Kapal yang ditumpangi Jarvis dan Nivana akhirnya berhenti di pelabuhan kota Dermesia. Perkiraan Jarvis hampir benar, karena kapal mereka sampai di pelabuhan pada waktu fajar. Hal tersebut menguntungkan untuk menghindari kecurigaan orang-orang karena mereka tak memiliki awak kapal, pasalnya memang waktu-waktu tersebut, pelabuhan cukup sepi. Perahu nelayan belum kembali dan aktivitas pelabuhan jelas belum dimulai.
Jarvis menuntun Nivana untuk turun dari kapal. Ngomong-ngomong, kaki Nivana sudah sepenuhnya pulih dan wujudnya sama seperti manusia biasa. Bedanya tentu paras Nivana jauh lebih elok. Meragukan keturunan Aphrodite?
Dari pelabuhan, Nivana dibawa Jarvis menuju sebuah pasar yang masih di sekitar area tersebut. Ternyata disana sudah cukup ramai lalu-lalang warga.
"Mau kubelikan sesuatu yang enak?"
"Hm? Memangnya kau punya uang?"
"Sssst. Kita bahkan bisa hidup tanpa bekerja selama tiga bulan. Kau pikir harta para perompak yang tertinggal di kapal itu sedikit?"
Nivana terkekeh, ia mulai terbiasa dengan tingkah kriminal Jarvis.
"Disini banyak yang berjualan kue-kue enak. Kau pasti ingin muntah di kapal karena hanya makan roti keras. Kalau begitu aku akan membawamu makan makanan yang enak, ayo!"
Sejak kejadian bertemunya ranum mereka dan berbagai hal berikutnya, mereka memang nampak lebih saling mengenal dan tak lagi menganggap satu sama lain asing.
Terutama Nivana yang berusaha meyakini bahwa perlakuan Jarvis benar-benar tulus dari hati.
"Bibi, beri aku kue yang berhias berry diatasnya itu."
"Ah, tentu. Ya ampun, pasangan kekasih ini pagi-pagi sudah menyilaukan mata saja,"
Perkataan si penjual sontak membuat Nivana tersipu malu, sedangkan Jarvis hanya tertawa kecil menanggapinya.
"Terima kasih, bibi! Nah, selanjutnya mau apa? Ah, tunggu-tunggu. Selain makanan kita juga perlu pakaian dan tempat tinggal. Oh ya ampun, aku sampai tidak sadar pakaianku masih gembel padahal aku sudah kaya mendadak sekarang. Ayo beli baju!"
Nivana hanya menyimak celotehan Jarvis dan pasrah mengikuti lelaki itu. Ia dibawa Jarvis ke toko pakaian dan dipilihkan sebuah baju yang lebih baik dari miliknya yang sudah lusuh.
"Tunggu, Niv. Bukankah sebaiknya kita melepas mahkotamu? Kita sudah berada di antara banyak orang sekarang, akan aneh jika orang-orang melihatnya."
"Ah, itu. Aku bisa mengaturnya, mereka tidak akan bisa melihatnya."
"Bisa begitu? Ah—benar, keajaiban."
"Haha, tepat. Keajaiban."
Setelahnya, seharian penuh mereka berdua berjalan-jalan mengitari kota Dermesia yang ternyata cukup indah ini. Pesonanya terletak pada bangunan-bangunan dengan arsitektur indah dan unik, serta lingkungan masyarakat yang dijaga begitu bersih.
"Aku tak salah membawamu kemari,"
"Kupikir ini kota asalmu."
"Bukan. Aku berasal dari Neomeda, arah utara jika dari pulaumu. Hah, lagi pula jika kau kubawa pulang ke sana, mau berlarian sepanjang hari menghindar dari penagih hutang?"
"Ck. Lagipula kenapa dirimu begitu suka berlaku kriminal, sih?"
"Itu caraku bertahan hidup, Tuan."
Sembari berjalan-jalan pula, Jarvis juga mencari hunian untuk keduanya tinggal. Untungnya sebelum matahari terbenam, ia akhirnya mendapat kamar sewa di sebuah rumah susun. Bukan seperti Jarvis yang dulu, kini tanpa tawar-menawar ia langsung membayar penuh uang sewanya.
Seseorang, ingatkan Jarvis bahwa harta itu hanya sementara.
"Cukup, bukan? Mereka juga memberikan fasilitas yang lengkap. Kau suka?"
"Bagiku yang selama ini tinggal di pulau tak berpenghuni, tentu ini sudah lebih dari cukup."
Jarvis tertawa, lalu mendekat pada Nivana dan memeluk pria manis itu.
"Jangan terkejut seperti itu. Kau sudah tahu aku mulai jatuh cinta padamu, kan? Kita juga sudah pernah berlaku lebih dari ini,"
"Ck. Tapi bukan berarti kau bisa bertindak seenaknya!"
"Kenapa? Takut kau tidak dapat menahan semburat merah di pipimu itu? Tak apa, itu membuatmu terlihat lebih cantik."
Nivana kehabisan kata-kata untuk membalas godaan Jarvis, akhirnya ia mendecak sebal dan menjauh dari lelaki itu.
"Hari sudah malam, saatnya tidur!"
Omong-omong lagi, mereka memang tidur satu ruangan dan satu ranjang. Jarvis membawa Nivana dan mengenalkannya pada orang-orang sebagai kekasih, jadi ada alasan untuknya hanya menyewa satu kamar untuk berdua.
"Niv,"
"Hm?"
"Kakimu, apa mereka benar-benar sudah pulih?"
"Iya. Mengapa bertanya seperti itu?"
"Tidak. Rasanya pasti sakit, ya? Mereka tanpa belas kasihan memotong kakimu. Oh astaga, aku rasanya ingin menangis jika mengingatnya."
Nivana tertawa lirih, "Tidak perlu khawatir. Kesakitanku dilindungi oleh keajaiban."
"Ah, benar. Aku baru tahu Dewa-Dewimu itu sungguh hebat."
"Tentu, apalagi Dewi Aphrodite."
"Benar! Ia yang menurunkanmu, kan? Jelas dia yang terhebat."
Nivana hanya tertawa menanggapinya.
"Hmm... Sudah larut. Waktunya tidur, Niv. Memejamlah."
"..... Hm."
"Selamat malam,"
"Malam."
Nyatanya, Nivana terlalu takut untuk memejam. Karena ia tahu, akhir sudah siap menjemputnya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Of The Aphrodite's Swan | NOMIN✅
Fanfiction[END] Di sebuah pulau terpencil bernama Herathena, terdapat sesosok jelmaan angsa utusan Dewi Aphrodite yang menari sepanjang waktu guna menjaga mutiara keabadian yang diincar para manusia serakah di bumi. Di sisi lain, Jarvis tak sengaja bergabung...