14

1.9K 37 0
                                    

Seminggu berlalu sudah sejak permainan terakhir mereka, dan Haru sama sekali tidak mengontak Yuki. Berkali-kali sudah Yuki mencoba menghubungi Haru, namun tak ada jawaban. Semua pesannya tidak ada satu pun yang dibaca oleh Haru. Bahkan Fukuda juga ikut tidak bisa di kontak. Mereka seperti menghilang begitu saja tanpa jejak dari dunia.

"Berhenti minum! Aku tidak mau membawamu pulang!" teriak Itsuki kesal pada Yuki yang sudah tergeletak lemas di atas meja. Tangan kanan Yuki menggenggam sebotol anggur merah, dan dia terus saja meminum anggur itu tanpa henti.

Itsuki sudah mencoba merebut botol anggur itu, namun Yuki malah memukulnya dengan sangat keras di perut. Dan sekarang Itsuki tidak mau mencobanya lagi. Dia tidak ingin berbuat macam-macam pada wanita mabuk yang terus meracau dan menangis di sampingnya itu.

Tingkah laku Yuki saat ini menarik perhatian begitu banyak orang di bar besar yang beroperasi secara ilegal itu. Bahkan pelayan bar itu berkali-kali mendatangi Itsuki, menanyakan apa Yuki baik-baik saja dan menawarkan kamar bermalam untuk mereka. Tapi Itsuki langsung menolaknya.

Yuki masih terus saja meminum alkoholnya, dia terisak-isak dan meracau tidak jelas. Menjadikan Itsuki sebagai pelampiasannya. Dia bercerita sambil sesegukan pada Itsuki, dan membentaknya setiap kali Itsuki tidak mengerti atau jawabannya kurang memuaskan bagi Yuki.

Itsuki sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Dia memang orang yang mengajak Yuki pergi ke bar itu untuk melampiaskan kekesalannya, tapi dia menyesal sekarang. Bar yang dipenuhi hewan-hewan buas dan liar itu jelas tidak aman untuk dikunjungi seorang wanita di tengah malam. Apalagi jika dia pergi sendirian.

Itsuki juga tidak bisa menitipkan Yuki pada pelayan di bar itu, atau mereka akan langsung menyantap Yuki begitu Itsuki pergi.

"Oi! berhenti minum! Apa kamu mau tinggal di sini semalaman?!" Itsuki berteriak kesal sampai napasnya terengah.

"Hik. Ah...?" Yuki perlahan mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Itsuki, menatapnya sambil cengengesan, lalu menyanyikan lagu tidak jelas. Dia lalu kembali pada Itsuki, menatapnya tajam, lalu menggeleng. "D- hik. Di sini se- hik. malaman? Hik."

"Iya. Kutinggal kamu di bar ini," ucap Itsuki ketus tanpa melihat Yuki. Dia mengambil tasnya lalu berjalan pergi.

Yuki dengan segera meraih tangan Itsuki. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca, lalu mulai menangis keras saat Itsuki menoleh padanya dengan tatapan tajam. Itsuki yang sudah tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya mengerang kesal, mengacak rambutnya. Dia lalu kembali duduk di samping Yuki, dan wanita itu perlahan mulai kembali tenang.

Berjam-jam sudah lamanya mereka berada dalam bar itu. Itsuki yang sebelumnya hanya bertugas menemani Yuki sekarang malah ikut meminum banyak banyak botol alkohol. Dia ikut terkapar lemas di atas meja, di samping Yuki. Berbotol-botol alkohol kosong tergeletak berserakan di sekitar mereka, baik di atas meja, mau pun di lantai.

Mereka terus seperti itu sampai pagi datang. Yuki lah yang pertama kali sadar dan mencoba membangunkan Itsuki. Menggoyang-goyangkan badannya yang sangat lemas, memanggil-manggil Itsuki, namun Itsuki terlalu lemas untuk merespon. Dia menatap Yuki dengan pandangan kosong, lalu tertawa cengengesan.

"Oi, bangun brengsek." ucap Yuki geram. Dia menarik Itsuki agar beranjak dari tempatnya sekarang ini, namun Itsuki terlalu berat untuk bisa diseret oleh Yuki. Meski hari sudah menjelang siang dan matahari sudah naik cukup tinggi di langit, bar itu masih saja ramai. Walaupun memang jumlah pengunjungnya memang jauh berkurang dibandingkan kemarin malam.

Yuki mendengus kesal, melihat sekelilingnya. Dia baru hendak memanggil pelayan ketika tiba-tiba dia teringat pesan Itsuki semalam 'Ingat, jangan bicara dengan siapa pun, dan jangan membuat kontak apa pun, dengan pelayan sekali pun.' Dia jadi berpikir dua kali sebelum memanggil pelayan dan memutuskan untuk mengindahkan peringatan Itsuki.

Yuki baru saja kembali duduk ketika pintu bar di sampingnya itu terbuka. Yuki sontak menoleh dan tersentak begitu melihat siapa yang baru saja datang. Dia mengucek matanya tidak percaya, tapi orang itu tetap berdiri di sana. Yuki mencubit pipinya. Sakit. Berarti dia tidak bermimpi.

"Haru?" tanyanya tidak percaya.

Bukannya menjawab, Haru malah merapatkan masker kainnya dan melenggang pergi, menghampiri salah seorang pelayan. Dia dengan santainya mengobrol dengan pelayan itu dan memesan minuman.

Yuki hanya mengamatinya dari kejauhan. Amarah naik ke dadanya. Seminggu sudah lamanya dia terus memikirkan Haru, tapi laki-laki itu sama sekali tidak merespons Yuki. Meninggalkan Yuki dalam kekhawatiran dan kecemasan. Haru selalu muncul dalam benaknya setiap kali Yuki melakukan sesuatu. Tentunya hal itu sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya.

Dan di sinilah Haru sekarang, bersantai, bermain-main, di sebuah bar ilegal, sendirian. Dia bahkan mengacuhkan Yuki ketika dia sampai. Seakan dia tidak melihat, atau pun mengenal Yuki, yang jelas-jelas ada di hadapannya.

Haru terus mengobrol ringan dengan pelayan itu, sampai seorang pria berlari kecil menghampiri Haru dan memeluk pinggangnya dari belakang. Mereka tertawa-tawa, dan pria itu mengecup pipi Haru lembut, meletakkan kepalanya di dada Haru. Mereka terlihat sangat amat akrab, dan amarah Yuki jadi semakin menyebar, naik hingga kepalanya.

Penyebabnya tentu saja cemburu. Tangan Yuki terkepal sangat erat hingga telapaknya berubah merah. Dia menatap mereka lekat dari kejauhan. Karena belum sepenuhnya sadar dari mabuknya kemarin, emosinya yang terlebih dahulu bermain dan mengambil alih kontrol dirinya.

Yuki bangkit berdiri, menghampiri mereka berdua, dan langsung menarik lengan Haru kasar. Dia menggenggamnya sangat erat hingga Haru mengaduh kesakitan.

"Kenapa, kamu bisa ada di sini?" tanya Yuki kesal. Suaranya meninggi. Dia mendelik pada pria tadi, lalu kembali menaruh fokusnya pada Haru, menunggu jawabannya dalam diam.

Namun Haru sama sekali tidak mau menjawab. Dia meronta dan meminta Yuki untuk melepaskan tangannya. "Lepaskan!!!" teriak Haru panik saat Yuki malah mengeratkan genggamannya.

"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Yuki lagi. Kali ini dia bicara jauh lebih lembut.

"Itu bukan urusanmu kan?!" sentak Haru. Sama seperti Yuki dia berteriak keras, meninggikan suaranya. Tubuhnya sedikit gemetar, dan napasnya terengah.

Yuki tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Kepalanya sudah tidak bisa lagi digunakan untuk berpikir jernih. Hanya amarah yang menguasainya saat ini. Amarah yang tidak bisa dia kendalikan dan entah berasal dari mana.


~


24, 6, 2022

Mistress and Her Toy (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang