Bagian 4

370 31 0
                                        

Keesokan harinya Shabila datang ke gereja dimana disana sudah ada Pendeta Joseph, pendeta yang kemarin akan menikahkan dirinya dengan Harris, namun sayang hal itu tidak terlaksana karena Harris meninggal.

Shabila berhenti melangkah saat dilihatnya sang pendeta sedang khusyuk berdoa dengan membawa salib yang ia pegang didepan dada.

Selesai berdoa, pendeta Joseph menoleh pada Shabila. Ia menempelkan salib yang ia bawa ke dahi Shabila.

Namun tak terjadi apa-apa.

Setelahnya pendeta itu menurunkan salibnya. "Jiwa itu tidak mencoba menyakitimu" ucap Joseph. Hal itu membuat Shabila merasa lega.

"Tapi.." Joseph menjeda ucapannya. Matanya menatap pada mata Shabila.

"Tapi kenapa?" Tanya Shabila tak sabar.

Pendeta itu diam tak berbicara, ia berbalik dan mengambil kalung salib yang sudah ia berikan doa. Lalu pendeta itu memberikan kalung itu pada Shabila sambil berpesan "Jangan pernah melepaskan kalung itu, kecuali saat dirimu berada didalam gereja."

#

Shabila menjalani hari-harinya seperti biasa. Tak ada yang aneh dalam dirinya. Seperti pesan pendeta Joseph, Shabila selalu mengenakan kalung salibnya. Ia tak pernah melepas kalung itu.

Namun pagi itu, Shabila mendapati seorang anak yang tiba-tiba menangis karena menginginkan kalung salib milik Shabila. Awalnya Shabila enggan memberikannya, ia teringat pesan sang pendeta agar tidak melepas kalung itu kecuali jika dirinya berada di gereja.

Namun melihat tangis anak itu yang sepertinya sangat menginginkan kalungnya. Hati Shabila pun tak tega, toh selama ini tak ada kejadian aneh yang menimpa dirinya. Jadi mungkin tak apa jika ia melepas kalung ini.

Akhirnya pagi itu, Shabila memberikan kalungnya pada anak kecil itu. Setelah mendapat apa yang diinginkan, anak kecil itu berlari meninggalkan Shabila. Dan entah kenapa kaki Shabila tanpa diperintah mengikuti kemana langkah kaki anak itu berlari.

Ia juga tak mengerti dengan dirinya.

Otaknya menyuruh kakinya agar berhenti. Namun tak bisa, tubuhnya seperti diluar kendalinya. Tubuhnya berlari mengikuti kemana anak itu pergi.

Sampai akhirnya tubuh Shabila berhenti. Shabila mulai bisa mengendalikan dirinya.

Setelah mengatur nafas yang mulai memburu, Shabila baru sadar jika ia berada di hutan. Ia tak tahu dimana jalan keluarnya. Anak kecil yang tadi ia ikuti juga hilang entah kemana.

Shabila mulai ketakutan.

Kakinya berjalan mencari jalan keluar dari hutan ini. Namun semua buntu. Ia tak bisa keluar dari hutan itu.

Tak terasa hari mulai menggelap. Matahari mulai terbenam bergantikan cahaya bulan.

Hutan itu tak ada satupun alat penerangan. Gelap. Satu kata itu sangat cocok menggambarkan keadaan hutan itu. Satu-satunya cahaya hanya berasal dari sinar rembulan.

Shabila mulai putus asa. Ia kelelahan dan lapar. Shabila duduk dibawah pohon besar yang tampak menyeramkan.

"Ya tuhan. Tolong lindungi aku."

Shabila ketakutan. Ia takut jika nanti ada bintang buas yang datang dan memakannya.

"Tak akan ada binatang buas sayang, kalaupun ada mereka tak akan berani mendekat."

Shabila terkejut mendengar suara lelaki yang berada dekat dengannya. Jantung Shabila berdetak kencang. Apa tadi ia hanya berhalusinasi karena lelah sekaligus kelaparan?

"Kamu tidak berhalusinasi sayang." Suara itu kembali terdengar.

Shabila menatap sekitarnya. Tak ada orang. Lalu suara siapa itu?

"Aku sedih kamu melupakan diriku. Bahkan suaraku saja tidak kamu kenali." Suara itu terdengar pedih. Membuat hati Shabila ikut merasakan kepedihan yang dikeluarkan oleh pemilik suara itu.

"SIAPA KAMU?" Teriak Shabila.

"Ini aku sayang." Jawab seorang lelaki jangkung yang tiba-tiba muncul didepannya.

Tubuh Shabila mematung.

"Rio." Lirihnya.

Bersambung..

JANJI [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang