how to know about me : jungwon

635 65 4
                                    

"Mathias, satu tambah satu berapa?" Anak anjing yang tengah duduk di pangkuannya itu menggonggong sebanyak 2 kali. Ia mengacungkan ibu jarinya kemudian mengusap kepala Mathias.

Terhitung sudah dua tahun terakhir ia menghabiskan waktunya bekerja paruh waktu di sebuah penitipan hewan peliharaan. Tak banyak pekerja di sana yang awet seperti dirinya. Bukan tanpa alasan, seringkali orang yang menitipkan hewan peliharaannya di sana tak berniat mengambilnya kembali. Hal itu membuat pemilik penitipan hewan itu sering pula mengurangi pegawai karena pengeluarannya yang tidak sebanding dengan pendapatan.

Tapi ia mempertahankan Yang Jungwon, pria berusia 23 tahun yang mau bekerja dengan sukarela. Jungwon akan senang hati jika ia digaji, kalau pemilik penitipan hewan itu memiliki uang lebih, Jungwon akan diberi bonus 3 kali lipat. Sedangkan jika tak ada uang sama sekali, Jungwon tak akan digaji.

Lucu pikir Jungwon, kenapa dia harus rela bekerja mati-matian tanpa digaji hanya untuk anak-anak anjing kecil yang setiap harinya datang dan pergi. Itu karena mereka semua adalah salah satu sumber kebahagiaan terbesar Jungwon.

Jungwon bukanlah seorang dokter hewan profesional yang bisa merawat hewan sakit, tapi pengetahuan Jungwon terhadap pertolongan pertama membuatnya dianggap sebagai pekerja yang kompeten.

"Mm.. Mathias mau main apa?"

Anak anjing dengan bulu putih kecokelatan itu menggigit bola karet kemudian memberikannya pada Jungwon. "Maaf ya Mathias, aku gak bisa ajak kamu ke lapangan buat main bola. Di luar lagi hujan, kapan-kapan, ya?"

Jungwon memperhatikan jam yang tertaut di tangannya, sudah waktunya berganti shift dan pulang. "Ibu, Jungwon izin pulang."

Wanita paruh baya yang dipanggil ibu itu menghampiri Jungwon kemudian menyentil dahinya pelan. "Gak usah aneh-aneh, diluar hujan. Kamu kalau sakit ibu bingung mau cari pengganti dimana."

"Jungwon bawa payung, kok."

Jungwon berjalan pelan keluar dari daycare itu kemudian mengusap pelan lengannya guna meredakan rasa dingin yang menusuk kulitnya. Ia meraih payung kecil pada tasnya, sudah menjadi kebiasaannya membawa payung kemanapun ia pergi, itu karena akhir-akhir ini cuacanya tak menentu.

Seperti perasaannya akhir-akhir ini, mudah berubah dan sulit ditebak. Tak ada yang tahu kapan awan panas datang, tak ada yang tahu kapan angin badai menerjang, juga tak ada yang tahu kapan hujan akan turun.

Jungwon menggenggam erat payungnya, kemudian membukanya dan mengambil langkah kecil agar genangan air tidak mengotori celananya.

Langkahnya terhenti pada sebuah mini cafe pada perempatan lampu merah. Ia melihat sosok yang 5 tahun terakhir menghantui dirinya. Ia berlari sekencang mungkin mengabaikan genangan air yang mampu membasahi celananya. Ia total abai dengan dirinya yang basah karena payungnya yang bergerak acak karena angin.

Ia menyandarkan dirinya pada sebuah gang sempit, melemparkan payungnya asal, kemudian menangis.

Sudah kesekian kalinya ia menangisi hal yang cuma-cuma, ia sadar, tapi selalu mengulanginya. Membayangkan sosok itu memeluk dirinya erat, namun juga menikamnya dari belakang.

"Sunghoon.. dunia sempit banget, ya?" Dengan suara bergetar ia berucap. Bibirnya mulai membiru karena kedinginan.

Cinta itu anugerah bagi sebagian orang. Dan cinta itu kutukan bagi sebagian orang lainnya. Entah Jungwon berada di kubu mana. Di satu sisi ia merasa beruntung mencintai dan dicintai oleh Sunghoon. Di satu sisi, ia merasa tak pernah bertemu Sunghoon adalah jalan terbaik.

CHOICE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang