3. Pemuda Aneh

25 8 3
                                    

Happy reading^-^

...

"Hei ... I like you, Girl."

Meta mengusap gusar wajahnya, "Gak usah gila! Minggir!"

Kenzo terkekeh, dengan sekali tarikan ia berhasil menggendong Adel. "Ayo, gue anter ke UKS!" ujarnya sambil memberi kode pada Meta untuk berjalan lebih dulu.

Menatap sekilas Adel, Meta mengangguk singkat sebelum melangkah melewati Kenzo.

"K-Ken, aku bisa jalan sendiri," cicit Adel saat menyadari tatapan menghakimi dari para siswi yang mereka lewati.

Tentu, meskipun dikenal selalu menimbulkan masalah, Kenzo tetaplah Kenzo. Seorang pemuda berkulit putih dengan paras di atas rata-rata yang pastinya diidamkan banyak orang.

Dengusan Kenzo terdengar, "Lo diem, jangan ganggu proses PDKT gue!" desisnya dengan tatapan yang hanya tertuju pada punggung sempit Meta.

"Maksudnya?"

Mata elang milik Kenzo akhirnya beralih atensi pada Adel, menatap tajam gadis itu. "Ck, lo diem atau gue lempar dari rooftop?"

"Woi! Ngapain diem?! Buruan!" sergah Meta dari kejauhan.

"Gila! Sangar banget, dah!" Kenzo lantas mempercepat langkahnya hingga langkah mereka setara, "nama lo siapa?"

Mendelik tajam, Meta memperlebar langkahnya tanpa niat menjawab ucapan Kenzo.

"Namanya Meta, kamu suka?"

Kepala Kenzo mengangguk saat mendengar pertanyaan dari Adel, "Nama lengkapnya siapa?"

"Almeta Adara Callysta."

"Cantik, kayak orangnya." Senyuman Kenzo mengembang, "Siswa baru?"

Saat obrolan aneh itu berlanjut, Meta sudah berdiri di depan pintu UKS. Gadis itu mendengus saat melihat langkah lamban Kenzo.

"Ya elah ... lo manusia atau siput?! Lelet banget!"

Kenzo yang masih melanjutkan obrolan itu terlonjak, "Cantik, tapi sangar. Hish ...!"

"Apa?!" bentak Meta sebelum melangkah menasuki UKS.

Adel lantas terkekeh, "Dia lucu, ya?"

"Iya, lucu! Sampe bikin gue gemes pengen sumpel mulutnya!" gerutu Kenzo, ikut memasuki UKS lalu mendudukkan Adel di salah satu bangsal.

"Adel? Diganggu lagi?" tanya petugas UKS.

Kepala Adel mengangguk dengan senyuman kikuk yang menghiasi wajahnya, "Iya, Bu."

Saat Adel ditangani oleh petugas, Kenzo langsung mengambil posisi duduk di sofa, tepat di samping Meta yang kini sibuk memerhatikan dengan rahang yang tak henti bergerak-mengunyah permen karet.

Merasakan tatapan intens di sampingnya, atensi Meta lantas teralih, "Kenapa?!"

Kenzo tak menjawab, sukses membuat Meta menggeram kesal. Tangan gadis itu bergerak mengeluarkan sebungkus permen karet lalu menyodorkannya ke wajah Kenzo.

Kenzo tersenyum, "Gue tau, walaupun lo sangar, tapi lo baik," ujarnya seraya menerima permen karet itu.

Meta membentuk gelembung dari permen karet yang ada di mulutnya, "Gak usah sok tau soal hidup gue, gue gak suka," balasnya, mulai beranjak.

"Mau kemana?" tanya Kenzo.

"Rooftop."

Kerutan halus timbul di dahi Kenzo, "Temen lo?"

"Dia udah gede."

Decakan kagum terdengar dari mulut pemuda itu saat Meta pergi begitu saja, "Sumpah ...! Antik, tuh, cewek!"

"Ibu gak salah denger? Kamu muji cewek, Ken? Kirain Ibu kamu sukanya sama si Anwar!" celetuk petugas UKS sambil menyerahkan segelas air pada Adel.

Cengiran khas Kenzo terbit, "Eh, Ibu yang jaga? Ken baru tau."

"Gak usah ngalihin pembicaraan, Kamu! Pantesan aja kamu dateng ke UKS dengan keadaan baik-baik aja, ada gebetannya ternyata." Kenzo merotasikan kedua bola matanya saat mendengar cerocosan Hana-penjaga UKS tersebut.

Adel tersenyum, siapapun tahu mengenai kedekatan Kenzo dan Hana. Hana adalah satu-satunya penjaga UKS yang berani memarahi pembuat onar seperti Kenzo, dan Kenzo adalah langganan UKS yang hanya ingin diobati oleh Hana setiap ia babak belur setelah membuat masalah.

"Aish ... Ibu! Kenzo tobat malah diomelin!" rajuk Kenzo sambil bersedekap dada, "dahlah! Kenzo mau nyusul Meta, BHAY!"

Hana sontak berdecak, kepalanya menggeleng takjub. "Gitu, tuh, kalo kebanyakan ngemilin gula!"

...

Saat ini Meta tengah menyadar pada pembatas rooftop, memandangi langit yang diselimuti awan hitam.

"Mendung, ya? Kayak hati gue," celetuk Kenzo yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping gadis itu.

Tatapan menghakimi Meta jatuhkan pada Kenzo, "Alay!" makinya.

Terkekeh singkat, Kenzo mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya. "Mau?" tawar pemuda itu sambil memberikan sebatang rokok pada Meta.

Mata bambi Meta membulat untuk sesaat, tetapi ekspresinya kembali datar, "Kalo mau mati jangan ajak gue."

"Kita, kan, sehidup semati." Pandangan Meta terhadap Kenzo semakin aneh, "Kalo mau mati, ya tinggal mati! Kagak usah ajak-ajak gue!"

Kenzo menggelengkan kepalanya, ia menyesap sebatang rokok yang sudah ia bakar di bagian ujungnya, "Sikap lo di sekolah sama di cafè beda, ya?"

"Cafè?"

"Hm, iya ... lo kerja di Osteria Cafè, kan? Yang ada di pertigaan jalan depan itu, lho!"

Tampaknya Meta mulai tertarik dengan ucapan Kenzo, ia menatap serius Kenzo, "Kok, lo tau?"

"Lo inget cowok gila yang pesen payung di Cafè?"

Meta menyipitkan matanya, "Oh, Lo? Pantesan aja gue gak asing sama kegilaannya."

"Cih ...!" Kenzo berdecih dengan tatapan teduh yang ia berikan untuk Meta.

Setelahnya, suasana menjadi hening, kedua remaja berbeda gender itu sibuk dengan pemikiran masing-masing hingga tanpa sadar bel istirahat berbunyi.

"Lah? Udah bel? Anjir, mampus! Gue bolos, dong?"

Tawa ringan Kenzo terdengar, "Tenang, Met, kita cuma bolos satu mata pelajaran."

"Tetep aja! Om gue pasti marah." Meta mengacak rambutnya gusar.

Tanpa sadar Kenzo meraih tangan Meta lalu merapikan rambutnya seraya berucap, "Tenang aja, lo tinggal bilang kalo lo jagain temen di UKS."

Mulut Meta membulat menanggapi penuturan lembut Kenzo, "Oh! Pinter, Lo!" serunya dengan jempol teracung, "eh, tapi nama lo siapa, ya?"

Ingin rasanya Kenzo menampar wajah polos Meta. Namun, ia masih memiliki akal untuk menahannya, bagaimana mungkin ia memukul gadis yang ia sukai.

"Nama gue Kenzo."

"Okay, Kenzo, gue turun duluan. Thanks, ya. Nanti ke cafè, biar gue traktir," ujar Meta sambil beranjak dengan kedipan lucu dari mata kanannya.

Kenzo tertegun, jantungnya memompa dengan cepat saat mendapatkan serangan itu.

...

Jam pulang sekolah, awan kelabu mulai memenuhi langit, tetesan-tetesan air mulai berjatuhan membasahi bumi, dan di situlah Meta mendengus. Gadis itu tengah berdiri di pos satpam, berteduh sambil berharap hujan akan segera berakhir karena satu-satunya payung yang ia terima telah jatuh ke tangan seorang pemuda aneh.

"Met, mau bareng?"

Meta melirik payung kecil di tangan Adel, "Nggak, sono pulang!" titahnya, setengah mengusir.

"Beneran?"

"Hm."

Kepala Adel menunduk lesu, ia sangat ingin membalas perbuatan baik Meta yang telah membantunya tadi, tetapi Meta seperti membangun sebuah tembok tak kasat mata yang membatasi hatinya.

"Ya udah, aku duluan, Met."

Hanya sebuah anggukan yang Meta berikan. Tangan gadis itu terulur, menampung tetesan air hujan di telapak tangannya yang mungil hingga sebuah tangan yang jauh lebih lebar menggenggam tangan mungil itu.

"Jangan main air, dingin."

Kenzo, pemilik tangan itu tersenyum manis. Namun, Meta memberikan tanggapan yang pedas. Gadis itu menarik tangannya, mencoba untuk melepaskan genggaman Kenzo. "Lepas! Gue bukan bocah!"

Pletak!

Meta memekik pelan begitu jari jahil Kenzo menyentil dahinya. Kenzo menghembuskan napas kasar, mendekatkan wajahnya ke wajah Meta, "Bukan bocah, tapi, kok, pendek?"

Dengan sekali hentakan, Meta mendorong wajah Kenzo agar menjauh. "Bacot!" sungutnya.

"Ck, kasar banget jadi cewek!" Kenzo mendengus lalu membuka payung yang sedari tadi ia genggam, "yo!" imbuhnya sambil menarik Meta agar mendekat.

Kepala Meta menengadah, menilik payung itu.

"Ayo apaan?! Ini payung gue!"

"Hehe ... emang payung lo," sahut Kenzo tak tahu malu.

"Ck, ya udah minggir! Gue butuh buat ke cafè!" sentak Meta, berusaha mengambil alih payung itu
.


Bukannya mengalah, Kenzo justru merangkul bahu Meta. "Nebeng, napa? Gue juga mau ke cafè."

Helaan napas kasar kembali keluar dari mulut Meta. Pada akhirnya, gadis itu mengalah dan mereka berjalan beriringan menuju pertigaan jalan di dekat sekolah-tempat Osteria Cafè berada.

Keheningan menghinggapi keduanya hingga Kenzo membuka suara.

"Met, kenapa lo kerja?"

"Bukan urusan lo."

"Kalo gue suka sama lo, gimana?"

Meta menatap tak percaya Kenzo yang kini menatapnya teduh, "Gue suka sama lo, Met

Blue and GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang