11

2.4K 43 2
                                    

Pagi harinya, mereka berjanji untuk bertemu di sebuah galeri seni yang akhir akhir ini sangat populer. Yuki memaksa ingin bermain di sana, dan Haru akhirnya mengalah. Dengan syarat dia dan Yuki harus menyamar menjadi orang lain.

Jadi di sinilah dia sekarang, menunggu di kafetaria, depan pintu masuk galeri seni paling terkenal sebagai seorang gadis manis. Orang-orang yang berlalu-lalang selalu menatapnya. Sebab Haru mengenakan rok biru muda yang sangat pendek dan sweater krem.

Haru menatap ponselnya gelisah, takut kalau-kalau Yuki terlambat lagi seperti biasanya. Wanita itu memang tidak pernah sekalipun tepat waktu saat membuat janji. Dan Haru juga sangat bodoh. Dia termakan kebiasaan lamanya untuk datang setidaknya lima belas menit sebelum waktu perjanjian.

Kaki kanan Haru terus menjahit udara, dan kuku ibu jarinya terus digigiti. Dia sepenuhnya melupakan keberadaan kopinya di atas meja.

"Hei, manis, apa kamu sendirian?" tanya seorang laki-laki asing. Laki-laki itu mendekati Haru yang sepenuhnya mengacuhkan keberadaannya.

"Apa kamu datang kemari dengan pacarmu?" tanya laki-laki itu lagi. Dia berdiri di samping Haru, tangannya mulai mengelus-elus pundak Haru. Haru melirik tangan laki-laki itu jijik, tapi dia tetap diam karena dia sama sekali tidak biasa berinteraksi dengan orang lain.

"Benar-benar deh. Seharusnya dia datang tepat waktu, tidak membiarkan gadis manis sepertimu menunggu sendirian di tempat panas seperti ini."

Tangan laki-laki itu mulai turun ke dada Haru. Refleks Haru langsung berdiri, menepis kasar tangan laki-laki itu darinya. Haru melotot tajam pada laki-laki itu, tangannya terkepal erat. Siap memukul laki-laki itu kapan saja kalau dia macam-macam lagi pada Haru.

"Galak banget, santai dikit dong," ucap laki-laki itu ringan. Tangannya terjulur, mencoba meraih wajah Haru. Haru refleks menghindar, dia mundur dengan cepat dan tidak sengaja tersandung kakinya sendiri. Haru memekik kaget, memejamkan matanya rapat.

Bukannya jatuh, Haru malah menabrak seseorang di belakangnya. Atau mungkin orang itulah yang menangkapnya, bukan Haru yang jatuh ke arahnya. Orang itu menangkap bahu Haru, membantunya menyeimbangkan kembali tubuhnya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya orang asing itu. Suaranya sudah sangat akrab di telinga Haru, orang yang barusan menangkapnya adalah Yuki. Haru cukup senang karena Yuki tidak terlambat lagi seperti sebelum-sebelumnya, tapi dia sedikit geram juga karena Yuki malah menyamar sebagai laki-laki.

Memang, Haru menyamar sebagai perempuan. Tapi itu semua karena permintaan Yuki. Dan sekarang wanita itu muncul di sini, dan entah bagaimana berhasil membuat suaranya terdengar berat seperti laki-laki.

Haru masih bersandar pada dada Yuki, perlahan dia membuka matanya. Wajah dan telinganya merah padam, terutama karena orang-orang yang lewat memandangi mereka berdua. Haru perlahan mengangguk mengiyakan, tangan dan lengan sweaternya yang kepanjangan menutupi setengah wajahnya yang merah padam seperti tomat.

Yuki menatap tajam laki-laki tadi, membuatnya ketakutan dan lari terbirit-birit.

"Ah.." Yuki menatap Haru lekat dari atas sampai bawah, lalu menyeringai. "Siapa yang ingin Haru goda dengan pakaian seperti itu? Hm~?"

Haru hanya diam, menunduk dalam-dalam, tidak berani bertatapan dengan Yuki yang entah bagaimana jadi jauh lebih tinggi darinya.

"Memang, aku memintamu menyamar jadi perempuan, tapi aku tidak sekalipun bilang untuk mengenakan rok mini kan?"

"D-diam! Ini semua karena Ishikawa memintaku berdandan seperti ini!" ucap Haru kesal. Dia mengucapkan apa saja yang terlintas dalam benaknya karena panik.

Yuki terkekeh pelan, mengusap lembut pipi Haru. "Rasanya aneh karena Haru jadi jauh lebih pendek. Yah, sebelumnya Haru juga lebih pendek sih, tapi selisihnya tidak sebanyak ini."

"Hmph!" Haru melipat kedua tangannya di depan dada dan memanyunkan bibirnya kedepan. "Memangnya berapa tinggimu sekarang ini?" tanyanya ketus.

"Ah, tadi saat aku mengukur tinggi, hasilnya, 174 cm."

Haru sontak terdiam mendengar jawab Yuki dan menatapnya lekat. Dia berpindah ke samping Yuki dan membandingkan tinggi mereka. Tinggi Haru hanya mencapai bibir atas Yuki, tidak lebih. Padahal sebelumnya tinggi Haru mencapai alis Yuki. Dia jadi semakin kesal karena Yuki lebih tinggi darinya.

"Sudah dong, jangan ngambek," goda Yuki. Dia menjawil pipi Haru, mencubitnya gemas.

Mereka duduk berhadapan, mengobrol beberapa patah kata lagi sembari menghabiskan kopi milik Haru.

"Ayo, masuk." ajak Yuki, dia berjalan ke arah galeri seni itu, dan Haru mengekor di belakangnya.

Perlahan Yuki menyelipkan jari-jarinya ke tangan Haru dan menggenggamnya erat. Menggandengnya ke dalam galeri seni. Wajah Haru merah padam, satu tangannya digenggam erat oleh Yuki, sementara tangan satunya menggenggam erat-erat tali tasnya.

Entah mengapa Haru merasa ini tidak seperti sebuah permainan, lebih mirip ke sebuah kencan antara seorang gadis manis dan cantik dengan pacarnya yang tinggi dan tampan. Begitulah skenario yang tertulis dalam benak Haru sekarang. Dia tidak tahu apa yang ingin Yuki lakukan pada permainan kali ini. Satu hal yang jelas, Haru tidak ingin insiden permainan pertama mereka terulang kembali.

"Ke toilet sebentar," ucap Yuki singkat. Dia mengandeng Haru, menariknya ikut ke toilet laki-laki bersama Yuki.

Haru memberontak saat Yuki memaksanya masuk ke toilet laki-laki, dan perdebatan kecil mereka dimulai kembali.

"T-tunggu!" jerit Haru parau. "Ini toilet laki-laki! Dengan pakaianku sekarang, aku tidak bisa masuk kesana!"

Yuki sama sekali tidak menggubrisnya. Dia menarik tangan Haru, berusaha menyeretnya masuk ke dalam toilet itu bersamanya.

"Ayolah Haru, tidak ada orang dalam toilet ini!" sentak Yuki kesal.

"Tetap saja!" balas Haru panik, dia mencoba melepaskan tangannya dari Yuki, tapi genggaman Yuki terlalu kuat. "Bagaimana jika tiba-tiba ada orang yang datang?"

"Tidak akan ada yang datang!" ucap Yuki geram. Dia meremas kuat tangan Haru, membuatnya meringis kesakitan.

Dengan sangat terpaksa, Haru mengikuti Yuki masuk perlahan ke toilet itu. Dan memang benar, tidak ada pengunjung seorang pun di dalam toilet itu. Haru jadi sangat lega karenanya.

"Sini, masuk." Yuki menarik tangan Haru kasar, membawanya masuk ke salah satu ruang toilet. Dia mengunci pintunya, lalu mendudukkan Haru di tutup toilet.

"Permainannya akan dimulai sekarang, Haru," bisik Yuki lembut di telinga sensitif sub kesayangannya itu.

Haru melenguh pelan di tengah anggukannya. Napas hangat Yuki yang menyentuh telinga Haru menciptakan sensasi aneh yang sedikit membuatnya terangsang. Satu tangan Yuki mengelus-elus pipi Haru lembut, sementara tangannya yang satu lagi merayap masuk ke dalam sweater Haru, mengelus garis punggung Haru sensual dari atas ke bawah, dan terhenti pada tali bra Haru.

Senyum tipis mengembang di wajah Yuki. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Haru akan mengenakan pakaian dalam wanita juga. Terlebih dia tidak memintanya. Yuki mengecup bibir Haru, tersenyum cerah.

Dia lalu sibuk dengan tasnya, mencari-cari barang dalam tasnya yang berantakan itu, lalu mengeluarkan sebuah strap on dildo yang berukuran cukup besar serta pelumas. Dia menitipkan kedua benda itu pada Haru yang jelas sekali menampakkan ketidak setujuannya pada benda-benda mengerikan itu.

Yuki lagi-lagi kembali sibuk dengan tasnya, mengeluarkan sepasang vibrator kabel, dan memberikan mereka pada Haru lagi.


~


18, 6, 2022

Mistress and Her Toy (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang