8. Jirene ✓

771 84 8
                                    

"Jadi Lo nyerah sama semuanya?" Irene menatap lekat wajah sang adik. Senyum diwajahnya itu adalah senyuman palsu. Anak kecil pun akan mengetahui itu dalam sekali pandang.

"Gue menyerah, karena cinta itu rumit. Kebahagiaan Lo harus bergantung pada seseorang. Dan gue udah capek bergantung dengan seseorang kak." Jisoo memeluk lengan kakaknya, lalu merebahkan kepalanya dibahu Irene.

"Lo itu kuat, percaya deh. Jisoo yang gue kenal itu gadis yang kuat. Ngak apa-apa, pelan-pelan saja. Cintai dirimu sendiri dulu, Chu-ya." Irene lalu melepaskan pelukan dari adiknya itu, ia beralih merangkul tubuh mungil jisoo.

Mereka berdua menikmati pemandangan sunset yang begitu indah dipantai.

"Kak, tapi setelah gue berusaha untuk move on dari dia. Jujur, perasaan gue lebih anteng."

"Gue bilang apa, kalo Lo niat pasti bisa."

"Ya, mungkin dulu gue setengah-setengah kali ya ngelakuin itu. makanya berat. Bahkan beberapa Minggu terakhir ini ketika gue liat dia, udah ngak ada perasaan yang menggebu-gebu lagi. Malah jatuhnya mikir, buat apa sih gue dengan gobloknya mempertahankan rasa cinta yang bahkan dia ngak tau sama sekali. Rasanya waktu terbuang sia-sia." Jisoo terkekeh ketika mengingat betapa bodohnya dia tetap mempertahankan rasa cinta itu.

"Hahaha baru nyadar ni? Kan emang udah goblok dari lahir." Irene tertawa melihat jisoo yang mempout bibirnya.

"Mianhae, nanti gue beliin cikin ya, dua paket family, gimana? Mau ngak?" Sambung Irene

"Ngak mau."

"Loh tumben?" Irene heran dengan Jisoo yang menolak mentah-mentah tawarannya setelah apa yang telah Jisoo buat saat memasak menu makan mereka kemaren.

"Bosen ayam terus." Jisoo menyandar pada bahu Irene dengan manja.

"Jadi maunya apaan?" Irene memegang tubuh Jisoo dengan sebelah tangan. Takut jika tiba-tiba Jisoo nyungsep kebelakang.

"Ngak ada." Jisoo mengeleng pelan. Lalu ia memejamkan matanya menghirup aroma tubuh Irene. "Kak Irene, lo bau duit, kak. Jisoo suka."

"Jisoo mau uang?" Lagi-lagi Irene mengernyit heran. Jisoo hanya mengangguk mengiyakan.

"Kan Lo udah kaya Jisoo. Kenapa minta uang sama gue?"

"Pengen aja kayak orang-orang yang selalu malak kakak atau abangnya. Kayaknya seru aja gitu."

Irene mengeleng-geleng kepalanya dengan pemikiran random dari adiknya. Kemaren dia mikir Irene jadi selingkuhan suami masa depannya, dan kalo Irene punya anak dia binggung itu keponakan atau anak tirinya. Nah sekarang, dia malah pengen sok-sokan malak atau minta uang jajan padanya cuma karena kelihatan seru.

"Lima ratus cukup?" tanya Irene. "I mean lima ratus juta cukup ngak?"

"Heh? Apaan sih, cuma mau minta uang buat beli Boba didepan sana, doang. Kenapa jadi lima ratus juta, sih kak."

"Lo suka Boba?"

Jisoo mengangguk." Suka banget. Pakai banget."

"Yaudah, ayo." Irene menarik pelan tangan Jisoo dan Irene berjalan meninggalkan Jisoo.

"Ayo kemana?" tanya Jisoo yang melihat Irene berjalan didepannya.

"Katanya mau Boba, beli bobanya sekarang aja. Kalo enak nanti mau beli sahamnya atau ngak buka outlet Boba didaerah mansion. Jadi kalo Lo mau Boba tinggal ambil aja, ngak usah susah-susah beli lagi karena punya sendiri," jelas Irene panjang lebar.

Sedangkan Jisoo hanya bisa menganga mendengar ocehan Irene.

"Ini serius kak?"

"Coba liat tampang Gue. Keliatan becanda atau kagak?"

"Ngak, sih."

"Yaudah ayo."

"Perasaan cuma mau beli Boba, kenapa jadi beli outletnya dan buka cabang didekat mansion? Huwaaa Eomma... Jisoo lupa kalo kak Irene orangnya gila. Apalagi kalo adeknya udah suka sesuatu dia bakalan beli satu toko atau bahkan toko itu jadi miliknya." Jisoo berjongkok sambil mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Bisa-bisa mereka akan jatuh miskin jika Irene terus menerus boros.

"Eh, tapi kalo jadi orang susah, keknya seru, deh.

"Kak Irene beli 9 outlet, kalo enak, ya!"

"Okeeeeh."

"Ehehe, berhasil nih jadi orang susah."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝗖𝗿𝗮𝘇𝘆 𝗙𝗮𝗺𝗶𝗹𝘆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang