I Wonʼt Go Anywhere

1.4K 69 0
                                    

どこにも行かない

“Apa kau benar-benar harus pergi, Kakashi?” tanya Obito pelan dengan tangan mengepal kuat. Tubuhnya membelakangi Kakashi, menghadap ke arah luar jendela kantor sang hokage.

Belum lama hidupnya tenang setelah kembali ke Konoha dan lepas dari masa tahanan atas apa yang ia lakukan di Perang Dunia Shinobi Keempat. Obito sudah menggenapkan tekad untuk memperbaiki diri, pula meyakinkan hati untuk memulai hidup baru yang bahagia bersama Kakashi. Terlambat ia menyadari bahwa memimpin Akatsuki dan memicu peperangan tidak menjamin kebahagiaannya yang dijanjikan Madara sejak lama.

“Kita sudah bicara tentang ini, Obito.”

“Aku tahu.”

Kakashi menghela napas berat. Bagaimanapun, ia memiliki tanggung jawab sebagai seorang hokage. Tidak mungkin para petinggi desa terima jika ia membatalkan misi hanya karena Obito yang meminta. Tepat berada di pintu ruang kantor hokage yang sudah terbuka, langkah Kakashi terhenti. Keputusannya sudah bulat. Ia akan pergi bersama Shizune dan Mirai ke Iwagakure, sedangkan Shikamaru akan mengurusi urusan di dalam desa selama beberapa minggu berikutnya.

Baik Shizune maupun Mirai sudah berada di gerbang desa sehingga hanya Kakashi bersama Obito yang berada di kantor. Hal itu yang Obito syukuri sebab akan cukup memalukan jika ia terlihat sedikit manja dan kekanakan di hadapan orang-orang kepercayaan Kakashi tersebut.

“Obito.”

Hubungan antarnegara tidak serta merta membaik setelah Akatsuki dikalahkan dalam perang. Obito sempat menjadi kawan, lawan, dan orang yang paling mengerti Kakashi. Tidak pernah disangkanya, Obito kembali, menjadi orang yang paling ia peduli.

Kini, keamanan desa sedang terancam. Posisi Kakashi sebagai hokage dipertaruhkan pada misi rahasia yang akan dijalani, tetapi ucapan Obito membuat kakinya terasa berat untuk melangkah kembali. banyak kata-kata yang ingin Kakashi ucapkan, ada seribu gundah dalam benak yang mau ia utarakan.

Obito mengangkat wajahnya, berbalik badan untuk menatap pasang mata Kakashi langsung. “Aku mengerti, Kakashi. Kembalilah dengan selamat. Aku akan menunggumu, jadi jangan terburu-buru untuk menyelesaikan misi penting ini.”

Meskipun Obito bermaksud untuk menenangkan diri, Kakashi masih merasa berat untuk meninggalkan Obito. Sedingin apa pun Kakashi dengan segala luka dan beban hidup yang dimiliki, Obito nyatanya mampu memunculkan dilema batin tersendiri. Membawa Obito untuk misi tersebut akan menempatkan keduanya dalam bahaya, terutama Obito yang belum lama lepas dari masa tahanan dan sudah dilabeli sebagai kriminal tingkat tinggi oleh banyak negara. Pun begitu, meninggalkan Obito dengan segudang kekhawatiran membuat Hokage Keenam itu berpikir dua kali. Misi rahasia ini memang terbilang mendadak diberikan oleh para petinggi. Kakashi pun sempat ragu sebab perginya Hokage dari desa mungkin menjadi potensi munculnya ketidakstabilan bagi Konoha. Apa boleh buat, misi diberikan langsung oleh Daimyou Negara Api.

“Obito.”

Nama Uchiha itu kembali disebut. Walaupun ingin berkata lebih, lidah Kakashi terasa kelu. Agaknya, ia terlalu takut lepas kendali atas emosinya yang bercampur aduk.

Obito yang mengerti langsung melangkah mendekati Kakashi. Ia melingkarkan lengan di pinggang, menaruh dagunya di pundak kekasihnya itu. Pelukan erat diberi, kemudian ia berbisik di telinga Kakashi, “Semuanya akan baik-baik saja. Pergilah demi Konoha, lalu pulanglah untukku.” Senyum tipis terbit di wajah Obito, yang sedikitnya karena ia berusaha berpasrah diri untuk melepas Kakashi pergi. Ia mengeratkan pelukan, mendekap hangat tubuh Kakashi. “Aku akan merindukanmu.”

Kakashi membalas pelukan Obito, tersenyum tipis, menepuk punggung Obito lembut untuk menenangkannya. “Jangan sampai kau menangis hanya karena aku pergi. Aku akan mengabarimu selama menjalankan misi nanti. Jaga dirimu untukku juga, Obito.” Tidak, Kakashi sendiri tidak akan meneteskan air mata. Tidak di hadapan Obito. Ia melepas pelukannya perlahan, mengusap kedua pipi Obito lembut, kemudian tersenyum manis di balik masker yang selalu ia kenakan ketika berada di luar rumah.

“Kakashi,” sahut Obito sembari menggenggam tangan Kakashi erat, lantas menggelengkan kepala. Ia berlutut dengan satu kaki yang menjadi tumpuan, menundukkan kepalanya hormat. “Maaf. Saya akan menjaga diri dengan baik, Rokudaime-sama. Menerima misi ini merupakan suatu kehormatan bagi saya.” Obito terkekeh geli atas kelakuan isengnya sendiri, kemudian berdiri dan memeluk Kakashi dengan erat sekali lagi.

“Hahaha, dasar kau ini. Aku pergi, ya? Kurasa kau mau memasang ekspresi wajah dinginmu sebelum Shikamaru datang kemari. Mungkin sekitar lima menit lagi,” canda Kakashi seraya mengusap pundak sang kekasih.

Obito menghela napas berat.

“Kakashi—” Untuk ratusan, bahkan untuk ribuan kali lagi, Obito ingin mengucapkan nama itu. Belum cukup rasanya ia mengingat dan melihat Kakashi, kurang lebih setiap hari. Ia menangis lagi, memuaskan diri untuk melepas Kakashi yang akan pergi. Hanya di hadapan Kakashi ia bisa terlihat selemah dan serapuh ini.

“Aishiteruyo.”

Samar-samar, senyum di wajah Obito muncul dan dadanya terasa menghangat. Sampai mati, ia berjanji akan melindungi dan membahagiakan sang hokage yang dikasihinya itu.

Kakashi kemudian melangkah ke koridor, melambaikan tangan dengan santai pada Obito, lalu keluar dari gedung kantor hokage dan segera menemui kedua tangan kanannya yang telah menunggu di gerbang desa.

The Sixth's SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang