Bab 1

18 6 11
                                    

“Baik. Kegiatan MOS hari ini saya akhiri, saya selaku ketua OSIS dan rekan OSIS lainnya, bila ada kesalahan yang kami sengaja atau tidak sengaja mohon dimaafkan ya, adik-adik.”

Lisa tak berkedip saat menyaksikan pidato penutup yang disampaikan ketua OSIS di sekolah barunya. Matanya seolah tersihir dengan paras yang dimiliki pemuda di depannya. Bibir menyunggingkan senyum dengan pikiran yang entah kemana.

Alamak! Kakak itu ganteng banget
mirip Jungkook–BTS. Kapan, ya? Punya pacar ganteng?, batin Lisa.

Gadis berponi tengah dengan kuncir dua itu terhanyut dalam lamunan, hingga tidak sadar bahwa barisannya sudah dibubarkan.

“Ehem!” siswi dengan belahan poni tengah menggoda Lisa, “Cie, kesengsem sama Kak Cakra, ya?”

“Siapa Kak Cakra?”

“Itu … yang tadi pidato.”

“Oh, namanya Kak Cakra.”

Aini memutar bola mata, lalu menoleh ke Lisa. “Lah, gimana, sih? Kan, sebelum MOS udah perkenalan dulu. Ngelamun mulu, sih.”

Lisa menggaruk tengkuk yang tak gatal.

“Ya, maaf. Tatapannya itu loh, langsung tersepona aku.”

“Terpesona!” bentak Aini.

Lisa tertawa melihat reaksi Aini yang mulai mendelik.

“Tapi … emang ganteng maksimal, sih. Tipe aku banget, ih,” celetuk Aini.

“Ngimpi!”

Aini mencubit pinggang Lisa, lalu menggelitiknya hingga temannya tidak bisa menahan tawa.

“Lihat papan pengumuman, kuy!” ajak Aini.

“Pengumuman apaan?”

“Pembagian sembako!”

“Serius?” Lisa mengernyitkan alis.

“Pembagian kelas, Lisa Marilis. Punya temen gini amat, ya?”

Lisa hanya membulatkan bibir membentuk huruf O.

“Buruan!”

Lisa mengangguk sambil digandeng Aini menuju papan pengumuman.

Suasana di sekitar papan pengumuman semakin gaduh. Sejumlah siswa berdesak-desakan untuk membaca pembagian kelas. Lisa berjinjit di belakang siswa yang sedang berebut di depannya, sedangkan Aini merangsek masuk ke dalam kerumunan siswa.

“Yes! Lisa kita sekelas, Lis!” Aini berteriak sambil berjingkrak-jingkrak di tengah kerumunan.

Lisa melambai-lambai ke arah Aini, merasa senang sekaligus terharu. Tadinya dia merasa minder saat pertama kali memasuki gerbang SMA. Pikirnya akan sulit mencari teman baru mengingat sikapnya yang tidak mudah bergaul. Beruntung, dia bertemu dengan Aini–sahabatnya dari SMP. Aini rela mendaftar sekolah yang jaraknya cukup jauh dari rumah, agar bisa satu sekolah dengan Lisa. Kini lebih leluasa bermain dengan sahabat satu-satunya itu, selain satu sekolah, mereka menyewa satu kamar kost untuk berdua.

***

Lisa dan Aini saling sapa dengan teman baru yang mereka temui di kelas.

Mereka saling memperkenalkan diri masing-masing, tak lupa dengan basa-basi ala siswi baru. Obrolan mereka terhenti, saat seorang pemuda masuk ke kelas mereka. Kedatangannya membuat semua mata tertuju ke arahnya. 

“Di kelas sini, ada yang namanya Lisa?” tanyanya.

Lisa melongo, kemudian wajah Lisa berubah gugup. “Sa-saya, Kak.” Lisa mengangkat tangan.

Memutar WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang