau?"

Mendengar kata eskrim disebutkan, anak kecil itu langsung menggeleng ribut.

Karena eskrim adalah sebagian nyawanya. Maka jika dia terpisah dari eskrim, bocah itu merasa tidak hidup.

Tuk!

"Jangan manipulasi bocah lo!"

"Dih, kok lo gak di pihak gue, Yo?" Yoshi mengendikkan bahunya tidak peduli, lantas berjalan masuk ke dalam rumah, masih dengan menggendong badan gembul Beomha.

"Lo masih hidup kok, Bx 'kan cuman sekolah, bukan pindah." Yuko selaku anak yang tertua membuka suaranya. Dia menghampiri Karina dan mengelus rambut panjang itu pelan.

"Tapi kalau dapet jodoh orang Jepang gimana?"

"Ya bagus, dong. Bisa memperbaiki keturunan." Yuko dan Karina tertawa bersama, mengabaikan wajah anak tengah itu yang sekarang sudah tertekuk.

"Iya, deh."

Byounggon bertepuk tangan ketika mendengar jawaban adiknya secara gamblang. Apa tadi? Kenapa tidak dari kemarin saja kakaknya membujuk sang adik? Dengan begitu, dia tidak akan kelimpungan bolak-balik mengganti jadwal keberangkatannya menuju Negeri Matahari Terbit tersebut.

MOZARELLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang