9

3 0 0
                                    

Biasanya pagi hari di awali dengan kicauan burung, juga sinar matahari yang terpancar dari sela-sela jendela.

Namun, pagi ini awal musim hujan dimana cahaya matahari akan jarang terlihat selama tiga bulan ke depan.

Awan mendung disertai hujan seolah menjadi lagu penghantar tidur bagi orang-orang yang tidak memiliki kegiatan dipagi hari.

Mereka lebih memilih bergelung dengan selimut dan kasur yang hangat menambah rasa nyaman untuk melanjutkan tidur yang sempat tertunda sebab menjalankan kewajiban sebagai umat islam.

Namun, berbeda dengan mereka Lexa sudah siap dengan pakaian sekolahnya.

"Kalau kagak sekolah, gue pastiin masih ada di kasur cosplay jadi mayat" gerutu Lexa, dirinya ingin seperti mereka yang bisa tidur sepanjang masa, menjadi pengangguran yang hanya bisa makan dan tidur.

Namun, apalah daya jika dia melakukan hal itu, bisa-bisa dirinya akan tinggal di kolong jembatan, Lexa bukan mereka yang sewaktu lahir sudah makan menggunakan sendok emas, Lexa hanya menggunakan sendok plastik yang sekali di bengkokkan langsung patah.

"Ada nggak sih yang mau mungut gue jadi anaknya" gerutuannya tetap berlanjut, sambil menuju dapur yang bersebelahan dengan kamarnya.

"Kalau yang mungut orang kaya gue langsung ngikut lah, siapa coba yang kagak mau" dumelnya sambil mengoles roti dengan selai coklat kesukaannya.

"Mau bayar uang kos aja kudu kerja keras, nggak kaya mereka yang suka ngehamburin uang buat belanja nggak jelas."

"Aduh nggak boleh iri, entar yang gue iriin kesedak kan berabe, ya kalau langsung mati sih, syukur!" ucapnya sambil mengelus dada dramatis, berbanding terbalik dengan ucapannya yang mendoakan anak orang mati.

Bunyi rintik hujan semakin deras, tidak ada tanda-tanda bahwa hujan akan berhenti Lexa menatap awan yang masih berwarna hitam.

"Ini kalau nunggu hujan reda yang ada gue telat, kalau jalan entar basah, tapi kalau nggak jalan entar gue alfa dong, ah jalan aja deh" ucap Lexa memikirkan segala kemungkinan jika dirinya segera pergi atau tidak.

"Bukan jalan sih naik motor maksudnya" Ralatnya sambil berjalan mengambil jas hujan dengan warna terang yang tergantung di samping pintu keluar.

"Okay Beb jangan buat gue basah" ucapnya pada jas hujan kesayangannya.

Jas hujan yang dikenakan Lexa begitu kontraks dengan muka datarnya, biasanya orang dengan muka sok cool seperti Lexa menggunakan jas hujan warna hitam atau warna gelap lainnya, ini malah menggunakan warna pink.

Menjalankan motornya dengan kecepatan sedang, berupaya menghindari kecelakaan yang sering terjadi kala membawa motor dengan kecepatan tinggi saat hujan yang bisa berakhir di rumah sakit.

Lexa masih menikmati perjalanannya, jika saja mobil dengan harga mewah itu melaju dengan kencang yang menyebabkan genangan air yang berada tepat di samping Lexa mengenai dirinya hingga basah setengah.

"Bangsat tuh orang!" Umpat Lexa untung dirinya menggunakan jas hujan jadi, masih aman kecuali celananya yang basah.

"Ah, bodo lah" Acuhnya lalu dengan kecepatan tinggi segera menuju ke sekolah. masa bodoh sama jalanan licin gue nggak peduli pikir Lexa.

Beberapa menit kemudian Lexa sampai di sekolah bertepatan dengan gerbang sekolah yang ditutup beberapa detik sesudah dirinya masuk.

Memarkirkan sepeda motornya di tempat parkiran khusus siswi, Lexa melihat mobil yang menyebabkan dirinya basah.

"Balas dikit nggak papa kan? tentu nggak papa dong" tanya sendiri jawab sendiri.

Melihat kanan kiri memastikan tidak ada manusia lain selain dirinya di tempat itu, Lexa segera melangkah mendekat kearah mobil tersebut.

Berjongkok disisi dimana ban mobil tersebut setia bertengger, dan tanpa menunggu lama lagi dirinya segera mengambil obeng yang selalu dirinya bawa untuk jaga-jaga, memulai aksi dengan cepat agar tidak ada yang mencurigainya.

Setelah menjalankan aksinya Lexa segera berjalan menuju kelasnya di iringi rintik sisa air hujan, berjalan dengan tampang datarnya seakan tak pernah melakukan apapun.

"tok...tok...tok..."

Ketuk Lexa di depan kelas XI Mipa 5 saat melihat pintu yang tertutup rapat, dirinya mengira bahwa guru sudah stay didalam.

Sementara itu didalam kelas XI Mipa 5, kelas yang awalnya begitu berisik langsung berubah menjadi senyap, seperti kuburan saat Aldo sang ketua kelas memberi isyarat menyuruh mereka diam saat mendengar langkah kaki dari luar kelas.

Jantung mereka berdetak keras saat mendengar bunyi pintu yang di ketuk, perasaan mereka persis seperti perasaan saat menonton film horor, mereka memusatkan perhatian kepada gagang pintu yang berputar ke bawah pertanda orang yang berada di balik pintu bersiap untuk membukanya.

"Ya Allah berilah hamba ketabahan, dalam menunggu guru laknat tersebut" batin Aldo saat sekelilingnya terasa di slowmotion.

"Plis ini gue pengen pipis rasanya" batin Dea nelangsa, pengen pergi tapi takut.

"Gue getok juga tuh orang" batin Anggel merasa geram dengan efek slowmotion yang tidak berubah.

"Gue makan juga entar" batin trio playboy yang menempati kelas tersebut, siapa lagi jika bukan Leo, Saka dan Angka.

"Nungguin ya!" Ucap Lexa santai dengan bagian kepala yang sengaja dia perlihatkan, berhasil membuat mereka semua terkejut.

"BANGKE"

"TAI"

"SETAN"

"INNALILLAH"

"MAK, LONTONG"

"SEMPAK ANGKA PORORO"

"ASTAGANAGA"

"MATI LO BANGSAT"

Begitulah kira-kira umpatan yang keluar dari mulut seksi mereka akibat terkejut, sedangkan sang pelaku hanya mengedikkan bahu acuh dan berjalan menuju bangkunya dengan tampang datarnya.

"Kalau bukan teman udah gue sleber lu!" ucap Aldo sambil memanyunkan bibir sok imut.

"Emang kita temen" tiga kata satu kalimat yang berhasil membuat Aldo memegang dada dramatis.

"Kau jahat Roma" ucap Aldo sambil berpura-pura mengusap air mata yang tidak pernah turun di pipinya.

"Bukan begitu Ani" Balas Dea dengan muka mengesalkan minta di tabok.

"Mari kita tinggalkan drama membangongkan tersebut, harap diam karena saya ingin tidur" Ucap Angka menghentikan perdebatan mereka dan langsung merebahkan mukanya diantara lipatan tangannya.

"Lu dateng-dateng nyari perkara tai" Semprot Anggel saat Lexa sudah duduk anteng disebelahnya.

Lexa hanya membalas dengan anggukan acuhnya, entah apa maksudnya.

"GUE UDAH NGGAK TAHAN ANJING!" teriak Dea dan langsung berlari keluar kelas menuju toilet sebab sudah tidak tahan dengan panggilan alam yang sedari tadi bergejolak meminta di tuntaskan.

Penghuni kelas yang melihat kelakuan Dea hanya memandang kepergian dengan sorot kebingungan yang begitu kentara, apalagi Angka yang terjatuh dari tempat duduknya, sebab terkejut dengan teriakan membahana Dea.

"Woy tolongin napa" suara Angka berhasil menyadarkan mereka dari keterkejutan.

"HAHAHHAHAHAHA"

Suara tawa membahana keluar dari mulut penghuni kelas melihat posisi jatuh Angka yang menurut mereka lucu, di mana kakinya berada diatas dengan kepala dibawah.

"SIAPA YANG RUSAKIN MOBIL GUE BANGSAT..."

DELION'ERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang