Misteri Pohon Kematian 6

98 13 0
                                    

KINI semakin jelas bahwa Ajong bukan bocah biasa. Kemampuannya menghancurkan pohon kematian dengan hanya meludahinya sudah bukan kemampuan milik manusia awam.

Bahkan orang berilmu hitam pun belum tentu memiliki kesaktian seperti itu. Tentu saja Ajong tetap tak akan bicara siapa dirinya di depan umum. Mungkin dengan bicara empat mata, barulah Ajong mau terbuka tentang pribadinya itu. Begitulah pemikiran Kumala Dewi.

"Sungguh tinggi ilmu anak ini. Sampai sekarang aku masih gagal melacak di mana ia menyembunyikan kesaktiannya, sehingga tak mudah diukur oleh siapapun." Pikir Kumala yang sampai saat ini masih penasaran.

Sementara itu, beberapa koran memuat berita tentang misteri pohon kematian. Ternyata bukan terjadi pada tempat-tempat yang pernah didatangi Kumala saja. Bukan hanya di villa Puri Asmara, atau di Taman Cendanapura saja pohon kematian itu tumbuh dan menelan korban. Tapi di beberapa tempat pun terjadi peristiwa yang mengerikan.

Menelan korban lebih dari lima orang dalam dua malam ini. Korban yang dimangsanya bukan hanya orang yang habis bercinta saja. Lelaki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, jika kebetulan berada di dekat pohou itu, pasti akan menjadi korbannya. Konon, bentuk dan struktur pohon tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

"Korban pasti akan bertambah terus, Tante. Pohon itu jahat sekali. Aku nggak suka sama pohon mati itu, Tante," kata Ajong dengan bersungut-sungut, juga sambil menikmati sarapan paginya dengan lahap sekali.

Pagi itu yang ikut sarapan bersama hanya Sandhi, sedangkan Buron sejak pagi pagi sekali sudah pergi bersama Rayo. la diminta bantuannya untuk memindahkan beberapa peralatan kantor milik Rayo keruangan yang baru. Sebab, biasanya jika mengangkat beban berat, Buron menggunakan tenaga jinnya, sehingga bisa dilakukan dengan ringan dan cepat.

"Bukankah pohon itu sudah kamu hancurkan. Apakah ia bisa tumbuh lagi?" tanya Kumala dengan sikap benar-benar tidak tahu melahu, sehingga Ajong merasa dirinya lebih pandai dari Kurmala.

Anak itu tampak cukup bangga jika bisa menjelaskan apa yang tidak diketahui orang-orang dewasa di sekitarnya.

"Pohon itu tidak akan bisa tumbuh lagi, Tante. Kan sudah aku ludahi."

"Kenapa kau bilang korbannya akan bertambah lagi?"

"Lho, kan ada pohon mati lainnya, Tante?"

"O, jadi bukan hanya satu saja?"

Ajong-menggeleng sambil sibuk dengan santapannya. Dalam keadaan mulut penuh anak itu bicara lagi terkesan cuek, seenaknya.

"Banyak sekali yang lainnya. Kalau kita bisa hancurkan biangnya yang lain akan mati dengan sendirinya. Tante. Tapi mencari biangnya itu nggak mudah."

"Darimana kau tahu semua itu. Jong?" tanya Sandhi mewakili Kumala Dewi.

Ajong melirik Sandhi sebentar, diam dulu. Seolah-olah mempertimbangkan apakah pertanyaan Sandhi perlu dijawab atau dibiarkan saja. Beberapa saat kemudian barulah terdengar lagi suara anak itu di antara makanan yang memenuhi mulutnya.

"Aku tahu dari cerita orang-orang laut Bang."

"Orang-orang laut?"

"Nelayan-nelayan di sana sering menceritakan tentang pohon iblis itu. Aku sih cuma nguping saja, Bang."

"Nelayan-nelayan yang mana?" desak Sandhi makin penasaran.

Kumala kedipkan mata. Sandhi segera menyadari bahwa jawaban Ajong itu belum tentu benar. Hanya sekedar jawab saja. Makanya, Kumala mengisyaratkan agar Sandhi tak perlu menjadi penasaran. Sebab anak itu sepertinya suka sekali melihat seseorang menjadi penasaran padanya.

18. Misteri Pohon Kematian✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang