Part 3

287 54 15
                                    

Paris, kota asing bagi seorang Roseanne Park. Ini kali pertama dia menginjakkan kaki di kota yang mendapat julukan City of Love ini. Tidak ada orang dengan tatapan menghakimi ketika dia melewati jalan-jalan di kota ini meskipun tangannya tidak pernah terlepas dari genggaman kekasihnya itu.

Senyumnya terkembang melihat jemari Jisoo yang terjalin di antara jemarinya. Hatinya menghangat, semoga ini awal yang baik bagi hubungan mereka berdua, batinnya.

Mereka tiba di apartemen milik Jisoo, sederhana tapi sangat nyaman. Jisoo menata setiap ruangan dengan gaya minimalis tapi tetap terkesan elegan.

Ini adalah bidang yang dia kuasai, desain interior. Ilmu yang dia pelajari secara diam-diam karena keluarganya menginginkannya mengambil bidang lain. Usahanya pun bergerak di bidang ini. Bidang usaha yang berbeda dengan usaha yang ditekuni keluarga Kim.

Jisoo sengaja memilih untuk fokus di bidang ini karena ini adalah passion-nya. Selain itu, usahanya ini jauh dari kekuasaan keluarga Kim sehingga dia akan aman dari tekanan sang Ayah.

Perjalanan yang memakan waktu lebih dari 13 jam itu sungguh melelahkan. Mereka merebahkan tubuh sejenak di atas kasur sebelum kemudian mandi untuk menyegarkan diri.

Sekarang pukul sepuluh malam waktu Seoul tetapi masih jam tiga sore waktu Paris. Perbedaan waktu dunia dimana Seoul lebih cepat tujuh jam daripada Paris. Mereka tidur setelah mengisi perut.

Jisoo menyukai hal ini, setelah dua tahun dia tidak bertemu dengan Rosé, kekasihnya. Kini dia bisa tidur di samping kekasihnya itu sambil memeluknya. Wangi tubuh Rosé adalah aroma favoritnya dan kini telah menjadi candu baginya. Rasanya nyaman sekali, dia memejamkan matanya. Satu hal yang dapat dia pastikan, tidurnya akan nyenyak malam ini.

===

Rosé terbangun dengan sepasang tangan yang masih melingkar erat di pinggangnya. Matanya menatap wajah tenang di hadapannya. Tangannya membelai wajah kekasihnya itu. Mulai dari kening, merapihkan anak rambut di area tersebut. Turun ke area mata, Jisoo memiliki alis yang tersusun rapih. Mata indah jendela hatinya, yang kini sedang terpejam. Hidungnya yang mancung, pipinya yang akan memunculkan lesung saat tersenyum. Kemudian jarinya menyentuh bagian paling dia sukai dari wajah kekasihnya itu. Bibir berbentuk hati jika sedang tersenyum. Agak lama dia memainkan jarinya di area tersebut, lembut. Hingga si pemilik bibir terbangun dari tidurnya karena merasakan sentuhan-sentuhan lembut di area tersebut.

Rosé tersenyum mengetahui kalau dia tidak sedang bermimpi, "selamat pagi."

"Selamat pagi," Jisoo membalas sapaan kekasihnya dengan suara serak khas orang bangun tidur lalu memberikan kecupan di bibirnya.

"Ayo bangun, kau bisa terlambat ke kantor." ucap Rosé sambil berusaha melepaskan pelukan sang kekasih.

"Biarkan seperti ini, pekerjaan bisa menunggu." Jisoo mengeratkan pelukannya, menghirup aroma tubuh sang kekasih. "Aku merindukanmu, sangat merindukanmu" ucapnya lagi.

Mereka saling tatap, tersirat kerinduan di mata keduanya. Dua tahun mereka harus terpisah, tanpa kontak sama sekali. Dua tahun waktu yang cukup lama bagi mereka. Jisoo merapihkan anak rambut yang menutupi wajah Rosé. Menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. Gerakan tangan Jisoo memberikan sensasi geli di perut Rosé.

Jisoo menyatukan kening mereka, "maafkan aku karena telah me--"

Rosé meletakan telunjuknya di bibir Jisoo, memotong perkataannya. "Sssh! Tak perlu diingat lagi, Soo. Yang penting sekarang kita sudah bersama," Rosé mengusap lembut pipi kekasihnya.

Jisoo menempelkan bibirnya ke bibir Rosé, sejenak tanpa pergerakan. Kemudian dia mulai memagut lembut bibir kekasihnya. Rosé membalas pagutannya dengan penuh hasrat. Dia merindukan bibir kekasihnya itu, bibir yang tidak bisa dia klaim selama berada di Korea.

Pagutan lembut itu semakin lama semakin menuntut. Berubah menjadi ciuman penuh gairah. Suhu di kamar terasa panas walaupun pendingin ruangan dalam mode on. Suara desahan yang lolos dari keduanya semakin memanaskan suasana.

Jisoo memposisikan tubuhnya miring di samping Rosé. Tangannya menelusup masuk ke dalam gaun tidur kekasihnya. Memberi rangsangan dan kenikmatan kepada pasangannya. Meraba lembut area perutnya, membuat pola lingkaran di sekitar pusarnya. Jarinya mengusap-usap puting payudara kekasihnya yang masih tertutup bra hitamnya, sesekali meremasnya.

"Ahh... feels so good, Soo." desahan Rosé terdengar seperti musik yang mengalun merdu, memancing hasrat Jisoo.

Napsu sudah menguasai keduanya, terlihat dari mata mereka yang mulai sayu dan wajah mereka yang bersemu merah. Suara desahan saling bersautan memenuhi ruangan.

Jisoo kembali mencium Rosé kali ini ciuman yang bergairah, penuh dengan kerinduan. Dia mengigit bibir bawah kekasihnya, meminta akses untuk masuk. Mereka saling bertukar saliva.

Sementara tangan Jisoo turun ke area kewanitaan kekasihnya, menggosok klitorisnya memberikan sensasi geli di sana.

Keduanya mulai saling melucuti pakaian masing-masing. Jisoo memandang penuh hasrat melihat tubuh Rosé yang hanya tertutup bra dan celana dalamnya saja. Wanita itu terlihat begitu seksi dalam balutan pakaian dalam yang serba hitam itu, kontras dengan warna kulitnya. Tubuh indahnya membuat Jisoo menelan ludahnya kasar.

Melihat reaksi kekasihnya, Rosé merasa malu. "Jangan menatapku seperti itu, Chu"

"Kau sangat cantik," Jisoo mengembangkan senyumnya, manampakkan lesung pipinya. Kemudian melanjutkan kegiatannya memberikan kenikmatan kepada kekasihnya.

Hari itu, mereka menghabiskan waktu dengan melepaskan kerinduan yang mereka simpan selama dua tahun.

Hari berikutnya Rosé terbangun dengan kondisi tubuh yang masih linu akibat permainan jemari Jisoo di area kewanitaannya. "Ouch," ringisnya pelan.

"Ehm, kau sudah bangun?" Jisoo melihat ke arah Rosé.

"Aku ingin menyiapkan sarapan." Ucap Rosé pelan.

"Kau pasti kesakitan akibat semalam, istirahatlah biar aku yang buat sarapan." Jisoo mengecup bibir Rosé kemudian memakai kembali pakaian tidurnya lalu mempersiapkan sarapan untuk mereka.

 

DUA ORANG TERLARANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang