Tulisan milik Galuh hanya tersedia legal di orange dan purple, selain itu pasti bukan atas kehendak saya. Setop mencuri tulisan saya. Setop mencuri. Setop.
Sekalipun statusku telah berubah dari Adel White menjadi Adel Lawrence, pekerjaanku tentu tetap harus diselesaikan secara profesional. Berhubung ada proyek buku anak-anak, aku menghabiskan sepanjang siang sampai sore menyelesaikan sketsa. Kadang hanya keluar untuk makan ataupun mengecek kepulangan Morgan.
Kami tidak memiliki asisten rumah tangga. Alias, menyewa jasa pembersih rumah sekian minggu sekali. Pilihan ini kami ambil lantaran ingin menikmati masa berdua yang indah romantis manis lucu sungguh mendebarkan. Lagi pula, rumah yang kami tempati tidak sebesar kediaman White maupun milik Lawrence.
Kyaaa masa manis dan indah. Minus pinggang. Oh pinggang! Aku benci mengakui bahwa staminaku berada pada level defisit. Parah. Bagaimana bisa Morgan sekuat dan sesehat itu? Mencurigakan!
Lupakan mengenai urusan pinggang, encok, dan butuh kompres. Aku sempat melihat ABS milik Morgan! Kyaaaa sempurna, indah, dan tidak berlebihan. Ini membuatku ingin berguling-guling sembari memukul bantal. Huhuhu sempurna dan indah. Tidak ada cela.
Setop. Aku perlu mengelap keningku dari pikiran buruk.
Ketika tengah asyik-asyiknya membuat sketsa, terdengar bel. Aku lekas mematikan komputer dan melaju menuju pintu, siap menyambut suamiku, dan berkata, “Sayaaaaang, kamu pu-eh?”
Jamie. Berdiri di depan pintu sembari membawa belanjaan dan terlihat cemberut.
“Kok bukan suamiku?” aku memekik, tidak senang. “Ah Kakak! Balik sana!”
“Adel, Kakak dimintai tolong Morgan untuk mengecek dirimu sudah makan atau belum.”
“Memangnya Kakak nggak kerja?” Aku mempersilakan Jamie masuk, melenggang begitu saja menuju dapur, dan langsung mempersiapkan makanan. “Kan Kakak juga sibuk.”
“Hari ini enggak terlalu, Del,” jawabnya sembari mengeluarkan sayuran dan buah. “Kakak nggak bisa tenang mikirin kamu.”
Dih cepat kejar Natasha dan berhenti mengganggu kehidupanku!
Tunggu! Jangan-jangan Morgan memang sengaja membiarkan Jamie menghilangkan kesedihannya dengan cara menyuruhnya datang ke rumah? Ckckck suamiku memang terlalu baik.
“Kamu pengin makan apa?”
“Ayam goreng!” seruku sembari memeluk Jamie. “Kangen masakan Kakak. Hehehe boleh nggak usah ada tomat?”
“Kamu sudah sembilan bulan menikah, tetapi kelakuanmu nggak mirip seorang istri,” Jamie mengeluh. Meski begitu, dia tidak mendorongku maupun mengusirku. Dia memilih mempersiapkan makanan sementara aku menempelinya mirip koala memeluk pohon. “Makin sedih Kakak mikirnya. Kasihan Morgan.”
“Itu karena dia memanjakanku, Kak. Hehehe bersyukur banget punya suami sabar, tampan, pengayom ... hmm apa lagi, ya? Ganteng? Eh udah tadi.”
Jamie mencuci sayur di air mengalir. Sama sekali tidak mengabulkan permintaanku mengenai tomat mentah dalam salad.
“Kak,” aku merengek. “Jangan tomat. Huhuhu banyakin timun saja. Jangan tomat.”
“Kamu bahkan belum mencoba menu baruku, Adel.”
Ketika nila dikeluarkan dari plastik, mendadak aroma amis membuat diriku mual. Awalnya aku mencoba abai dan berpikir itu, rasa mual dan pusing, hanya halusinasiku saja. Namun, makin lama rasa tidak mengenakkan itu membuatku pening. Andai Jamie tidak menangkapku, barangkali aku saat ini telah menghantam lantai dan bersimbah darah.
“Del? Adel? Kamu baik-baik saja?” Jamie membopongku menjauh dari dapur. Sekarang dia merebahkan diriku di sofa ruang tamu. Sibuk mengipasi diriku. “Astaga, Kakak telepon dokter, ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine!
ChickLitKata orang aku sungguh beruntung terlahir sebagai tokoh antagonis kaya raya, memiliki keluarga yang SUPERDUPERCARE, punya sahabat baik walau cerocosannya amazing, dan AKU BERHASIL MENIKAH DENGAN TUAN VILLAIN PALING GANTENG SEJAGAT. Oke, Tuan Villain...