"Berkat dari Dewa Poseidon. Dari mana kalian mendapatkannya?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, jelas Jarvis tidak mengerti. Ia hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Sejujurnya aku tak mengerti berkat Dewa-Dewi yang kalian bicarakan. Aku bahkan mengikuti perjalanan ini atas ketidak sengajaan. Aku hanya tau mereka memiliki banyak senjata yang diberkati Dewa-dewa itu, namun aku tak tahu secara rinci."
Nivana tertegun sesaat, mungkin ia mengakui benar jika Jarvis tidaklah sekejam kelompok perompak tadi.
"Ketidak sengajaan apa maksudmu?"
"Hm? Oh, itu. Aku hanya— yah, kau tahu? Pengangguran. Tak punya pekerjaan. Lalu aku berjalan di sekitar pelabuhan, lalu bertemu temanku, dan ia dengan lancangnya membawaku ke pekerjaan ini. Ya sudah,"
Bangun image dengan baik. Benar begitu, Jarvis.
"Namun kau bisa mengendarai kapal sendirian?"
"Hey! Kau pikir ini mudah? Aku bahkan kesana-kemari mengatur layar, mengemudi, mengendalikan arah angin, argh lama-lama aku pening! Lebih baik kau cepatlah pulih dan bantu aku."
Jarvis memang terlihat begitu kewalahan dan frustasi. Melihat itu, Nivana kemudian berjalan terseok dengan kakinya yang belum sepenuhnya pulih, untuk ke sisi kapal. Di sana ia mengulurkan sebelah tangannya kemudian bersuara entah bagaimana, seperti memanggil sesuatu.
Jarvis melihatnya sekilas, namun kembali ke kesibukannya dengan layar kapal yang semakin sulit dikendalikan. Tak sadar dengan Nivana yang sekarang sudah bercakap dengan seekor lumba-lumba yang datang atas panggilannya.
Mata Jarvis membola ketika dilihatnya beberapa lumba-lumba yang meloncat melewati permukaan laut, bahkan jumlahnya semakin banyak sekarang.
"Hey.... Hey.... Sebentar. Apakah ini serangan monster lumba-lumba? Oh tidak, sihir Dewa sudah tidak bekerja di sini?!"
Jarvis di tengah kepanikannya berseru heboh, sedangkan Nivana kembali berjalan terseok dan mendekatinya.
"Ck. Tenanglah. Aku yang memanggil mereka. Lumba-lumba sejatinya adalah saudaraku, kami sama-sama hewan suci milik Dewi Aphrodite."
"Oh?! Kau juga lumba-lumba?!"
"Ck. Aku angsa,"
"Ah, iya. Benar, kalungmu," tunjuk Jarvis pada kalung bandul angsa milik Nivana.
"Hm. Jadi kupanggil mereka karena kuyakin kau tak akan mampu mengendarai kapal ini sendirian, kau menuju kemari saja butuh waktu lama, kan?"
"Ah, iya. Kenapa aku tak memikirkan itu,"
"Hhh. Sudahlah. Lumba-lumba itu yang akan membawa dan menjalankan kapal ini. Kau duduklah. Namun pertama, beri tahu dulu ke arah mana kita akan pergi?"
"Ah.... Ke—"
Jarvis berpikir sejenak, ia tak mungkin kembali ke Neomeda jika tak ingin kembali dihadang puluhan rentenir di pinggir pelabuhan nanti. Maka pilihannya adalah—
"Selatan! Ke arah selatan. Daratan bernama Dermesia, mari kita ke sana."
Nivana mengangguk, lalu suaranya menggema seperti arahan kepada para lumba-lumba di sekelilingnya.
"Wow.... Kapal ini berjalan begitu cepat. Kita bahkan bisa sampai besok pagi dengan kecepatan ini," ujar Jarvis.
"Hm. Mereka akan mengaturnya. Assshh—"
"Huh? Kenapa?"
Jarvis ikut panik melihat Nivana yang kesakitan, sepertinya pada kakinya.
"Hah. Regenerasi ini jika hampir selesai rasanya sakit sekali. Aku butuh istirahat, apa di dalam bisa?"
"Tentu. Tapi, apa akan baik-baik saja jika kita tidak berjaga disini?"
"Tenang saja. Serahkan pada mereka,"
Jarvis mengangguk kemudian mulai memapah Nivana menuju bagian dalam kapal, dimana terdapat kasur yang layak untuk beristirahat.
"Kau akan memanfaatkan kesempatan ini?" Pertanyaan tiba-tiba terlontar dari Nivana.
"Hah?"
"Kau. Aku sedang lemah, kesempatan bagus untukmu melakukan hal jahat kepadaku, kan?"
"Hey! Kau selalu menaruh prasangka buruk padaku. Dengar ya, aku tak berniat sedikitpun menjahatimu. Aku murni membantumu keluar dari sana. Tidakkah kau mengerti?"
"Tak mungkin ada yang melakukan sesuatu tanpa alasan seperti itu,"
Jarvis menghela napas jengah, lalu hendak berdiri sebelum Nivana melanjutkan ucapannya.
"Kecuali...."
"Kecuali apa?"
"Kecuali jika kau jatuh hati padaku." Ia mendongak menatap Jarvis, "Apa mungkin?"
Keduanya kini bertatapan dalam diam cukup lama. Jarvis seolah menyelami manik Nivana yang begitu dalam, hanyut terlalu jauh.
"Jarvis?"
"H-huh?"
"Kau, mungkinkah kau jatuh hati padaku?"
"Aku tidak mengerti."
"Tidak mengerti apanya?"
"Tidak mengerti bagaimana tanda-tanda jatuh hati yang kau maksud itu." Jarvis bergerak mendekat ke Nivana hingga jarak keduanya hanya sekitar dua jengkal.
"Apa dengan mengagumi parasmu, menyukai tatapanmu, dan ingin selalu melindungimu— bisa disebut jatuh hati?"
Kalian tentu ingat jika Nivana adalah keturunan Aphrodite, yang mana, kecantikan, ketertarikan hingga cinta bukanlah hal asing yang pernah ia temui.
Namun, bagaimana bisa pernyataan Jarvis bisa begitu menjadi perasaan baru bagi Nivana, hingga jantungnya berdegup lebih kencang saat ini?
"Kau jatuh hati. Padaku."
Gumaman bibirnya tentu dapat ditangkap jelas oleh Jarvis yang masih setia menatapnya. Lelaki itu kemudian membawa tatapannya menjadi semakin serius, dan tensi disana semakin rapat.
"Lalu, apa itu mewajarkan perlakuanku yang menurutmu tidak masuk akal itu? Aku jatuh hati padamu. Bukankah itu cukup untuk menjadi alasan mengapa aku begitu melindungimu dan bersikeras membawamu pergi dari sana?"
Tak ada jawaban dari Nivana untuk beberapa saat, lalu entah bagaimana jemari lentik milik si cantik itu sudah berada di rahang tegas Jarvis. Bibir kedua insan itu bertemu begitu tiba-tiba, namun keduanya sama-sama menikmati dan mengikuti alur yang sudah tercipta.
Nivana harusnya sadar jika selain kecantikan dan cinta, sebagai keturunan Aphrodite ia juga memiliki kemungkinan untuk mewarisi diri Aphrodite sebagai dewi seksualitas, melihat bagaimana ia yang memulai sentuhan pertama di sini. Benar-benar Aphrodite.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Of The Aphrodite's Swan | NOMIN✅
Fiksi Penggemar[END] Di sebuah pulau terpencil bernama Herathena, terdapat sesosok jelmaan angsa utusan Dewi Aphrodite yang menari sepanjang waktu guna menjaga mutiara keabadian yang diincar para manusia serakah di bumi. Di sisi lain, Jarvis tak sengaja bergabung...