validasi

3 0 0
                                    

Keesokan harinya, Christine dan Stephen kembali ke Rumah Sakit dengan rutinitas seperti biasa, namun tidak ada operasi kali ini. Hanya pemeriksaan saja. Namun, ada yang berbeda dari sikap Stephen padanya. Berkali-kali mereka bertemu di lorong saat Christine menyapa dan melemparkan senyumnya, Stephen tidak membalasnya, hanya menganggap seperti orang asing.

Dia berpikir bahwa ini masih ada hubungannya dengan apa yang terjadi tadi malam, tatapan Stephen tersebut, ada yang tidak beres dengan itu.

Christine beranjak dari kursinya dan memutuskan untuk mencairkan suasana ini. Ia baru keluar dari Rumah Sakit untuk membeli makanan untuk Stephen. Kebetulan saat di lorong Rumah Sakit, ia melihat Stephen sedang berkonsuktasi dengan salah satu susternya.

"Suhunya terlalu tinggi, jangan beri obat yang itu dahulu. Kau lihat bagian sini, itu penyebabnya. Arterinya belum bekerja efisien hingga berpengaruh pada kandungan oksigen dalam tubuhnya." Ujar Stephen menjelaskan pada suster itu. Christine takjub melihatnya, saat memandang Stephen dengan dedikasi dan ambisinya dengan pekerjaannya.

Stephen tahu Christine memandangnya. Setelah suster tersebut berterimakasih dan meninggalkannya Steohen menghela napas berat. "Ada apa?" Tanyanya.

Christine maju dan tersenyum. "You looks great" jawab Christine bangga namun Stephen tidak mempedulikan pujian itu.  "Oh ya aku membelikan mu ini, aku tebak kau pasti belum makan siang––"

"Aku bukan anak kecil yang harus kau urus Christine. Aku bisa mengatur hidupku sendiri" jawab Stephen singkat lalu pergi meninggalkan Christine sendiri. Sebelum itu, Christine sempat mencekal tangannya membuat Stephen menoleh. "Bisa kita bicara nanti?" Christine tampak menahan air matanya.

"Kau ini, bahkan saat sibukpun kau harus selalu membuatku ribet huh? Cepat, aku tidak punya banyak waktu." Jawab Stephen dengan tangan masih dipegang oleh Christine.

"Kemarin saat kau menatapku, aku bisa melihat hal lain Stephen. Aku melihat kekosongan didalamnya. Kau tahu kau bisa bercerita padaku jika––"  omongan Christine terputus saat Stephen langsung menghentakkan tanggannya melepas cekalan mereka dengan keras. "KAU TIDAK TAHU APAPUN, PALMER!" Bentak Stephen. Untuk pertama kainya Stephen menyebutnya dengan nama belakang. Untungnya tidak ada siapapun di lorong itu sehingga tidak ada yang mendengarnya. Namun Christine mendengarnya. Dan ia terluka untuk itu.

"Jadi tolong, simpan saja KEPEDULIANmu itu!" Ucap Stephen sekali lagi dengan nada yang ebih rendah namun penuh ancaman.

"LALU APA ITU TADI MALAM? SAAT KAU MEMBERIKU MAKAN MALAM, MEMBERIKU JACKETMU SAAT AKU KEDINGINAN, BAHKAN MENGANTARKAN AKU PULANG" kali ini Christine ikut terbawa emosi. Stephen sempat diam seketika hingga dia mulai bicara.

"That.. "

"That was a mistake" Stephen langsung meninggalkan Christine saat itu juga. Stephen tidak melihat air mata membasahi raut cantik Christine Palmer. Josh tiba dan melihat Christine menangis  saat itu, ia sangat khawatir dan memeluk Christine.

"Joshh..." Ucap Christine disela tangisannya.

Stephen kembali ke ruangannya dengan membanting pintu keras. Ia menjambak rambutnya dan berusaha menetralkan napasnya. Membuka jacket putihnya meletakkannya di kursinya. Sesaat ia teringat saat kemarin Christine memakai jacketnya. "Aku menyakitinya" ucapnya penuh penyesalan.

Pintu terbuka dan saat itu Josh langsung memukul Stephen tepat di muka. Ia mengunci pintu ruangan Stephen dan mendorong Stephen yang baru saja ingin bangkit. Stephen terpojok di dinding dan Josh menarik kerahnya.

"Apa yang kau lakukan padanya, Bastard!" Maki Josh pada Stephen. Ia sangat tenang namun nadanya sangat daam dan menakutkan.

"Aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan." Jawab Stephen membuat Josh berapi-api. Kalau ia tidak melihat darah keluar dari ujung bibir Stephen, ia mungkin akan memukul lelaki itu untuk kedua kalinya.

The key of future | Stephen x ChristineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang