932 110 14
                                    

“ 'Dia' tidak cukup untuk aku ceritakan di secarik kertas putih, dengan tinta hitam sebagai alasnya. Cerita ku dengannya, begitu mendebarkan. Rasanya sangat sulit, untuk mengingat kisah yang sudah lama berlalu bersamaan dengan pilu yang juga sudah berlalu. Hei [Name]. Terimakasih, atas segala kehangatanmu, aku berterimakasih. Aku sangat-sangat senang bisa mengenalmu. Dan juga Mencintaimu.”—𝚂.𝙼

***

"Manjirou, ayoo main sepeda bareng!" ajak Baji. Manjirou yang sedang duduk diteras, dan sedang menikmati angin sore pun, menghembuskan nafas kasar.

"Ogah ah! Aku mal—"

"Ada [Name] juga loh! Dia katanya ingin bersepeda!" Manjirou pun tersenyum sumringah. Dia pun mengangguk.

"Okelah. Aku ngambil sepeda dulu." sebelum Manjirou beranjak pergi untuk mengambil sepeda, pertanyaan Baji membuatnya menghembuskan nafas kasar sekali lagi.

"Kemana semua orang dirumah mu, Manjirou?" tanya Baji. Dia hanya heran, rumah yang ditinggali sahabatnya itu selalu sepi, ga setiap hari sih.

"Abangku lagi di bengkel. Ya, kau tahu bukan? Bang Shinichiro harus jadi punggung keluarga, untuk membiayai kehidupan ku dan adik-adiknya yang lain. Emma, gadis itu sedang belajar bela diri bersama Izana, ditempat biasa." jelas Manjirou, panjang lebar. Baji mengangguk. Dia agak kasihan dengan kehidupan Manjirou, tapi dia yang masih anak-anak memangnya bisa membantu apa? Palingan cuman bisa nemenin doang sama bantu doa. Karna, dia 'kan masih anak kecil.

"Yosh! Cepatlah ambil sepedamu! [Name] pasti sudah menunggu, dan aku takut dia akan mati kebosanan."

"Sabar oyy!"

***

"[Name]!" panggil Baji, dan Manjirou bersamaan. Gadis yang bernama [Name] itu pun menoleh, ia tersenyum lebar menyambut kedua bocah lelaki itu.

Saat sepeda kedua bocah itu sudah berhenti tepat dihadapan [Name], Manjirou mengerutkan alisnya, bingung.

"[Name], dimana sepeda—"

"Ah iya Manjirou! [Name] akan aku bonceng, [Name] sudah beli sepeda. Cuman, ia malas mengendarai sepedanya. Dasar anak gadis!" [Name] pun hanya tertawa kecil. Menampilkan gigi-gigi susunya yang tersusun rapi.

"Kau akan dibonceng Baji?" tanya Manjirou. [Name] mengangguk.

"Memangnya kenapa?" heran [Name].

"[Name] kamu sama aku aja! Baji mah kalo naik sepeda, suka urak-urakkan. Mending sama aku! Dijamin aman, selamat, dan nikmat." ujar Manjirou. Membuat [Name] hanya tersenyum canggung. Sedangkan Baji, bocah laki-laki itu memutar bola matanya malas.

"Hahahah. Baiklah. Aku sama kak Manji saja! Aku tidak jadi sama kak Baji!"

"Ahahaha. Asikk! Ayo naikk [Name]."

"Hidih, najong."

Saat [Name] sudah naik, dan Manjirou sudah mengatakan 'sudahh siap? Kalau sudah siap, ayoo kita jalan!' mereka pun jalan. Menikmati semilir angin sore, yang terkadang membuat tubuh sedikit mengigil. Tapi, setidaknya ada candaan yang mampu membuat tubuh mereka menjadi menghangat, dan mengabaikan angin-angin yang menggelitik tubuh mereka.

Manjirou harus menahan nafas, saat [Name] memeluk pinggangnya, karna takut jatuh. Dia harus menahan nafas, semburat merah dipipi muncul, jantungnya sudah berdetak tidak karuan! Manjirou salting!

Salting: Salah tingkah

"Angin sorenya enak ya, kak Manji." ujar [Name]. Manjirou mengangguk. Ia setuju, angin sore begitu sejuk. Ah, masa kecil yang sangat indah bukan? Hihihih.

"Ah iya! Maaf ya kak Manji, kalau aku memeluk pinggangmu. Aku takut jatuh." Manjirou lagi-lagi hanya mengangguk. Dia benar-benar tidak bisa berbicara, ia gugup! Sangat gugup!

Apa jangan-jangan... Dia sudah mulai menyukai [Name]? Mencintai [Name]?

"Oy! Istirahat dulu deh, aku capek tau!" teriak Baji, dari arah belakang. Manjirou memutar bola matanya malas. Dasar rambut mie, suka ganggu orang aja!

"Iyaaaa, baiklah! Ayoo kita berhenti!"

***

"Kak Manji, bisa tolongin kepangin rambut ku?" [Name] meminta tolong, agar rambutnya dikepang. Karna, jujur saja rambut panjangnya begitu menganggu.

"Aha! Sinii, biar aku kepangkan." [Name] mengangguk. Lantas, ia mendekati Manjirou. Dan, Manjirou mulai mengepangkan rambut [Name]. Dia sudah biasa untuk menata rambut seorang gadis. Karna Emma. Ya, dia selalu mengurus rambut blonde nya Emma. Entah, anak itu minta dikepang, dikuncir kuda, atau bahkan rambutnya diminta dikuncir model air mancur. Manjirou akan selalu mengerjakannya.

"Kak Manji sudah terbiasa mengepangkan rambut ya?" tanya [Name]. Manjirou tersenyum tipis.

"Iya. Itu juga gara-gara Emma. Dia selalu meminta untuk ditata rambutnya olehku." jawab Manjirou. Lantas, entah apa yang membuat mereka tertawa. Mungkin, hanya untuk mencairkan suasana canggung.

"HORA!! AKU DATANG!!" teriak Baji. Dia baru saja kewarung, yang dekat dengan pemberhentian mereka. Baji kewarung buat beli ciki, dan minuman. Lantas, ia mendekat dan duduk di rerumputan, tepat berada di hadapan [Name] dan Manjirou.

"Berisik Baj—"

"Manjirou!" panggi Shinichiro. Manjirou pun menoleh. Ia mendapati Shinichiro, Izana, dan Emma. Mereka seperti akan pulang.

"HOY!" saut Manjirou.

"Ayo pulang bareng! Ajak Baji dan [Name] juga! Ini sudah ingin malam!" ujar Shinichiro. Manjirou mengangguk. Kenapa Shinichiro bisa tahu nama [Name]? Karna, Manjirou sekali menceritakan [Name] kepada Shinichiro.

"Ayo kita pulang!"

"Ayooo!"

"Hadehh, baru juga mau makan ciki!"

***

“[Name]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“[Name]. Awannya cantik!”

Iya. Awannya cantik.

“Tapi, walaupun awannya cantik. Ia tidak semenarik dirimu, [Name].”

𝐅𝐈𝐑𝐒𝐓 𝐋𝐎𝐕𝐄: S.Manjirou × ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang