Forgiven

12 1 0
                                    

Insiden "tanda" di cafe kemarin ternyata belum selesai sampai disitu saja. Tiara fikir pertemuan dengan Nina akan membuat Wisnu lupa akan hal yang terjadi beberapa menit sebelumnya. Nyatanya sampai dua hari berlalu lelaki itu masih mendiamkannya. Jangankan untuk bertegur sapa, melihat Tiara saja, seakan tidak mau.

Sementara Tiara duduk resah dengan sesekali melirik ke meja Wisnu dan terus memainkan bolpoint ditangannya, Denanda yang duduk persis di sebelahnya mengamatinya dengan heran. Tidak biasanya wanita di sebelahnya terlihat tidak tenang seperti itu. Ditambah bunyi bolpoint yang terus dimainkan Tiara membuat fokusnya terganggu.

"Dek lu sakit?" Tanyanya setengah berbisik.

Ruangan mereka lumayan lengang, karena tidak ada Dita dan Bagas si tukang berisik. Hanya ada Ia, Tiara, Mbak Dewi yang entah sedang melakukan video call dengan siapa, serta Wisnu yang sedari tadi diam menatap layar monitor sedangkan tangannya tak sibuk mengetik sesuatu, lebih mirip orang bengong.

"Mas, kalau mau minta maaf sama seseorang itu harus gimana ya?" Raut wajah Tiara seolah hampir menangis ketika bertanya seperti itu. Membuat Denanda mengernyit heran walau tak urung tersemyum juga. Tau lah dia kenapa suasana ruangan ini macam aura negatif. Pastilah Tiara sudah melakukan sesuatu yang tak di sukai Wisnu.

"Kenapa? Lu lagi marahan sama Bang Wisnu?" Tanyanya lagi, yang diangguki gadis itu dengan muka melas.

Bukannya apa, kalau Wisnu sudah mode diam begini artinya kesalahannya sudah lumayan fatal. Dan kalau sudah menyangkut urusan Tiara, Wisnu adalah orang nomor satu yang paling peduli akan keberlangsungan hidup cewek itu, harusnya.

"Lo tegur aja duluan, minta maaf aja. Dia gak mungkin gak luluh kalo sama lo"

"Dari kemaren gue ajak ngomong mulu, Mas. Sampe malu sendiri karna gak di respon sama sekali" keluhnya.

"Buat salah apa lo?" Tanya nya jadi kepo.

Tiara mendesah pasrah. Merasa tak perlu menyembunyikan sesuatu dari Denanada, Ia bercerita awal mula kemarahan Wisnu. Dari Ia yang datang terlambat, insiden ketangkap "hickey" yang ketangkap basah dan juga pertemuan mereka dengan Kanina.

Mendengar penjelasan Tiara yang setengah berbisik, Membuat Denanda pias. Merasa kasihan dan kecewa juga. Dia terdiam cukup lama memandang Tiara yang sudah hampir menangis setelah bercerita duduk masalahnya.

"Okey, sekarang lo tenang dulu. Mungkin Abang bukannya marah sama Lo. Mungkin ada hal lain yang lagi dia pikirin"

Setidaknya hanya itu yang bisa Denanda katakan untuk mencoba sedikit menghibur Tiara. Jelas Wisnu pasti marah, mengingat ada lelaki brengsek yang berani-beraninya berbuat hal macam itu pada adik kesayangannya.

Walaupun bukan dari keluarga yang sama, Tiara dan Wisnu berasal dari panti asuhan yang sama. Bedanya, saat usia Tiara 12 tahun, pasangan suami istri yang mengaku sebagai kerabat jauh Tiara mengadopsinya, sehingga membuat mereka terpisah. Dan pertemuan kembali keduanya baru terjadi saat Tiara diterima kerja diperusahaan ini, Saat itu Ia langsung mengenali siapa Wisnu karena tak banyak yang berubah dari lelaki itu kecuali fisiknya yang lebih dewasa, sifat mengayomi dan tempramennya masih sama.

"Udah jangan dipikirin, nanti gue coba bantu sebisanya"
hibur Denanda lagi saat melihat Tiara masih tidak konsen mengerjakan pekerjaannya.

Wanita itu hanya mengangguk dan mencoba untuk kembali fokus dengan layar komputer di hadapannya. Masih ada beberapa project yang harus berurusan dengan vendor, walau sesekali matanya tetap melirik pada Wisnu yang entah sejak kapan sibuk bertelepon.

***

Denanda menyodorkan gelas Americano milik Wisnu yang dibalas lelaki itu dengan gumaman terimakasih. Saat ini mereka berada di coffeshop daerah Senayan setelah bertemu klien. Klien yang sama seperti yang terakhir ditemui Wisnu. Bedanya kali ini dia menggandeng Denanda, karena Dita sudah mengerjakan project yang valuenya juga lumayan besar. Sedangkan Tiara, entahlah. Moodnya sedang hancur memikirkan Tiara dan si cowok brengseknya.

A Day After TomorrowWhere stories live. Discover now