10

5 0 0
                                    

"Tadi kalian luar biasa" Ayudia yang entah dari mana datangnya itu tiba-tiba menghampiriku saat aku sedang duduk sendirian tidak jauh dari panggung.

Lalu mengacungkan jempolnya, berkata "Sippp!"

Aku tersedak oleh ludahku sendiri. Kaget.

"Eeh Ayudia!"

"Kau seperti melihat hantu saja."

Jam di tanganku sudah menunjuk di angka sepuluh lebih. Panggung sana sedang diisi oleh pertunjukan kesenian terlebih dahulu, penampilan tarian tradisional Indonesia. Untuk pertunjukan musik sedang berhenti sejenak, digantikan oleh penampilan-penampilan dari yang lain.

Aku dan kawanku baru saja selesai dari atas panggung, membawakan beberapa lagu, persis sebelum para penari itu tampil. Kami tampil sesuai dengan rencana di awal, sehingga yang ku lihat dari atas panggung, maba-maba yang lain terlihat antusias menikmati muskinya. Yang aku lihat memang seperti itu, tak kalah dengan penampilan band kating tadi. Dan semoga mereka semua benar-benar menikmati penampilan kami.

Anjas, Rino, Rudi sedang pergi ke belakang untuk membeli jajanan ringan. Aku sengaja tak ikut, memutuskan duduk di sini sendirian melihat pertunjukan.

"Melihat tadi maba-maba pada ikutan nyanyi, itu udah lebih dari cukup modal buat kau menjadi calon penyanyi papan atas siii..." Ayudia duduk di kursi kosong dengan santainya seperti biasa.

"Dari mana?" Aku tak menghiraukan pujiannya.

"Dari kantin nemuin teman sebentar. Maunya si langsung duduk lagi di pinggiran lapangan. Tapi aku tadi liat kamu duduk sendirian kayak orang bingung, ya udah, aku samperin aja."

Aku menelan ludah. Aku bukannya bingung, tapi aku sedang mencari seseorang. Dan sekarang orang itu ada di sini.

"Setelah tampil bukannya seneng tapi malah kayak orang bingung. Lagi kenapa si? Sudah sejak kemarin-kemarin kamu seperti itu. Kalau ngga diem ya bingung, kalau ngga bingung ya kaget. Udah gitu-gitu terus pokoknya."

"Oww ya, tadi lumayan tegang saat tampil. Kebawa sampai ke sini." Aku jawab saja seada-adanya.

"Kau kayaknya perlu diperiksa ke dokter atau kalau ngga ya ke psikolog. Supaya kau bisa berkonsultasi, supaya tak kebanyakan melamun." Ayudia tertawa.

Beberapa kalimat lagi Ayudia masih berbicara. Dan aku hanya mendengarkan saja. Mungkin salah satu sifat cerewet ada padanya.

Suara tepuk tangan terdengar antusias saat pertunjukan tarian itu selesai. Pertunjukan tarian yang tak kalah menarik daripada band-band musik sebelumnya. Mereka berenam yang mengenakan pakaian tradisional turun dari atas panggung – disambut tepuk tangan dan sorakan meriah. Kameramen dari kating juga tak kalah sigap mengabadikan momen ini.

Acara selanjutnya yang akan tampil adalah sketsa komedi dari kakak tingkat.

"Lumayan banyak juga ya kating yang mau tampil. Yang pertama pertunjukan musik, yang tadi tarian tradisional, dan sekarang teater. Ntar mau nampilin apalagi yak?" Jari tangannya diletakan di dagu, seolah sedang bertanya-tanya. "Kalau boleh aku tebak, pasti nanti bakal tampil lagi dengan pertunjukan yang berbeda."

"Ahmm, bisa jadi. Tapi ... udah ah kita liat dulu aja teaternya."

"Ya udah deh. Ya maap kalo aku brisik orangnya. Aku cuman lagi seneng aja kok bisa ngikutin acara hari ini. Melihat banyak pertunjukan." Ayudia memajukan bibirnya, terlihat kecewa.

"Ehh bukan itu." Aku menelan ludah.

"Iya tau kok aku emang cerewet. Pasti kamu bosen ndengerin."

"Estt, maksudku bukan itu."

Train On The BridgeWhere stories live. Discover now