3 - Pendatang Baru

329 24 1
                                    

Hei, kau! Yang berdiri disana
Tahukah ku disini penuh tanya?
Oh mengapa begitu sempurna?
Hingga detak jantungku berdebar-debar dengan begitu hebatnya...

HiVi! - Indahnya Dirimu

****

"GILA! SEREM BANGET ITU, DRE!" Teriak Kania refleks ketika Andrea menceritakan kepadanya tentang si gila XXX itu.

"Buset, lo, berisik banget deh, Kan! Serem kan? Makanya gue juga bingung harus ngapain! Lo kemaren pake acara nggak masuk, sih. Sok cantik pake acara demam segala." Ucap Andrea sinis. Memang, kemarin ia belum menceritakan surat ini kepada siapapun, kecuali Bang Ale. Karena ia takut dikira pamer atau lebay oleh orang-orang. Maka dari itu ia keep rahasia ini dan tidak menceritakannya kepada siapapun, kecuali Bang Ale dan Kania, sahabatnya.

"Yeee, mana gue bisa request kalo demam. Demam ya, demam aja Dre." Ujar Kania sambil tertawa, "Tapi hari ini nggak dapet surat lagi?"

Andrea menggeleng, "Nggak, Kan. Gue berharap sih cuma sekali aja digituin. Berasa diteror tau, nggak?"

Kania terkekeh, "Whoa! Gue nggak tau deh harus komentar apalagi, Dre. Gue cuma mau ngucapin selamat aja, akhirnya lo nggak jones lagi, kasian aja gitu gue ngeliatnya."

"Ish, lo tuh, ya, bukannya ngasih solusi, kek. Apa kek, malah ngeledek. Sama aja kayak Bang Ale." Cibir Andrea, lalu membuang nafas kasar.

"Ya ampun, Dre. Yaudah, kata gue sih selow aja. Maksud gue, mungkin si XXX itu belum berani ngomong atau nyapa lo gitu, just see and wait. Semua bakal kejawab kok, Dre. Duh, kenapa gue jadi greget sendiri ya?" Kania berbicara asal, ngalor ngidul menanggapi curhatan Andrea. Memberikan advice yang ada di kepalanya tanpa disaring dahulu. Apa Kania tidak tahu betapa takutnya Andrea saat ini? Eh, tunggu, tapi yang dibilang Kania memang ada benarnya juga, 'Just see and wait'. Waktu pasti akan memberitahu, kok, siapa XXX itu sebenarnya.

****

"Lo nggak ngerasa kalo ini too crazy gitu?" Tanya Kiki, sohib Iqbaal. Mereka sekarang sedang berada di kantin. Sekedar membeli minum atau makan-makan ringan sambil menertawakan tingkah Teteh Ayam yang kepalanya terlihat mengepul melayani murid-murid yang tidak sabaran.

"Gimana, ya, Ki. Gue juga ngerasa sedikit nyesel gitu udah ngambil keputusan ini. Tapi masalahnya, nggak ada cara lain!" Tak mau kalah, Iqbaal menyanggah ucapan Kiki yang seolah memojokkan dirinya.

"Nggak ada cara lain gimana sih, Baal? Noh, noh, lo tinggal muter sekali di sekolahan, pasti langsung dapet pacar! Percaya gue, Baal. Lo aja yang terlalu lebay sama kisah lo yang sok complicated ini." Kiki membalas sinisan Iqbaal dengan lebih memojokkan Iqbaal lagi, seakan memang ia adalah biang kerok dari segala permainan bodoh ini. Memang, ia yang menciptakan sendiri keanehan ini, ia sendiri yang menjalankannya, dan ia sendiri yang merasakan akibatnya.

"Gue gagal, Ki. Gue gagal tau nggak sih buat nutup-nutupin that shit feeling ini. Lemah banget gue jadi cowok, kayak bencong." Iqbaal memelas, menundukkan kepalanya sedikit, huh, ia memang cupu kalau berhadapan dengan masalah seperti ini.

"Anjir, lo lebay banget, Baal. Udah ah makan dulu. Gue beli Teteh Ayam dulu ya." Ucap Kiki seraya berdiri untuk membeli makanan di Teteh Ayam. Teteh Ayam siapa sih?

Jadi, disekolah mereka ada banyak pilihan makanan di kantinnya, ada bakso, mie ayam, roti bakar, batagor, sampai yang paling nge-hits yaitu Teteh Ayam. Nah, si Teteh Ayam ini yang menjual junk food ala-ala makanan cepat saji, dan juga tiga macam ayam; ayam goreng, ayam bakar; dan ayam goreng tepung dengan ketebalan tepung yang nggak kira-kira. Tebel banget! Si Teteh ini punya ciri khas suara yang gedeeeee banget. Pokoknya dia bakal ngehafal nama anak-anak yang lagi beli, terus dia bikin makanannya dulu, kalau makanannya sudah jadi, si teteh ini pasti akan teriak dan teriakannya itu dijamin terdengar dari ujung sampai ujung kantin, seperti contohnya begini.

SEBUAH ANALOGIWhere stories live. Discover now