2. Kenzo Mahardhika Aksa

33 9 2
                                    

Happy reading^-^

...

Pekerjaan adalah sesuatu yang melelahkan, tetapi harus dilaksanakan. Kalimat itu tidak hanya berlaku untuk orang dewasa karena itu juga berlaku untuk Meta yang kini tengah sibuk menjaga kasir di sebuah cafè.

"Saya mau pesen nomor HP-nya."

Tak jarang juga Meta dipertemukan dengan pria paruh baya tak tahu diri seperti sekarang. Gadis itu mendengus malas, "Silakan memesan menu yang tersedia, Pak," ujarnya, mencoba untuk bersikap ramah.

"Nomor HP Mbak. Ada, kan?"

Meta tersenyum paksa lalu menggeleng. "Tidak ada, Pak."

"Ck, tinggal kasih aja, sok jual mahal banget! Jadi kasir aja bangga!"

Kesabaran Meta benar-benar diuji sekarang.

"Mohon maaf, Pak, ini cafè, bukan konter."

"Pft—" Tiba-tiba terdengar suara tawa tertahan, "Gue suka gaya lo, Mbak." Seorang pemuda tampan berkulit putih menjembulkan kepalanya dari balik tubuh pria paruh baya itu.

"Yang satu belum beres, sekarang nambah lagi orang gilanya," batin Meta melirih.

"Kek, mending pergi aja, deh. Gue capek nungguin lo pesen dari tadi!" Imbuhan pemuda itu membuat pria paruh baya yang memaksa untuk mendapatkan nomor ponsel Meta akhirnya pergi dengan mengeluarkan seisi kebun binatang dari mulutnya.

"Kok, ada orang kayak gitu?"

Meta menatap aneh pemuda yang kini berdiri di hadapannya—terhalang oleh meja kasir.

Cengiran terbit di paras tampan itu, "Mbak, ada payung?"

"Beneran gila!" maki Meta dalam hati. Gadis itu langsung tersenyum aneh, "Maaf, Mas, silakan memesan menu yang tersedia."

"Hehe ... saya mau hot americano sama payung, Mbak, soalnya di luar lagi hujan."

"Ya, terus? Gue harus peduli, gitu?" Lagi-lagi Meta membatin. Tanpa banyak bicara, ia langsung memproses pesanan pemuda itu.

Tak begitu lama, Meta menyerahkan segelas hot americano dan sebuah payung, "Terima kasih, silakan datang kembali," ujarnya dengan sebuah senyuman paksa.

"Gak usah dipaksain gitu senyumnya, Mbak." Kekehan keluar dari mulut pemuda itu, "Mbak pasang muka tembok aja tetep cantik, kok."

Kedua bola mata Meta merotasi, ia memilih untuk tak mengindahkan ucapan pemuda itu. Kakinya segera melangkah menghampiri seorang gadis yang baru saja memasuki café.

"Akhirnya lo datang, bisa gila gue lama-lama! Lo tau, gak? Pelanggan hari ini gila semua! Dari nomor HP sampe payung ditanyain!"

Tanpa Meta sadari, pemuda yang ia tinggalkan tengah menyeringai sambil menatap punggung sempitnya, "Antik."

...

Pagi ini Meta dibuat mendengus berulang kali saat mendapati mejanya yang dipenuhi oleh tumpukan sampah. Ini baru hari keduanya, dan ia sudah mengalami perundungan. Sungguh sekolah yang elit, pikir Meta dengan senyuman remehnya.

"Meta ...."

Atensi Meta teralih pada seorang siswi berkacamata tebal dengan seragam kebesaran yang kini berdiri sambil menunduk di hadapannya, "Lo siapa?"

Sedikit tersentak, siswi itu mengangkat kepalanya perlahan, "A-aku Adel, i-itu—"

Sebelah alis Meta terangkat kala mendapati gelagat aneh siswi bernama Adel itu, tetapi ia tetap memilih untuk bumgkam dan membiarkan Adel menyelesaikan kalimatnya.

Blue and GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang