3

230 23 8
                                    

Sebelum baca chapter ini enaknya sambil dengerin musik yang sedih-sedih

Zen

====

Semilir angin yang dingin dari puncak bukit di Northland (sebuah distrik di Barren Land) tertiup keras, menggerakkan rambut merah yang kaku itu. Dari puncak ia bisa melihat anak-anak sedang tertawa bermain di taman bermain yang 700 meter jauh dari puncak bukit. Belum lagi para remaja yang sedang bermesraan di beberapa tempat, semua terlihat dari puncak bukit tertinggi di Northland itu.

Ia hanya dapat melihat beberapa rumah besar di sana, mungkin itu rumah bangsawan yang berkuasa di sini?

"Jika kau mencari dimana markas Ranger ada di sebelah kanan, tepatnya perbatasan antara distrik Northland dan Westland." Ashley membuka pembicaraan, "akhirnya aku sampai di sini berkat bantuanmu, terima kasih Tuan Raven."

"Ah, bukan apa-apa," jawab Julian.

"Apa kau menemukan sudut pandang baru? Setelah melihat pemandangan yang begitu indah di sini?" tanya Ashley.

"Tidak banyak yang kulihat, hanya senyuman anak-anak di sana," tunjuk Julian. "Aku hanya berharap para iblis tidak menyerang tempat ini dan membuat mereka trauma," lanjutnya.

"Jujur saja walau kami dekat dengan tempat ini, serangan iblis selalu tak terduga arahnya, jadi kami tidak menjamin daerah ini juga tidak diserang." Ashley menggeleng. "Apa yang akan kau lakukan jika itu terjadi?"

"Aku ... tidak ingin mereka mengalami rasa sakit yang sama sepertiku dulu."

"Tapi mereka sudah merasakannya, Tuan Raven."

Julian terkejut.

"Sebagian besar dari anak-anak di sana adalah korban penyerangan di Southland yang dipindahkan ke sini, namun sebagian juga penduduk asli, syukurlah mereka tak lagi merasa kesepian setelah bergabung dengan penduduk sini," jawab Ashley. "Aku tidak tahu daerah asalmu, bahkan aku tidak tahu kejadian apa yang kau alami saat kau masih kecil, tapi aku yakin rasa sakit yang kau rasakan pasti sama, kesepian, kehampaan, merasa tak berguna dan tak berarti, hatiku pun ikut sakit saat mendengar tangisan seperti itu." Ashley menyentuh bahu Julian. "Jika terlalu banyak dipendam, itu hanya akan mengikis dirimu sendiri."

"Maaf Nona, apa kau bisa kupercaya?" tanya Julian. "Aku lelah mendapatkan banyak pengkhianatan selama 16 tahun hidup."

"Jika kau tak percaya padaku maka bagilah perasaanmu pada ketiga sahabatmu, mungkin mereka lebih mengerti apa yang harus mereka perbuat untuk membuatmu merasa lega." Ashley tersenyum. "Aku tidak akan memaksa, lagipula kita baru bertemu hari ini, aku mengerti."

Julian menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. "Kuharap kau tidak terkejut dan langsung menjauh jika mendengar nama Terizla."

Ashley sempat terdiam, "apa hubunganmu dengannya?"

"Beliau adalah ayahku, seperti yang kau tahu sekarang dia menjadi bawahan Demon Queen di Dark Abyss." Julian menunduk. "Ayahku pernah memimpin Free Smith, sebuah klan ahli senjata yang melayani Gereja, klan kami lah yang selalu menyediakan pasokan senjata ke sana. Xavier merupakan saksi hidup dan ia terlibat pada kejadian itu, ia mendengar alasan Gereja menyucikan klan kami karena senjata-senjata yang kami buat disinyalir menggunakan batu dari Abyss, namun Xavier bilang ini tidak pernah terbukti kebenarannya."

Forsaken LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang