❝Kadang, ada kalanya ketika aku ingin memutar waktu di mana aku masih berhak cemburu.❞
💔💔💔
Bara menyodorkan segelas air putih kepada Gigi yang tengah duduk bersandar di pilar ranjang. Wajah pucat itu masih kentara di sana. Sebuah ketakutan yang tak pernah Gigi ceritakan kepada orang lain.
"Udah," ujar Gigi seraya menyodorkan gelas bening itu kepada Bara. Lantas, lelaki itu menerimanya, lalu meletakkan di atas nakas dekat ranjang.
"Udah nggak apa-apa?" tanya Bara lembut. Sorot mata itu penuh dengan kekhawatiran. Gigi yang menatapnya, lantas mengangguk. Kemudian, ia memalingkan wajah ke arah lain. Tepatnya pada jam dinding yang tertempel di tembok depannya.
"Gue mau istirahat, udah malam," usir Gigi implisit. Bara yang paham maksud Gigi pun bangkit dari duduknya. Ia mengelus bahu Gigi sekejap sebelum meninggalkan kamar gadis itu. Tentu saja perlakuan Bara membuat Gigi mendadak kaku.
"Kalau perlu apa-apa, panggil gue aja. Gue belum tidur sampai tengah malam, kemungkinan begadang gara-gara tugas," titah Bara. Gigi tak menyahut. Kejadian hari ini membuatnya hampir lengah. Mungkin saja saat ini hatinya sudah mulai goyah untuk seorang Bara.
Gigi merebahkan tubuh, kala pintu itu tertutup sempurna. Ia memunggungi pintu kamar, memilih menatap lampu tidur yang berada di nakas. Kepala Gigi tersiksa, ingatannya pun sama. Bayang-bayang perhatian Bara beberapa waktu lalu membuat dirinya bimbang. Gadis itu mengelus dahinya yang sempat Bara elus lembut seperti dulu. Andai waktu bisa diulang, Gigi pasti sudah memeluk erat Bara saat dirinya terbangun tadi.
Gigi mendecak, "lo mikir apa, sih, Gi? Sadar, dong!" ucapnya.
Sementara itu, Bara mendecak kesal. Ada satu hal yang tak pernah Gigi ceritakan. Ya, tepatnya ia tidak akan tahu jika malam ini tak terjadi. Dalam lamunan ia tengah berpikir keras di kepalanya. Di depan meja belajar, lelaki itu memikirkan soal Gigi yang mengigau tadi.
Gigi kehilangan kesadarannya. Bara pun mendadak khawatir. Ia bimbang akan menelefon dokter atau tidak. Lelaki itu mendecak. Ia berpikir harus membaringkan Gigi terlebih dahulu. Lantas, ia menggendong Gigi untuk dibaringkan di atas ranjang.
Tangan kiri itu menggenggam jemari Gigi. Sementara, tangan kanannya sibuk dengan ponsel. Matanya bergerak gelisah. Ia bingung harus menelefon dokter Felix atau tidak. Jika iya, pasti kabar soal Gigi sampai ke keluarganya. Namun, jika tidak bagaimana nasib Gigi?
"Anjir!" umpatnya kesal. Lelaki itu memilih untuk mencari petunjuk di laman pencarian.
"Cari minyak dulu," gumamnya. Namun, saat dirinya hendak beranjak, tangan Gigi mencengkeram. Kepala gadis itu bergerak gelisah. Raut wajah Gigi pun berubah cemas.
"Bunda, jangan tinggalin Gigi, Bun! Gigi takut gelap, Gigi nggak mau di sini. Bunda harus sama Gigi, Bunda nggak boleh pergi!" Gigi mengigau tentang ibunya. Bara menjadi iba. Ia tak jadi meninggalkan Gigi.
Tangan itu bergerak mengelus dahi Gigi, beberapa kali juga mencoba membangunkan Gigi.
"Bangun, Gi! Lo kenapa? Gue minta maaf kalau kesalahan gue sefatal ini," lontar Bara. Lelaki itu menguatkan genggaman pada tangan Gigi. Hanya ini yang mampu ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PPN : Pajak Perpanjangan Nasib
Romance[AKRONIM SERIES] Kisah cinta yang berawal dari kasus penipuan persewaan unit apartemen yang dialami oleh Hagia Febri Salvina--Gigi--yang mengantarkannya harus satu atap dengan lelaki super menyebalkan bernama Bara. Lelaki yang merupakan mantan kekas...