BAB 4 - Millie

0 0 0
                                    

‘Namun aku baru menyadari perasaanku setelah lama mengenalnya. Entah sampai kapan ini akan bertahan, melihatnya hidup menjalani perputaran waktunya membuatku berharap ikut memberikan senandung dari hati.’


“kau merubah semua ceritamu itu?” tanya Liam pada Millie yang baru selesai bebersih dengan kepala masih pening akibat alcohol yang ia minum kemarin.

“iya, bagaimana kau tahu?” tanyanya balik. Ia memperhatikan Liam yang kembali bekerja dengan kanvas dan pallet cat di tangannya diruang kerja.

“aku sempat membaca tulisanmu ketika kau tertidur dimeja dengan wajah sangat jelek semalam.” Jujurnya sambil mengolok.

Millie menarik salah satu sudut bibirnya merasa tersinggung dengan kata ‘sangat jelek’ yang dikatakan oleh Liam. Lagi juga mana ada orang yang tertidur dengan sangat rapih dan cantik, itu hanya ada iklan. Ingin sekali Millie melempar benda ke kepala Liam jika sifat menjengkelkan lelaki itu keluar.

“mengapa kau membaca pekerjaanku tanpa izin?”

“aku hanya ingin memastikan bahwa cerita yang kau tulis itu bagus, sesuai dengan keriteriaku.”

“hey!” Millie memencak dengan berkacak pinggang disamping lelaki itu. “kau tahu aku sudah dicap menjadi salah satu penulis terbaik disini. Mana mungkin aku menuliskan cerita yang buruk.”

Liam mengangkat bahunya acuh, seakan perkataanya itu sebagai angin lalu. Millie sudah melayangkan tinjunya diudara ingin memukul makhluk menyebalkan yang sekarang tinggal satu atap dengannya, tapi ia urungkan kembali niatnya mengingat sumber berharganya itu.

“tapi aku bermimpi sangat aneh semalam.” Katanya sambil mempautkan bibirnya mencoba mengingat isi kepalanya.

“mimpi apa?”

Millie berdesis. “sesuatu yang kenyal, manis dan hangat.” Jelasnya.

Liam bungkam seketika. Wajahnya merah padam mendegar kalimat Millie. Ia mengedipkan mata berberapa kali mencoba untuk kembali focus pada lukisan sketsanya. Ia berdeham kikuk membalik pertanyaan, “memangnya apa?”

“entah, mungkin mousse.”

Liam mengembuskan nafas lega kemudian memalingkan wajahnya yang masih terasa panas mencegah Millie melihatnya. Namun Millie memergoki tingkahnya itu lebih dulu. “wajahmu merah, kau sakit?” tanyanya khawatir. Ia mencondongkan badannya untuk memastikan Liam lebih dekat.
“aku tidak sakit-”

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Millie sudah dulu menangkup wajah Liam dengan kedua tangannya. Wajah mereka sangat dekat sekarang, Millie memperhatikan lekat-lekat wajah di depannya, sementara Liam tidak berhenti berkedip demi menyadarkan dirinya.

Tak lama Liam memutus kontak dengan mendorong paksa tangan Millie lalu membalikan punggungnya. Millie sudah menarik nafas untuk memprotes sikap Liam yang acuh tapi dipotong dengan Liam yang mengubah topic pembicaraan baru.

“kau mendapat pesan sedari tadi pagi. Handphonemu itu tidak berhenti berbunyi, aku sempat melihat panggilan tak terjawab sebanyak sepuluh kali dari badut eye liner bawel, siapa itu?” Liam meluncurkan benda kotak milik Millie dimeja kerja.

“hey! Kau terus mengusik hal pribadiku.” Katanya sambil membuka layar handphonenya. “itu dari bossku, Anne. Dia menjadi lebih cerewet semenjak aku mengerjakan projek ini.”

Millie hanya membaca semua pesan dari bossnya itu dengan malas tanpa ada niatan untuk membalas. Anne sepertinya sudah sangat gatal untuk meninjau cerita lanjutkan yang sedang dikerjakan Millie dan tidak sedikit juga dia menambahkan saran-saran yang mulai terlihat semakin koyol seperti meminta Millie untuk mencari pacar sewaan demi membangkitkan perasaannya.

“sudah berapa lama kau tidak menelpon ibumu, Mil?” tanya Liam lagi.

“apa?” Millie tersentak mendengar Liam menyebut ibunya. “darimana kau tahu aku tidak berhubungan dengan ibuku? Jangan bilang kau mengangkat telpon darinya?”

“tidak, hanya ada kiriman paket disana dari alamat rumahmu berserta pesan untukmu segera menghubunginya.” Jelas Liam tanpa meninggalkan pandangannya dari sketsa dikanvas.

Millie tidak berniat beranjak pergi dari tempatnya untuk mengecek paket yang Liam sebut, ia sudah tahu isinya jika itu dari ibunya pasti tidak jauh dari buah-buahan yang sedang musim dikampung halamannya atau berupa cemilan yang Millie sendiri enggan untuk memakannya.

Millie tidak menguhubungi ibunya bukan karena hubungan diantara mereka buruk, namun ia malas harus mendengar ocehan ibunya yang mengomentari gaya hidupnya yang terus menyendiri tidak punya banyak teman juga kekhawatiran ibunya karena Millie belum menikah diusianya yang hampir menginjak kepala tiga.

Millie sudah bosan mendengar itu semua belum lagi jika Millie menjawab bila ia belum tertarik untuk memiliki hubungan dengan lawan jenis, ibunya akan mengirimkan banyak foto dari anak teman-temannya lalu memaksa Millie untuk ikut kencan buta. Terdengar hal yang paling mengerikan untuk Millie.

“kau tidak punya bahan makan dikulkas? Aku belum makan apapun dari kemarin.” Kata Liam setelah beberapa lama mereka menghabiskan waktu dalam diam berkutat dengan pekerjaan mereka masing-masing.

“kau tahu sendiri aku tidak pandai dalam memasak makanan yang layak untuk dimakan. Jadi yah, aku tidak ada bahan makanan kecuali telur, keju dan kopi. Dan makanan kering untuk Dimitri.” Jelasnya.

Millie memang mempunyai seekor kucing dirumahnya yang ia namai Dimitri, tapi kucing itu jarang untuk keluar dari tempat persembunyiannya kecuali untuk buang air dan makan. Niat awal Millie memelihara kucing adalah untuk menemaninya, tapi kucing yang ia dapat samanya dengan Millie enggan keluar dari zonanya dan tetap membuat Millie sendiri.

Liam tidak habis pikir dengan pola pikir dengan wanita ini, ia tahu Millie sibuk tapi tidak perlu untuk menghukum dirinya sendiri dengan terus memakan makanan tidak layak seperti itu.

“yak, aku disini untuk membantumu, bukan menjadi tahanan. Kau harus memberiku makanan yang biasanya dimakan manusia, bukan binatang.” Kata Liam ketus.

Millie memberikan tatapan malasnya kepada lelaki itu yang terus mengoloknya tanpa henti. Entah sejak kapan sikap sarkastiknya menular pasa Liam membuatnya semakin menjengkelkan.  “baiklah, kau mau pesan makan apa?” Millie hendak memesan makanan online dari handphonenya, tapi tangannya sudah lebih dulu di tarik oleh Liam.

“kita ke super market sekarang.” katanya membawa Millie pergi tanpa permisi.

Mereka pergi dengan mengendarai mobil milik Liam. Sepanjang jalan Millie terus bersenandung dia berkata bahwa ia sangat senang sekarang ia memiliki alasan untuknya belanja bahan makanan, namun lain halnya dengan Liam yang malah menderita dengan perut keroncongan ia sudah mengganjal perutnya dengan tiga bungkus roti yang di belinya selagi menuju ke super market namun belum juga bisa memuaskan lambungnya.

Di dalam super market Millie mengambil banyak sekali bahan makanan dan cemilan hingga Liam binggung untuk apa itu semua, Millie bilang bahwa sekarang di apartementnya ada dua orang yang tinggal jadi ia harus menyimpan banyak makanan. Liam tidak habis pikir dengan kelakuan wanita berambut gelombang itu super market ini tidak akan tutup besok, mereka masih bisa membelinya jika semua bahan makanan yang mereka beli sudah habis. Tapi yah, Liam tidak ingin banyak protes lagi pula Millie yang membayar itu semua.

“kau tidak ada cerita lainnya yang ingin kau ceritakan tentang Melody dan dirimu?” tanya Millie sambil mengambil tiga bungkus snack sekaligus.

“itu terlalu banyak.” Liam mengembalikan dua bungkus snack itu ke rak, anak itu sudah cukup banyak mengambil snack. “tidak, secara garis besar sudah aku ceritakan padamu semalam.”

“ck, itu tidak cukup aku harus menuliskan lebih banyak detail.” Protesnya.

“bagaimana aku bisa menceritakan detailnya jika kau saja tidak memberiku makan. Kau sendiri yang bilang akan menjamin semua kebutuhan hidupku selama bersamamu.” Liam balas memprotes ketidakadilan yang dirasanya.

“kau bisa lihat dengan matamu sendiri satu troli ini sudah penuh dengan makanan, ini bayaranmu untuk hari ini jadi kau harus menceritakan detailnya setelah ini.” ujar Millie dengan mata melotot kearah Liam.

Lelaki itu balas mendengus dengan membalikan gaya Millie yang melototinya kemudian berjalan meninggalkan Millie beberapa langkah dibelakang. Millie memutar otaknya untuk menyuap lelaki pelit itu lagi.

“apa kau punya tempat yang ingin kau kunjungi atau rencana kencan yang ingin kau lakukan dengan Melodymu itu?” tanya Millie yang setengah bergidik saat menyebut “Melodymu” konyol.

Liam bergumam sambil berfikir. “ada beberapa tempat. Kenapa memangnya?” katanya setelah beberapa saat berfikir panjang.

Millie tersenyum meriah, ia tahu idenya sangat jenius, peluang ceritanya untuk segera berakhir semakin terlihat ujungnya. “mau pergi kesana bersamaku? Bayangkan saja kau pergi bersama dengan Melody. Lalu ceritakan semua isi hatimu setelah sampai dirumah. Bagaimana, menarik bukan?”

Liam tersedak ludahnya sendiri. Ia tidak mempercayai apa yang di dengarnya. “huh?”

Millie menaikan kedua alisnya. “kau mau kan?” ia terkekeh diakhir.

Liam ikut terkekeh dengan wajah senang yang di paksakan membuat Millie semakin girang. Detik selanjutnya Liam merubah ekspresinya menjadi datar dan langsung meninggalkan Millie dengan mendorong troli ditangannya.

“hey! Ayolah kumohon.”



***  


“baiklah, tempat apa saja yang ingin kau kunjungi?” tanya Millie penuh antusias dengan bolpoin dan buku catatan kecil ditangannya.

Liam menghembuskan nafas lelah. Lelaki itu akhirnya mengiyakan ajakan Millie setelah wanita itu terus merengek tidak henti membuatnya semakin lelah. Ia tidak mau ambil pusing dan jika dipikir lagi itu bukan hal yang buruk.

“memasak bersama-”

“kau akan melakukan itu bersamaku setiap hari selama tinggal disini. Jadi itu tidak terhitung, pikirkan hal lain.”
“itu point plus untukmu.”

“yup. Dan kau harus mencurahkan semua isi kepalamu setelah melakukan itu.” sergah Millie cepat.

Tawa tidak percaya lolos begitu saja dari mulut Liam. Lihatlah wanita licik tukang paksa ini, ia tidak memberinya waktu untuk istirahat sama sekali, ia mulai menyesali keputusannya sekarang melihat boss besarnya sangatlah penuh penekanan.

“pergi piknik bersama, aku ingin pergi ke taman hiburan dan naik wahana ekstrem tapi kau takut ketinggian.”

Millie mengayunkan bolpoinnya diudara menyetujui perkataan Liam. “ganti hal lain.”

“menonton konser-”

“aku benci keramaian.” Protes Millie.

“sudah, batalkan saja ini tidak akan berhasil. Kau banyak mau.” Liam tidak mau kalah untuk memprotes. Ia berdiri hendak meninggalkan Millie di ruang kerjanya.

“hey, kau sudah berjanji.” Millie mendorong pundak Liam untuk kembali pada duduknya.

“menonton bioskop, pergi hiking ke pegunungan atau bukit, pergi membuat gerabah keramik bersama.” Tuntasnya
Millie menganggukkan kepalanya tanpa ada penolakan lagi darinya. “cukup kekanankan, tapi menarik. Karena total ada empat tujuan, kita akan pergi di tiap akhir pekan sisanya kau bisa mengurus lukisanmu dan aku kerjakan tulisan dari ceritamu. Baiklah, sekarang kau harus melakukan tugas pertamamu.” Millie bangkit dari duduknya tangannya menyambar tangan lelaki didepannya dan langsung menariknya menuju dapur.

Awalnya Liam melakukannya dengan bermalas-malasan tapi setelah dibujuk Millie ia mulai melakukan sesuatu dengan bahan makanan yang mereka beli tadi. Banyak canda tawa juga pertengkaran kecil di antara mereka siang itu. Sebetulnya Millie tidak banyak membantu lebih merecoki kegiatan memasak Liam, jadi ia putuskan untuk duduk manis di meja bar dapur dengan Liam yang mulai menceritkan detail dari isi hatinya mulai dari hal kecil yang akan Melody lakukan jika bersamanya sampai caranya tersenyum mengartikan hal indah yang di lihatnya.

Senyum terus terukir dibibir Millie dengan tangan terus menulis cerita yang bisa ia tangkap pada buku di tangannya. Melihat siluet tubuh lelaki yang tengah sibuk itu mendatangkan kenyamanan baginya, yang baru juga ia sadari jika ia merindukan tingkah lelaki ini di hari-harinya yang sempat berlalu. Tanpa ia tahu kehangatan kembali hadir pada hatinya saat itu, getaran lama yang sepertinya sudah lama pergi membangun sesuatu padanya. Memberikan keramaian sederhana pada sepinya.



30 Days with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang