Sesungguhnya ku.. Berpura-pura..
Relakan kau pilih, cinta yang kau mau..
Sesungguhnya ku.. Tak pernah rela..
Karena ku yang bisa,
Membuat hatimu,
Utuh..Utuh - Tangga
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, namun Iqbaal masih terjaga diatas kasurnya, sama sekali belum merasakan kantuk. Ia masih setia memandangi macbook-nya, kosong. Masih kosong. Pikirannya kalut, otaknya tidak bisa bekerja dengan cepat seperti biasa, bayangan bayangan Bastian dan Andrea tadi masih setia bertengger dipikirannya, Iqbaal tak punya pilihan lain selain memikirkannya, membuat pikiran tentang dirinya sendiri ia abaikan.
Semakin lama ia memandangi macbook--nya, yang tentunya masih kosong, semakin banyak pikiran yang berkalut dalam otaknya, dan tanpa sadar, jarinya mengetikkan sesuatu diatas keyboard. Mengeluarkan isi hatinya.
****
Iqbaal mengerjap-ngerjapkan matanya, terbangun karena suara alarm sialan yang menganggu tidurnya yang singkat, bayangkan saja, ia hanya tidur 1 jam, hasil ketikannya semalam sudah ia bereskan, berharap semoga saja ini tidak memperburuk keadaan. Iqbaal melihat jam tangannya yang ia taruh di meja, pukul 4 pagi. Masih ada waktu untuk Iqbaal mandi dan bersiap-siap untuk Sholat Subuh di masjid.
Setelah mandi, Iqbaal mengambil baju koko dan celana jeans serta kopiah di lemarinya, merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan, kemudian keluar kamar, membawa sesuatu di tangannya. Lalu pergi ke masjid menggunakan motor, udara pagi ini sangat dingin, entahlah, apakah karena hal yang akan dilakukannya setelah ke masjid ini, atau memang sang angin sedang ingin bertemu dengannya, Iqbaal tidak tahu.
Jalanan pagi ini terlihat sepi, hanya ada beberapa pengguna jalan yang terlihat terburu-buru, ada juga beberapa gerombolan anak muda yang sedang duduk duduk di depan ruko, atau pengemis-pengemis yang tidur meringkuk dibawah pohon beralaskan karung. Sebenarnya Iqbaal sudah pernah melakukan ini, namun entah mengapa sensasinya masih sama seperti yang dulu.
Sambil menjalankan motornya menerpa angin pagi yang sangat dingin, Iqbaal memikirkan sesuatu, sesuatu tentang dirinya sendiri, tentang kebodohannya sendiri, Iqbaal bodoh yang menciptakan masalah untuk ia konsumsi, dan berpura-pura lari dari masalah tersebut. Ia sadar, ia memang pecundang. Lelaki cemen yang sok-sok jagoan menghadapi masalah yang membuatnya terjebak dan membuatnya tidak bisa lari kemana-mana.
Iqbaal akhirnya tersadar bahwa ia telah sampai di tempat tujuannya, dengan penuh percaya diri, ia pun mulai menjalankan aksinya yang mengawali seluruh kebohongannya.
Sebenarnya, apa sih yang Iqbaal lakukan?
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 6 pagi, setelah mengganti bajunya menjadi baju santai, ia tidak mendengar ataupun melihat ada tanda-tanda Andrea yang sudah bangun dari tidurnya. Sejujurnya dalam hati, Iqbaal ingin sekali membangunkan Andrea, mengingat adiknya itu sedikit susah bangun pagi.. namun Iqbaal mengurungkan niatnya. Ia masih belum mau berbicara dengan Andrea sejak kejadian kemarin. Kejadian yang menjadi ketakutannya selama ini...
Pukul 6, Iqbaal belum memakai seragamnya, saat ini ia tengah memakai kaos biru muda dan celana pendek selutut, untuk sarapan sekaligus mengeringkan rambutnya, alasannya agar baju seragamnya tidak kotor dan basah.
Andrea mengerjap-ngerjapkan matanya, melirik jam yang berada di meja disamping tempat tidurnya. Jam 6, Batinnya. Kemudian ia bangkit dari tidurnya, duduk di kasurnya. Biasanya jam setengah 6, Bang Ale akan membangunkannya, menggedor-gedor pintunya dengan kasar, berteriak-teriak sesuka hati didepan pintu kamarnya, sampai ia membuka pintu kamarnya. Lalu setelah itu akan ikut masuk ke kamarnya, memastikan agar adiknya tidak tidur lagi.