bab 1

9.6K 45 4
                                    

Baru saja aku membuka mata kala menyadari bahwa tempatku kini bukan lagi kamar usang dirumah bibi. Melainkan sebuah kamar mewah dengan ornament bertabur warna gold.

Kulitku yang hanya memakai sehelai gaun tipis diterpa oleh pendingin ruangan yang sebelumnya juga tak pernah kurasakan dirumah bibi. Dimanakah ini?

Disebelah kiriku, nampak tirai besar yang bisa kutebak ada jendela dibaliknya. Gegas aku melangkah kesana membuka tirainya yang memanglah ada sebuah kaca besar hingga memperlihatkan sesuatu yang sangat mencengangkan, ternyata bangunan ini berada dipesisir pantai dengan pemandangan yang begitu indahnya, namun tetap saja aku belum bisa menebak dimanakah aku berada sekarang ini.

Ya aku hanya memakai gaun ini saja tanpa adanya pakaian dalam apapun bahkan pertanyaan siapa yang membawaku kemari saja belum kutemukan ditambah siapa pula yang sudah menggantikan pakaianku.

Masih kuamati seisi ruangan ini, menemukan menu yang biasa kulihat di tayangan komersil televisi diatas meja sebelah ranjang yang kutempati tadi. Tak ada pilihan lain kecuali memakannya, walaupun aku harus mati karena keracunan setelahnya dan berusaha tak menghiraukannya lagi.

Disaat tengah menikmati hidangan yang sangat lezat ini, samar kudengar suara derap langkah pelan mendekat hingga semakin jelas dengan adanya suara pintu yang terbuka. Menampakkan sosok tegap dan begitu mempesona.

"Kucing kecilku sudah bangun." Suaranya yang serak itu semakin mendekat namun bukan kearahku melainkan duduk disebuah kursi dihadapan ranjang yang tengah kududuki. Siapa dia? Dibalik ketampananannya, wajahnya yang begitu tegas seakan membuat nyaliku beringsut. Aku meletakkan piring bekas makanku pada tempat asalnya tadi lalu segera mengambil selimut untuk menutupi tubuhku yang pasti terlihat transparan olehnya.

"Bagaimana tidurmu semalam sayang?" Ucapnya dengan senyum yang menyeringai. Masih kutahan ketakutanku tanpa suara apapun. Aku hanya diam saja memandanginya walau sesekali menunduk ketika mata tajamnya menatapku.

Sosok itu membuka luaran jasnya dan melempar asal kelantai, melepas pula sepatu pantopel yang dia kenakan itu lalu berjalan mendekat kearahku.

"Anda siapa?" Aku memberanikan diri bertanya kala dia sudah ada didepanku.

"Panggil aku tuan!" Nadanya meninggi hingga membuatku semakin takut. Namun tangannya malah membelai wajahku hingga rambut yang sebagian terurai dia sibakkan. "Kucing kecilku, apakah kamu takut?" Dia terkekeh melihatku seolah mengejek. Badanku sedikit bergetar, pastilah fikiran buruk muncul tentang banyaknya dugaanku padanya. "Sungguh sebuah bayaran yang pantas." Aku menoleh karena tak mengerti dengan ucapannya.

Cek ombak dulu ya sayang,

Budak HasratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang